4 Macam-Macam Kalimat Tauhid yang Memahamkan Perwujudan Allah SWT

Macam-macam kalimat tauhid yang membantu memahami perwujudan Allah SWT.

oleh Laudia Tysara diperbarui 27 Apr 2020, 12:15 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2020, 12:15 WIB
Mencari Berkah di Akhir Ramadan
Umat muslim membaca Al-Quran pada hari ke-28 bulan suci Ramadan di Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (12/6). Sejumlah umat muslim meningkatkan ibadah mereka dengan melakukan itikaf di Masjid Istiqlal. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Macam-macam kalimat tauhid merupakan kalimat yang diucapkan oleh para Nabi dan Rasul sejak Nabi Adam sampai saat ini. Kalimat tauhid ini juga banyak diucapkan oleh para raja dan jelata, yang kaya dan yang fakir, para pelaku ketaatan, dan pelaku kemaksiatan.

Memahami macam-macam kalimat tauhid penting untuk dilakukan. Tujuannya agar kesaksian dihadapan Allah SWT bisa benar-benar diingat yakni sejak sebelum kita terlahir ke dunia, yakni ketika tidak ada satupun manusia yang benar-benar terhapus ingatannya akan perjanjian ini (fitrah).

Dan (ingatlah) ketika Rabb-mu mengeluarkan dari sulbi anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka, `Bukankah Aku ini Rabb-mu?' Mereka menjawab, 'Betul, kami bersaksi'. (QS Al-A'raaf: 172).

Kalimat tauhid ini banyak pula diucapkan manusia dari Syam hingga Jazirah Arab, dari al-Maghribi hingga Industan, dari Yaman hingga Mesopotamia, dari ujung Eropa hingga nusantara. Begitu mulianya macam-macam kalimat tauhid ini hingga ketika seseorang mengucapkannya maka haram untuk menumpahkan darahnya.

Berikut penjelasan macam-macam kalimat tauhid yang sudah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (27/4/2020).

1. Macam-Macam Kalimat Tauhid: “Laa ilaha Illa Allah”

Semarak Ramadan di Masjid Agung Sanaa
Seorang pria membaca Al-Quran selama bulan Ramadan di Masjid Agung Sanaa, Yaman, Minggu (26/4/2020). Masjid Agung Sanaa bagian dari Situs Warisan Dunia UNESCO. (Mohammed HUWAIS/AFP)

Kalimat tauhid ini, merupakan penghayatan pertama bagi para pejalan Sufi. Dengan lebih menghayatinya maka sama dengan kita telah meng-Esakan Allah SWT.  Hal pertama yang perlu dilakukan adalah penisbian atas selain Allah SWT sehingga diri benar-benar haq al-yaqin. Dalam artian bisa benar-benar meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT.

Hingga membuat seseorang benar-benar memiliki keyakinan, bahwa hanya Allahlah Sang Pencipta, Sang Pemberi, dan Sang Pengatur segala yang ada di alam semesta. Tentu bagi orang yang memiliki keyakinan demikian rasa takut dan rasa harapnya hanya kepada Allah semata.

Mereka memahami batas antara Pencipta dan yang diciptakan, Allah lebih diproyeksikan sebagai zat yang Maha Menghukum bagi pelaku kejahatan, dan di sisi yang lain sebagai zat yang Maha Pengasih dan Penyayang bagi pelaku kebaikan. Sangat jelas pula yang baik menurut Allah SWT dan yang buruk menurut Allah SWT. Tentu saja, semua manusia harus mengikuti ketentuan tersebut.

2. Macam-Macam Kalimat Tauhid: “Laa ilaha Illa Huwa”

Semarak Ramadan di Masjid Agung Sanaa
Sejumlah pria membaca Al-Quran selama bulan Ramadan di Masjid Agung Sanaa, Yaman, Minggu (26/4/2020). Masjid Agung Sanaa merupakan salah satu masjid pertama yang dibangun atas perintah Nabi Muhammad SAW. (Mohammed HUWAIS/AFP)

Orang yang sudah sampai pada penghayatan kalimat ini, penggambaran tentang Allah SWT berbeda dengan yang sebelumnya. Posisi Allah SWT menjadi kabur, tetapi Allah menjadi sesuatu zat yang pasti “ada’. Namun perlu diketahui juga, dalam level perwujudnya hanya Allah SWT yang tahu segalanya.

Hal ini berarti pula, karena hanya Allah SWT yang tau tentang dirinya, maka Allah SWT suci dari proyeksi pikiran manusia. Anggapan tentang Allah SWT menurut Ibnu Araby, bahwa sucinya Allah adalah kondisi di mana Allah hanya dapat ditunjuk dengan kata “Dia” (Huwa) yang sendiri.

“Dia” yang keberadaan dan kesendiriannya tidak dapat dilukiskan karena kesendirian-Nya, sehingga “Dia” satu-satunya, yang berhak memiliki wujud dan disebut sebagai wujud, sementara yang selainnya hanyalah maujudaat.

3. Macam-Macam Kalimat Tauhid: “Laa ilaha Illa Anta”

Semarak Ramadan di Masjid Agung Sanaa
Seorang pria membaca Al-Quran selama bulan Ramadan di Masjid Agung Sanaa, Yaman, Minggu (26/4/2020). Kaligrafi dan dekorasi merupakan kekhasan Masjid Agung Sanaa. (Mohammed HUWAIS/AFP)

Orang yang sampai pada penghayatan kalimat tauhid ini, memandang semua yang ada di alam semesta ini adalah Allah SWT. Bagi mereka, Allah SWT benar-benar hadir dan kehadiran Allah benar-benar nyata dirasakan oleh kesejatian ruhnya.

Dalam setiap entitas ada Allah SWT tentu tanpa memandang seperti apa wujudnya, benda yang terlihat hidup, maupun yang terlihat mati. Kemudian yang terlihat indah maupun yang terlihat buruk, dan yang tampak mulia maupun yang dianggap berada dalam kehinaan.

Orang yang sudah sampai pada penghayatan kalimat tauhid ini, tentu meyakini bahwa semua yang ada di alam semesta memang dalam “kesatuan”. Dan meyakini pula bahwa satuan wujud yang paling nampak yaitu benda yang tersusun dari satuan terkecil yang bernama molekul, satuan terkecil dari molekul adalah atom.

Kemudian partikel merupakan satuan terkecil dari atom dan satuan terkecil dari partikel adalah realitas quanta. Sedangkan yang paling halus yakni quark, semakin kecil susunannya, getarannya justru lebih konsisten dan cepat. Seorang ahli fisika mengatakan alam semesta adalah realitas energi yang menyatu dan sama-sama mempunyai getaran energi magnetik. Fakta getaran energi ini dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa di langit dan di bumi semuanya bertasbih menyebut nama Allah SWT.

4. Macam-Macam Kalimat Tauhid: “Laa ilaha Illa Ana”

Semarak Ramadan di Masjid Agung Sanaa
Seorang pria membaca Al-Quran bersama putrinya selama bulan Ramadan di Masjid Agung Sanaa, Yaman, Minggu (26/4/2020). Masjid Agung Sanaa bagian dari Situs Warisan Dunia UNESCO. (Mohammed HUWAIS/AFP)

Sebuah titik penghayatan yang paling dalam tentang Allah SWT. Al-Hallaj mengatakan “Ana al-Haq” dan Syek Siti Jenar mengatakan “Manunggaling Kaulo Gusti”, yang ia katakan ketika mengalami puncak ektase kesatuan dengan Allah. Sebuah perkataan yang paradok pada zamannya, hanya untuk menjelaskan “aku dalam Allah, dan Allah dalam aku”.

Dalam hadits Qudsy juga dikatakan, “ana inda dzonni ‘abdy” (Saya menurut apa yang hambaku sangkakan). Dengan demikian, jika “sangkaan” manusia yang menjadi barometer proyeksi tentang Allah, secara otomatis manusia sudah menarik konsep Allah pada level “Ana” (Saya).

Maka, sebagaimana hadits Qudsy tersebut tentu sebenarnya manusialah yang mendesain seperti apa Allahnya dalam pikiran dan perasaanya. Dari sinilah yang menentukan cara pikirnya. Disadari atau tidak, sebenarnya cara berpikir inilah yang menentukan cara pandang. Sedangkan dari cara pandang inilah, perjalanan hidup manusia ditentukan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya