Ramai Tagar Kabur Aja Dulu, Apa Pindah ke Luar Negeri Solusi atau Pelarian Semata?

Ini adalah bentuk kekecewaan warga terutama anak muda pada berbagai hal termasuk yang menyangkut peluang kerja dan iklim politik yang dinilai kurang memihak pada mereka.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 14 Feb 2025, 18:30 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2025, 18:30 WIB
Pandangan Psikolog Soal Tagar Kabur Aja Dulu, Apa Bisa Jadi Solusi dari Keresahan Pemuda Indonesia?
Pandangan Psikolog Soal Tagar Kabur Aja Dulu, Apa Bisa Jadi Solusi Keresahan Pemuda Indonesia? Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Belakangan ini, tagar "Kabur Aja Dulu" (#KaburAjaDulu) marak digunakan di media sosial, terutama X. Tagar ini mencerminkan keresahan anak muda terhadap berbagai isu, mulai dari sulitnya mencari pekerjaan hingga kondisi politik yang dinilai kurang berpihak pada mereka.

Secara sederhana, tagar #KaburAjaDulu merujuk pada keinginan anak muda untuk meninggalkan Indonesia dan mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri, baik dari segi karier, pendidikan, maupun standar hidup.

Menurut Psikolog Klinis Fifi Pramudika, tagar "Kabur Aja Dulu" memang sedang trending akhir-akhir ini. Fenomena ini bukan sekadar tren media sosial, tetapi bisa dipahami sebagai bagian dari mekanisme psikologis dalam menghadapi tekanan sosial dan ekonomi.

"Kalau kita lihat, ini sebenarnya bukan sekadar tagar, tapi bentuk respons terhadap kondisi yang sedang tidak menentu, baik secara ekonomi maupun sosial," kata Fifi kepada Health Liputan6.com lewat sambungan telepon, Jumat (14/2/2025).

Lantas, apakah #KaburAjaDulu bisa menjadi solusi dari keresahan para pemuda?

"Yang namanya tagar, kalau hanya sebatas aspirasi tanpa ada tindakan konkret, ya dia enggak bisa jadi solusi. Tapi kalau kita bicara apakah ke luar negeri bisa mengatasi rasa frustrasi terhadap situasi di dalam negeri, ini perlu disikapi dengan hati-hati. Karena pada dasarnya, ini berangkat dari ketidakpuasan terhadap tata kelola negara," jelas Fifi.

Fight or Flight: Kabur sebagai Mekanisme Coping

Dalam psikologi, ada teori fight-or-flight response. Ini adalah mekanisme alami manusia dalam menghadapi situasi penuh tekanan: memilih untuk melawan (fight) atau menghindar (flight).

Menurut Fifi, fenomena #KaburAjaDulu bisa dipahami sebagai bentuk flight response, yaitu ketika seseorang merasa kondisi dalam negeri sudah terlalu sulit untuk diperbaiki, maka pilihan terbaik yang mereka lihat adalah pergi.

"Dalam banyak kasus, ketika seseorang merasa tidak berdaya menghadapi situasi, seperti ketidakpastian ekonomi atau politik, insting dasarnya adalah keluar dari lingkungan itu. Ini adalah bentuk coping yang umum, tapi bukan berarti selalu solusi terbaik," kata Fifi.

Namun, flight response ini bukan berarti sekadar lari tanpa arah. Dalam beberapa kasus, mencari peluang di luar negeri bisa menjadi strategi adaptasi yang lebih rasional, terutama jika dilakukan dengan perencanaan yang matang.

Pindah ke Luar Negeri Perlu Pertimbangan Matang

Fifi menambahkan, dalam beberapa kasus, pindah ke luar negeri memang bisa membuka peluang baru, baik dalam hal pekerjaan, pendidikan, maupun kehidupan yang lebih baik.

"Tapi yang perlu dipahami juga, hidup di luar negeri enggak selalu semudah yang dibayangkan. Banyak negara juga sedang menghadapi gejolak ekonomi, sosial, dan politik. Jadi, kalau mau pindah, harus ada perhitungan matang," jelasnya.

Tantangan lain yang sering kali diabaikan adalah faktor budaya dan psikologis. Orang yang pindah ke luar negeri akan menghadapi perbedaan bahasa, kebiasaan sosial, hingga jarak yang jauh dari keluarga. Ini bisa menjadi tantangan besar jika tidak dipersiapkan dengan baik.

"Orang enggak bisa asal kabur tanpa rencana. Jangan sampai sudah ke luar negeri, tapi malah bingung mau ngapain," tambah Fifi.

Menurut Fifi, tantangan terbesar bagi orang yang pindah ke luar negeri justru bukan hanya soal pekerjaan atau keuangan, tetapi soal adaptasi psikologis.

"Banyak orang berpikir kalau sudah pindah, hidup pasti lebih baik. Padahal, realitanya bisa jauh berbeda. Rasa kesepian, culture shock, atau bahkan diskriminasi bisa menjadi tantangan besar yang harus dihadapi," katanya.

Rencanakan Secara Seksama

Fifi menekankan bahwa jika seseorang benar-benar ingin pindah ke luar negeri, mereka harus memiliki rencana yang jelas.

"Orang yang ingin pindah harus tahu dulu alasannya. Mau kerja? Mau sekolah? Setelah itu, baru cari tahu opsi dan peluang yang ada, apakah dari jalur beasiswa, pekerjaan, atau lainnya," jelasnya.

Tanpa persiapan yang matang, pindah ke luar negeri justru bisa menjadi bumerang. Banyak orang yang akhirnya mengalami kesulitan karena tidak memperhitungkan tantangan yang ada, seperti perbedaan sistem kerja, biaya hidup, hingga regulasi imigrasi.

"Jadi, enggak bisa sekadar ‘Ayo kabur aja dulu’ terus besoknya langsung berangkat. Harus ada strategi yang jelas supaya enggak berujung pada kekecewaan," tambah Fifi.

Sisi Positif dan Negatif Tagar #KaburAjaDulu

Fifi melihat bahwa fenomena ini seperti dua mata pisau. Di satu sisi bisa memperkenalkan Indonesia ke panggung dunia tapi sisi lain talenta terbaik Indonesia pergi.

"Di satu sisi, banyaknya orang Indonesia yang merantau ke luar negeri bisa memperkuat diaspora dan memperkenalkan Indonesia di panggung global. Bahkan, secara ekonomi, pekerja migran bisa berkontribusi dengan mengirimkan remitansi ke dalam negeri," jelasnya.

"Kalau semua talenta terbaik memilih pergi, siapa yang akan membangun Indonesia? Ini yang harus kita pikirkan bersama. Kalau fenomena ini terus terjadi tanpa ada perbaikan dalam negeri, bisa-bisa kita mengalami brain drain, di mana orang-orang terbaik kita justru berkontribusi untuk negara lain," kata Fifi.

Infografis Heboh Tagar Kabur Aja Dulu Bergema di Medsos.
Infografis Heboh Tagar Kabur Aja Dulu Bergema di Medsos. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya