Jangan Kira Hipertensi Hanya Penyakit Orang Tua, Dokter Ungkap Usia Muda Juga Bisa Kena Hipertensi

Dokter mengatakan bahwa kini hipertensi tidak mengenal usia, mulai dari usia anak-anak sampai lansia bisa mengalami hipertensi.

oleh Rahil Iliya Gustian diperbarui 31 Jul 2024, 20:00 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2024, 20:00 WIB
Sudah makan tiga obat yang diberikan dokter tapi hipertensi tetap tak terkontrol. Bisa jadi itu merupakan hipertensi resisten. (Foto: Freepik)
Kini hipertensi tidak mengenal usia, mulai dari usia anak-anak, dewasa muda, remaja, sampai lansia bisa mengalami hipertensi.. (Foto: Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Dokter spesialis penyakit dalam, RA Adaninggar Primadia Nariswari, mengatakan bahwa kini hipertensi tidak mengenal usia, mulai dari usia anak-anak, dewasa muda, remaja, sampai lansia bisa mengalami hipertensi.

"Jadi jangan dikira hipertensi itu hanya penyakit orang tua, sekarang dengan berubahnya gaya hidup dan perubahan jaman, penyakit-penyakit yang dulu dikatakan sebagai penyakit orang tua itu saat ini pada anak-anak pun sudah bisa terjadi," kata dokter yang akrab disapa Ning dalam siaran langsung Instagram Kementerian Kesehatan RI pada Jumat, 26 Juli 2024.

Hipertensi adalah kondisi tekanan darah yang lebih dari batas normal. Tekanan darah yang cenderung selalu naik ini biasanya diatas 140/90 mmHg.

Ning menjelaskan bahwa hipertensi, terutama hipertensi primer, 90 persen penyebabnya adalah karena gaya hidup.

"Jadi kalau melihat life style, siapa pun bisa terkena hipertensi, tidak hanya usia lanjut tapi mulai dari remaja, dewasa muda, hingga lansia bisa mengalami hipertensi," ujarnya seperti dikutip pada Selasa, 30 Juli 2024.

Hipertensi primer bahkan juga bisa terjadi pada anak-anak, terutama anak yang mengalami obesitas dan diabetes.

"Seperti yang kita ketahui bahwa anak-anak yang mengalami obesitas dan diabetes sekarang juga meningkat, nah ini biasanya diikuti juga dengan hipertensi," ungkap Ning.

Untuk hipertensi sekunder, Ning menjelaskan biasanya juga lebih sering terjadi pada usia muda karena ada yang penyebabnya adalah karena kelainan hormon.

"Hipertensi sekunder biasanya disebabkan oleh penyakit, seperti gangguan ginjal atau masalah hormonal tertentu. Apabila penyakit dasarnya diobati, hipertensi biasanya juga akan ikut sembuh," ujar Ning.

 

 

Apa Saja Faktor Risiko Hipertensi?

Ning menjelaskan bahwa faktor risiko hipertensi terbagi menjadi dua kategori, yaitu yang bisa diubah dan yang tidak bisa diubah.

"Faktor risiko yang tidak bisa diubah termasuk genetik, yaitu keturunan dari orang tua yang memiliki hipertensi," ujar Ning.

Selain itu, usia juga termasuk faktor risiko yang tidak bisa diubah karena semakin bertambahnya usia, Ning menyebutkan pembuluh darah juga anak menjadi semakin kaku, yang bisa menjadi penyebab hipertensi.

Lebih lanjut, Ning menjelaskan faktor risiko yang bisa diubah sebagian besar berkaitan dengan gaya hidup.

"Ini termasuk pola makan yang tidak sehat, kurang aktivitas fisik seperti jarang berolahraga yang akhirnya menyebabkan overweight dan obesitas," jelasnya.

Kebiasaan buruk seperti merokok, minum alkohol, serta begadang atau tidak mampu mengelola stres dengan baik juga merupakan faktor risiko yang bisa diubah.

"Jika penyebab hipertensi karena faktor risiko yang tidak bisa diubah lebih dominan, itu memang lebih sulit. Namun, jika faktor risiko gaya hidup yang lebih besar, maka dengan memperbaiki gaya hidup, risiko hipertensi bisa berkurang."

Apa Saja Tanda & Gejala Hipertensi?

Ning menjelaskan bahwa hipertensi primer sering kali tidak menunjukkan tanda dan gejala, sehingga sering disebut sebagai silent killer.

"Kebanyakan orang dengan hipertensi tidak menyadarinya karena tidak bergejala. Kita tidak akan tahu apakah kita hipertensi atau tidak tanpa memeriksa tekanan darah," ungkap Ning.

Namun, Ning menambahkan beberapa orang dengan ambang nyeri yang rendah mungkin merasakan gejala ketika tekanan darah mereka naik.

"Memang ada sedikit orang yang memiliki ambang nyeri yang rendah, misalnya tensi agak naik sedikit dia mengalami sakit kepala, atau tengkuknya biasanya nyeri, pusing dan berputar, nah itu bisa dialami oleh beberapa orang yang memang ambang batas nyeri nya itu rendah, orang yang sensitif," jelasnya.

Ning juga menekankan bahwa rasa nyeri di tengkuk belum tentu merupakan gejala hipertensi.

"Harus dipastikan dengan pengukuran tekanan darah," tegasnya.

Sementara itu, hipertensi sekunder biasanya memiliki gejala yang terkait dengan penyakit dasar yang menyebabkannya.

"Jika hipertensi disebabkan oleh penyakit ginjal, misalnya, gejala-gejalanya akan berkaitan dengan penyakit ginjal tersebut," jelas Ning.

Berapa Jenis Hipertensi?

Ning menjelaskan bahwa hipertensi terbagi menjadi dua jenis, yaitu hipertensi esensial atau primer, dan hipertensi sekunder.

"Untuk hipertensi primer, penyebabnya multifaktor, mulai dari faktor genetik, gaya hidup, hingga faktor lingkungan. JAdi, jika orang tua memiliki hipertensi, belum tentu anaknya akan mengalami hal yang sama, karena faktor penyebabnya sangat beragam," jelasnya.

Meskipun seseorang memiliki kecenderungan genetik untuk hipertensi, tapi menjalani pola hidup sehat, belum tentu akan mengalami hipertensi juga.

"Faktor paling dominan untuk hipertensi primer adalah gaya hidup dan genetik," ujar Ning.

Sementara itu, hipertensi sekunder biasanya disebabkan karena penyakit tertentu. Ning mengatakan jika penyakit penyebabnya diketahui dan diobati, hipertensi ini bisa sembuh.

"Namun, hipertensi sekunder hanya mencakup sekitar 10 persen dari total kasus hipertensi, dan jika penyakit dasarnya diobati, hipertensinya biasanya akan ikut sembuh."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya