Nepotisme Adalah Utamakan Orang Dekat, Ketahui Ciri dan Konsekuensi Hukumnya

Berikut adalah pengertian nepotisme, lengkap dengan ciri dan konsekuensi hukum yang menanti pelaku.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 22 Jul 2022, 10:05 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2022, 10:05 WIB
BEM SI
Massa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) berunjuk rasa di sekitar DPR RI, Jakarta, Selasa (1/10/2019). Massa menuntut upaya pemberantasan korupsi kolusi nepotisme (KKN), hak rakyat untuk berpendapat, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Nepotisme adalah salah satu contoh praktik penyalahgunaan kekuasaan, di mana pihak yang berwenang lebih mengutamakan kepentingan orang dekat seperti keluarga atau teman daripada kepentingan umum.

Di Indonesia, nepotisme adalah suatu praktik yang dianggap sebagai pelanggaran hukum yang bisa membuat pelaku dikenai konsekuensi hukum. Aturan yang mengatur tentang nepotisme tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dan Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Dalam undang-undang tersebut tersirat makna penindakan pada kolusi dan nepotisme terlebih dahulu sebagai upaya mencegah tindak pidana korupsi. Dengan kata lain, nepotisme adalah suatu praktik yang sangat dilarang di Indonesia.

Untuk memahami lebih dalam mengenai nepotisme, penting untuk mengetahui sejumlah pengertian nepotisme, baik dari segi bahasa maupun dari sudut pandang hukum. Berikut adalah pengertian nepotisme, seperti yang telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (22/7/2022).

Pengertian Nepotisme

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nepotisme adalah perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat; atau kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah; atau tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan walaupun objek yang diuntungkan tidak kompeten.

Penjelasan tersebut mungkin belum cukup untuk menggambarkan apa sebenarnya nepotisme. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui pandangan untuk mengetahui lebih dalam mengenai pengertian nepotisme.

Menurut Komaruddin Hidayat, nepotisme adalah manajemen kepegawaian yang menggambarkan sistem pengangkatan, penempatan, penunjukan dan kenaikan pangkat atas dasar pertalian darah, keluarga atau kawan.

Pengertian nepotisme menurut Komaruddin Hidayat memiliki unsur-unsur yang mirip dengan pengertian nepotisme dari KBBI. Setidaknya ada sejumlah unsur yang terdapat dalam nepotisme, yakni yang berkaitan dengan pangkat dan jabatan dalam sistem pemerintahan, serta hubungan kedekatan dengan sana saudara, keluarga, maupun teman.

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, nepotisme adalah praktik yang dilarang dan melanggar hukum. Hukum mengenai praktik nepotisme sendiri telah diatur dalam UUD RI UUD RI No. 28 Tahun 1999 Pasal 1 angka 5, tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Dalam pasal tersebut juga memuat pengertian dari nepotisme. Menurut UUD RI No. 28 Tahun 1999 Pasal 1 angka 5, nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.

Konsekuensi Hukum

FOTO: KPK Perpanjang Masa Penahanan Oon Nusihon
Tersangka dugaan suap pengurusan IMB apartemen di Yogyakarta, Oon Nusihono saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/6/2022). Masa penahanan VP Real Estate PT Summarecon Agung (SA) Tbk, Oon Nusihono diperpanjang KPK terkait dugaan suap yang juga melibatkan mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Seperti yang tertulis dalam undang-undang, nepotisme adalah suatu praktik yang melawan hukum karena lebih mengutamakan kepentingan pribadi, golongan, dan orang dekat, dibandingkan kepentingan umum, masyarakat, bangsa, dan negara.

Oleh karena itu konsekuensi hukum jelas telah menanti para pelaku praktik nepotisme. Setidaknya ada dua konsekuensi hukum yang menanti para pelaku nepotisme.

Menurut Pasal 22 UU No. 28 Tahun 1999, penyelenggara yang terbukti melakukan praktik nepotisme, akan dikenai konsekuensi hukum seperti berikut:

- sanksi kurungan penjara paling singkat selama 2 tahun, dan paling lama 12 tahun, serta

- denda sedikitnya Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Berikut adalah bunyi Pasal 22 UU No. 28 Tahun 1999, "Setiap Penyelenggara Negara atau Anggota Komisi Pemeriksa yang melakukan nepotisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)."

