Gejala DBD Berubah pada Tubuh Penyintas COVID-19 karena Reaksi Imunologi

Kemenkes memperoleh beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19, salah satunya berasal dari Kota Bandung, Jawa Barat.

oleh Tim Health diperbarui 06 Mei 2024, 06:24 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2024, 06:03 WIB
Ilustrasi nyamuk demam berdarah (DBD)
Ilustrasi nyamuk demam berdarah (DBD). (Photo by FotoshopTofs on Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Pada tubuh seseorang yang pernah terinfeksi COVID-19, ada sejumlah perubahan gejala penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh reaksi imunologi, seperti dikonfirmasi Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan Imran Pambudi.

"Memang ada beberapa laporan yang menunjukkan ada perubahan gejala DBD setelah pandemi COVID-19. Hal ini memang terkait perubahan reaksi imunologi yang terjadi pada tubuh seseorang yang pernah terinfeksi COVID-19," ujar Imran di Jakarta, Jumat, dilansir ANTARA.

Imran mengatakan, Kemenkes memperoleh beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19, salah satunya berasal dari Kota Bandung, Jawa Barat.

Dinas kesehatan setempat mendeteksi tanda-tanda DBD yang tidak biasa dikenali pada pasien seperti tidak ada gejala bintik merah dan mimisan yang selama ini menjadi pertanda serius di kalangan penderita DBD.

Bintin merah dan mimisan usai digigit nyamuk Aedes aegypti, kata Imran, merupakan gejala klasik yang tidak selalu muncul pada penderita DBD di era pandemi sekarang.

Pada kasus demam berdarah, bintik merah biasanya timbul pada hari ketiga dan berlangsuung selama dua minggu hingga tiga hari berikutnya. Bintik tersebut akan berkurang pada hari keempat dan kelima, lalu hilang pada hari keenam.

"Gejala tanda merah di kulit dan mimisan adalah gejala klasik yang timbul saat trombosit kurang dari 100.000 per mikrolter," katanya. 

 

Gejala Baru DBD

Gejala terbaru lainnya yang juga menandai DBD, kata Imran, adalah demam yang tak kunjung mereda, dari sebelumnya berkisar empat hingga 10 hari setelah gigitan nyamuk.

Alat diagnostik DBD di Indonesia, kata Imran, saat ini relatif lebih maju dalam mendeteksi DBD secara akurat. Salah satunya dengan menggunakan rapid antigen (NSI). Oleh karena itu, diagnosis tidak lagi menunggu gejala-gejala klasik muncul.

"Sehingga kita tidak menunggu gejala-gejala klasik itu muncul yang kadang malah membuat keterlambatan penanganan. Bila ada demam tinggi disertai nyeri-nyeri badan agar segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan untuk dicek menggunakan NS1," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya