Liputan6.com, Jakarta - Peserta didik Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis (PPDGS) turut serta dalam skrining kesehatan jiwa yang dilakukan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI).
Hasil survei Kemenkes RI menunjukkan bahwa PPDGS Penyakit Mulut menempati peringkat teratas dari lima Program Studi Sp1 dalam hal persentase gejala depresi, dengan mencapai 53,1 persen.
Baca Juga
Ini melebihi program studi lainnya, baik di Fakultas Kedokteran maupun Fakultas Kedokteran Gigi.
Advertisement
Hal ini memunculkan kebingungan dan memicu pertanyaan serta reaksi dari para akademisi dan praktisi di bidang Ilmu Penyakit Mulut, menurut Kolegium Ilmu Penyakit Mulut Indonesia (KIPMI).
Dalam menghadapi temuan ini, KIPMI telah berkoordinasi dengan semua penyelenggara PPDGS Penyakit Mulut di empat Institusi Pendidikan di Indonesia untuk mengkaji hasil survei tersebut. Sejumlah pertanyaan muncul sehubungan dengan hal ini, termasuk:Â Â Â Â
Â
- Validitas survei
- Representativitas sampel
- Prosedur persetujuan etik penelitian sebelum dipublikasikan kepada masyarakat luas
- Alasan di balik kurangnya koordinasi tim survei dengan program studi terkait sebelum publikasi hasil survei secara langsung melalui media
"Selain itu, dalam menyikapi hasil survei tersebut tentunya semua penyelenggara PPDGS IPM tersebut juga melakukan evaluasi terhadap para dosen, dokter penanggung jawab klinik, dan semua peserta didik," kata Ketua KIPMI, Profesor Irna Sufiawati, kepada Health Liputan6.com melalui keterangan tertulis, Rabu, 24 April 2024.
Partisipasi PPDGS dalam Skrining Kejiwaan Kemenkes
Irna, menambahkan, di bulan Ramadhan tanggal 21-22 Maret 2024, pihaknya telah menindaklanjuti surat undangan dari Direktur SDM Pendidikan dan Penelitian RS Vertikal.
Undangan ditujukan kepada para ketua program studi PPDS dan PPDGS. Sesuai instruksi, para residen telah mengikuti survei Skrining Kesehatan Jiwa Kemenkes.
KIPMI mencatat sebanyak 27 residen PPDGS Penyakit Mulut yang sedang menjalani rotasi klinik di dua RS Vertikal telah berpartisipasi dalam survei tersebut dengan mengisi kuesioner Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9).
Jumlah residen ini mencakup sebagian (42,85 persen) dari total 63 residen yang saat ini sedang menempuh studi di empat PPDGS Penyakit Mulut di Indonesia.
Advertisement
Survei Kemenkes Soal Depresi PPDS dan PPDGS
Sebelumnya, Irna menyampaikan, PPDS dan PPDGS merupakan program lanjutan dari Program Profesi Dokter dan Dokter Gigi di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Program ini menempatkan peserta didik di RS vertikal pendidikan dan RS jejaring, selain di RS pendidikan institusi masing-masing sebagai wahana pendidikan selama menjalani masa studi.
Dilaporkan bawa 2.716 dari 12.121 (22,4 persen) calon dokter spesialis atau biasa disebut residen mengalami gejala depresi. Bahkan, ratusan di antaranya (3,3 persen) dilaporkan memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup.
Tingginya tekanan akademik dan beban pelayanan, ditambah dengan fenomena perundungan senior terhadap junior, disebut-sebut sebagai penyebab utama.
"Meskipun sumber dari Kemenkes menyatakan perlunya penelitian dan evaluasi lebih lanjut, tetapi hasil survei yang dini dan telah dipublikasikan ini telah menjadi perhatian utama pada dunia pendidikan, terutama para pelaksana PPDS dan PPDGS di berbagai Institusi Pendidikan di Indonesia," tambah Irna.
Pertanyaan dalam Kuesioner PHQ-9
Terkait penggunaan metode Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9), ini adalah instrumen psikometri yang sering digunakan untuk skrining deteksi dini depresi di fasilitas kesehatan primer.
Kuesioner PHQ-9 terdiri dari sembilan pertanyaan pendek. Yakni, dalam dua minggu terakhir, seberapa sering Anda terganggu oleh masalah-masalah berikut:Â
- Kurang berminat atau bergairah dalam melakukan apapun.
- Merasa murung, sedih, atau putus asa.
- Sulit tidur atau mudah terbangun, atau terlalu banyak tidur.Â
- Merasa lelah atau kurang bertenaga.Â
- Kurang nafsu makan atau terlalu banyak makan.
- Kurang percaya diri — atau merasa bahwa Anda adalah orang yang gagal atau telah mengecewakan diri sendiri atau keluarga.
- Sulit berkonsentrasi pada sesuatu, misalnya membaca koran atau menonton televisi.Â
- Bergerak atau berbicara sangat lambat sehingga orang lain memperhatikannya. Atau sebaliknya; merasa resah atau gelisah sehingga Anda lebih sering bergerak dari biasanya.
- Merasa lebih baik mati atau ingin melukai diri sendiri dengan cara apapun.
"Meskipun telah banyak studi yang menunjukkan efektivitas dan keunggulannya, tetapi pengaplikasiannya secara klinis masih menjadi subjek perdebatan di kalangan para ahli," kata psikiater di Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Shelly Iskandar, PhD.
Advertisement