Ramai #KaburAjaDulu, Pakar: Cerminan Sikap Kritis dan Sindiran Generasi Muda untuk Situasi Sosial Politik Indonesia

Tagar “Kabur Aja Dulu” diartikan sebagai upaya penduduk Indonesia terutama anak muda untuk pergi ke luar negeri guna mendapat kehidupan yang lebih baik.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori Diperbarui 24 Feb 2025, 16:00 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2025, 16:00 WIB
Tren #KaburAjaDulu, Pakar: Cerminkan Sikap Kritis dan Sindiran Generasi Muda untuk Situasi Sosial Politik Indonesia
Tren #KaburAjaDulu, Pakar: Cerminkan Sikap Kritis dan Sindiran Generasi Muda untuk Situasi Sosial Politik Indonesia. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Tren #KaburAjaDulu menghiasi jagat sosial media beberapa minggu belakangan.  Seruan “Kabur Aja Dulu” di media sosial diartikan sebagai upaya penduduk Indonesia terutama anak muda untuk pergi ke luar negeri guna mendapat kehidupan yang lebih baik.

Dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan dari Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Hempri Suyatna menanggapi soal viralnya tagar ini.

“Adanya fenomena #KaburAjaDulu mencerminkan sikap kritis dan sindiran generasi muda terhadap situasi sosial politik yang terjadi di tanah air saat ini. Situasi di dalam negeri dianggap kurang menguntungkan dan negara dianggap “kurang hadir” dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi rakyat,” kata Hempri mengutip laman UGM, Senin (24/2/2025). 

“Dalam konteks pengetahuan, misalnya ada kekhawatiran bahwa efisiensi anggaran akan menyebabkan masa depan Pendidikan terancam sehingga mendorong generasi muda untuk memilih ke luar negeri, baik untuk bekerja maupun menempuh studi,” tambahnya.

Bagi Hempri, tagar ini bisa dilihat dari dua sisi. Dari sisi positif, tagar ini bisa menjadi peluang bagi diaspora berkarya di luar negeri kemudian kembali ke Tanah Air untuk mendukung pembangunan Indonesia. 

“Saya kira diperlukan ekosistem dan dukungan yang menarik sehingga para diaspora yang di luar negeri dapat kembali ke Indonesia,” ujarnya.

 

Sisi Negatif #KaburAjaDulu

Sementara, sisi negatif #KaburAjaDulu yakni bisa menjadi ancaman jika para diaspora ini tidak kembali ke Tanah Air. Pasalnya, bangsa ini masih kekurangan tenaga-tenaga terampil sehingga memicu ketimpangan ekonomi antar negara dan lambatnya akselerasi pembangunan di Indonesia.

“Ekosistem inovasi dan riset di Indonesia belum sepenuhnya baik. Baik dari insentif, gaji, dukungan regulasi, hak cipta dan sebagainya,” ujarnya.

Kondisi ini, sambung Hempri, menyebabkan banyak ilmuwan muda menjadi kurang tertarik untuk mengembangkan karier di dalam negeri. Apalagi dukungan atas hilirisasi inovasi juga masih kurang sehingga banyak karya-karya yang tidak terimplementasikan dengan baik ke masyarakat.

 

Hadapi Tantangan Brain Drain

Hempri berpendapat, dalam menghadapi tantangan brain drain atau perginya Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dari dalam ke luar negeri, harus ada dukungan penganggaran dari hilirisasi riset dan inovasi. Serta, pembukaan lapangan kerja yang cukup bagi anak muda di tengah bonus demografi.

Di samping adanya kebijakan pemberian insentif dan apresiasi terhadap inovasi-inovasi pada generasi muda.

“Dukungan atas hilirisasi inovasi baik dalam bentuk pasar maupun pemberian intellectual property,” ujarnya.

 

Mengenal Brain Drain

Sebelumnya, munculnya tagar “Kabur Aja Dulu” ini membuat Psikolog Anak Seto Mulyadi teringat dengan istilah brain drain.

Istilah ini merujuk pada hijrahnya orang dengan kemampuan tinggi ke negara lain karena tak terfasilitasi di negaranya.

“Saya sering dengar juga istilah brain drain ya, kasus-kasus fenomena kaburnya para intelektual, tokoh-tokoh muda yang energik yang kreatif tapi tidak mendapatkan tempat untuk berkembang. Akhirnya mereka mempertajam kemampuannya ke tempat lain, tapi mereka tetap memiliki nasionalisme yang tinggi sehingga pada saatnya dia akan kembali ke Tanah Air,” jelasnya kepada Health Liputan6.com lewat sambungan telepon Sabtu (15/2/2025).

Seto memberi contoh brain drain dengan tokoh B. J. Habibie, Presiden ke-3 Indonesia.

“Kita lihat seperti Pak Habibie yang cukup lama di Jerman, kemudian mungkin tokoh-tokoh lain juga. Mereka nasionalismenya tetap tinggi,” kata pria yang akrab disapa Kak Seto.

Seto menilai, istilah tersebut memiliki kemiripan dengan #KaburAjaDulu. Jika dilihat dari pilihan katanya, ada kata “dulu” yang artinya tidak selamanya.

“Ada unsur ‘dulu’ kabur aja dulu tuh ya sementara aja, kabur dulu sebentar tapi akan kembali lagi itu yang harus digarisbawahi. Kecuali kalau tagarnya ‘Kabur Aja Ah’ jadi ya udah enggak mau balik lagi misalnya,” ucap Seto.

Infografis Heboh Tagar Kabur Aja Dulu Bergema di Medsos.
Infografis Heboh Tagar Kabur Aja Dulu Bergema di Medsos. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya