Liputan6.com, Jakarta Tagar #KaburAjaDulu yang viral di media sosial terutama X mencerminkan keputusasaan sebagian masyarakat terhadap kondisi Indonesia. Di mana saat ini situasi penuh ketidakadilan, kesulitan ekonomi, minimnya lapangan pekerjaan hingga kebijakan politik yang tidak berpihak pada masyarakat.
Kondisi sulit tersebut pun membuat individu rentan stres, frustrasi dan overthinking karena merasa tidak mampu dalam mengendalikan situasi. Maka dari itu muncul harapan dengan bekerja atau sekolah di luar negeri untuk mendapatkan kehidupan dan kesejahteraan yang lebih baik.
Advertisement
Baca Juga
Seperti yang diungkapkan salah satu akun di X @Ju***Ekspor soal dirinya sudah pindah ke luar negeri karena beragam 'kekacauan' yang ia lihat di dalam negeri.
Advertisement
"Baru rame #KaburAjaDulu, gue udah bilang dari beberapa tahun lalu, Indonesia ini makin kacau. Bisnis makin ga sehat, permainan orang dalam, impor menggila, inflasi terus naik, gaji ga naik, kualitas hidup ga ada. Makanya gua pindah ke luar negeri, buka bisnis diluar negeri."
Health Liputan6com bertanya kepada Putri Nilam Bachry, M.Psi Psikolog tentang ramainya seruan #KaburAjaDulu. Menurutnya mencari peluang atau kesempatan yang lebih baik di luar negeri merupakan salah satu bentuk dari mekanisme pertahanan diri di tengah kondisi sulit.
"Sisi positif dari situasi (sulit) ini yakni upaya seseorang untuk mencari coping mechanism atau mekanisme pertahanan diri, yakni ketika individu mencari solusi untuk permasalahan yang dihadapi," kata psikolog yang sehari-hari praktik di Eka Hospital Pekanbaru, Riau ini via pesan suara.
Keputusan Stay atau Kabur Aja Dulu Harus Matang
Lebih lanjut, Nilam mengatakan tidak ada jawaban mutlak benar atau salah dari kabur aja dulu di tengah situasi saat ini. Keputusan untuk tetap berada di dalam negeri maupun ikut kabur aja dulu merupakan hak masing-masing individu.
Namun, Nilam mengingatkan agar dalam setiap keputusan memiliki alasan yang matang bukan cuma ikut-ikutan. Misalnya memutuskan untuk bekerja di luar negeri, pastikan sudah memikirikan sisi baik dan buruk, lalu dampak jangka panjang dan pendek. Lakukan refleksi diri terlebih dahulu sehingga betul-betul mengetahui keinginan.
Lalu, mengingat pindah ke negara lain adalah hal besar maka bila perlu berdiskusi terlebih dahulu dengan pasangan, keluarga, keluarga besar bahkan tenaga profesional. Sehingga keputusan yang diambil bukan sebagai bentuk pelarian tapi rasional.
Terpenting, kata Nilam, keputusan yangidambil membawa dampak positif dalam kehidupan dan kesejahteraan orang tersebut.
"Jadi, keputusan yang diambil tidak emosional atau karena mengikuti tren saja," katanya.
Advertisement
Kapan Seruan KaburAjaDulu Bermula?
Pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi mengungkapkan, tagar tersebut terlacak paling awal diunggah oleh akun @amouraXexa pada 8 Januari 2025. Namun waktu itu masih kecil sekali engagement yang ada.
"Baru viral setelah diangkat @hrdbacot pada 14 Januari 2025, lalu akun @berlianidris pada 6 Februari 2025," kata Ismail kepada Liputan6.com, Jumat (14/2/2025).
Ismail menilai #KaburAjaDulu ini sebagai reaksi frustrasi atas situasi di Indonesia yang dirasakan sebagian netizen. Mereka mencari informasi lowongan kerja, tips persiapan berangkat, risiko yang harus dipertimbangkan, dan perbandingan tinggal di Indonesia dengan luar negeri.
"Frustrasi netizen terhadap keadaan di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk ketidakpuasan ekonomi, kualitas hidup yang menurun, ketidakadilan sosial, kebijakan pemerintah yang tidak memadai, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik," kata dia.
Dari sisi umur, Ismail mengungkapkan, mereka yang meramaikan hashtag ini kebanyakan usianya antara 19-29 tahun sebesar 50.81%, lalu sebanyak 38.10% usianya kurang dari 18 tahun. Sedangkan dari segi gender, separuh lebih disampaikan oleh pria.
"Paling banyak dari kalangan laki-laki sebesar 59.92%, lalu perempuan 40.08%," lanjutnya.