Ciri-Ciri Nepotisme

Agar bisa turut serta dalam memberantas praktik nepotisme dan terhindar dari pelanggaran hukum tersebut, penting bagi kita untuk mengetahui ciri-cirinya. Berikut adalah ciri-ciri nepotisme:

1. Nepotisme adalah biasanya dilakukan secara otoriter.

2. Nepotisme adalah posisi yang didapat dalam pekerjaan, tidak sesuai dengan kemampuan atau keahlian.

3. Nepotisme adalah dipengaruhi oleh hubungan keluarga atau kedekatan.

4. Nepotisme adalah memiliki kecenderungan kurang atau tidak ada kejujuran dalam menjalankan amanat yang kerap diberikan.

5. Nepotisme adalah menghalangi kesempatan bagi seseorang yang memiliki hak dan kemampuan mumpuni.

6. Nepotisme adalah menciptakan adanya kesenjangan sosial.

7. Nepotisme adalah berisiko memunculkan kegiatan dalam pelaksanaan pekerjaan dan fasilitas umum.

8. Nepotisme adalah tindakan yang berisiko terjadi di manapun dan kapanpun.

Pegawai PD Pasar Jaya Demo di Depan Balai Kota
Sejumlah poster dalam unjuk rasa yang digelar oleh massa dari Serikat Pegawai PD Pasar Jaya di depan Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (31/1). Mereka menolak tenaga profesional PKWT & PKWTT yang Kolusi, korupsi, Nepotisme (KKN). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

1. Kasus Nepotisme Donald Trump

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menunjuk menantunya, Jared Kushner sebagai penasihat senior Gedung Putih. Jabatan ini diberikan sebagai penghargaan untuk suami Ivanka Trump tersebut, usai dia menunjukkan kemampuannya masuk ke dalam Gedung Putih dengan cara legal.

Pengusaha properti dan penerbit majalah yang saat ini masih usia 36 tahun ini dinobatkan sebagai anggota termuda di Gedung Putih.

Menantu Trump ini rela menanggalkan jabatannya untuk melayani dalam pemerintahan. Meski demikian, ada dugaan terpilihnya Kushner sebagai penasihat pemerintahan terkait dengan nepotisme. Karenanya, suami Ivanka sudah menyewa tim hukum jika ada yang menggugatnya.

Tindakan Trump ini bertentangan dengan undang-undang federal, di mana seorang Presiden dilarang untuk mempekerjakan kerabatnya di lingkungan pemerintahan. Peraturan ini dikeluarkan setelah Presiden John F Kennedy menunjuk kakaknya sebagai Jaksa Agung.

2. Kasus Nepotisme Turkmenistan

Presiden Turkmenistan Gurbanguly Berdymukhamedov Maret tahun lalu menunjuk putra semata wayangnya, Serdar, 36 tahun, sebagai Wakil Menteri Luar Negeri (Menlu). Sebelumnya Serdar menjabat sebagai Komite Hukum parlemen sejak Maret 2017. Sebelum menjadi anggota parlemen pada November 2016, Serdar adalah kepala divisi informasi Kementerian Luar Negeri.

3. Kasus Nepotisme Erdogan

Pada 2018, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menunjuk menantunya Berat Albayrak, sebagai Menteri Keuangan. Penunjukkan dilakukan setelah Erdogan dilantik sebagai presiden dalam lima tahun mendatang.

Albayrak sebelumnya menjabat Menteri Energi sejak 2015. Penunjukannya sebagai Menteri Keuangan dinilai mengguncang pasar. Nilai mata uang Lira Turki anjlok 2 persen.

Dilansir dari BBC, Albayrak digadang-gadang akan menggantikan Mehmet Simsek pakar ekonomi senior, yang juga menjabat sebagai Perdana Menteri di pemerintahan sebelumnya.

4. Kasus Nepotisme di Indonesia

Dilansir dari Merdeka.com, proses rekrutmen maupun mutasi jabatan aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS) masih menjadi salah satu permasalahan di Indonesia. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mendapat pengakuan dari banyak pihak soal adanya nepotisme dalam rekrutmen dan mutasi jabatan.

"Satu dari lima pegawai menyatakan bahwa terdapat nepotisme dalam penerimaan pegawai. Ini menjadi hal-hal yang perlu menjadi perhatian," ujar Alex dalam keterangannya, Jumat (15/10).

Menurutnya, pernyataannya itu bukan sekadar isapan jempol semata. Data tersebut diketahui dari survei penilaian integritas (SPI) KPK pada 2019. Survei SPI untuk mengukur tingkat integritas kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Lembaga antirasuah juga menemukan banyak tindakan suap dalam proses naik jabatan di instansi pemerintahan.

"Menyangkut jual beli jabatan, dan ini terkonfirmasi sekalian dari hasil survei SPI tahun 2019 yang menunjukkan 63 persen instansi itu faktanya ada suap dalam pengisian jabatan," ujar Alex.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya