Liputan6.com, Jakarta Pengertian wakaf adalah perbuatan hukum wakif (orang wakaf) untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian hartanya baik secara permanen atau untuk jangka waktu tertentu. Wakaf merupakan perbuatan hukum yang tentunya memiliki unsur-unsur dan dasar hukum dalam menjalankannya.
Baca Juga
Advertisement
Pengertian wakaf ini juga dijelaskan oleh beberapa ahli ulama fikih. Penjelasan dari beberapa ulama fikih tentunya membantu lebih memahami pengertian dari wakaf tersebut. Biasanya wakaf memberikan berupa tanah kosong atau bangunan jadi yang diperuntukkan bagi masyarakat sekitarnya. Beberapa contoh wakaf seperti tanah perkebunan, masjid, atau tanah kosong.
Singkatnya, pengertian wakaf ini adalah amal jariah. Pemberian ini termasuk sedekah jariah, yang dimana, tidak putus pahalanya selama terus bermanfaat bagi orang banyak. Meski tidak wajib, anjuran wakaf tercantum pada Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 92:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” [QS. Ali Imran: 92].
Berikut Liputan6.com merangkum dari berbagai sumber tentang pengertian wakaf, unsur-unsur hingga dasar hukumnya, Rabu (11/11/2020).
Pengertian Wakaf
Secara sederhana, pengertian wakaf adalah amalan yang luar biasa. Wakaf termasuk sedekah jariyah, yang dimana tidak putus pahalanya selama terus memberikan manfaat untuk banyak orang. Kata Wakaf berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Kata “Waqafa” berarti menahan atau berhenti atau diam di tempat atau tetap berdiri”.
Pengertian Wakaf Menurut Ahli Fikih :
Para ahli fikih, memiliki pandangan yang berbeda tentang pengertian dari wakaf tersebut. Pengertian wakaf menurt ahli fikih ini dilansir Liputan6.com dari situs Badan Wakaf Indonesia.
1. Abu Hanifah
Menurut Abu Hanifah, pengertian wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap di wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya.
Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah “menyumbangkan manfaat”. Oleh sebab itu mazhab Hanafi mendefinisikan wakaf adalah : “Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan datang”.
2. Mazhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakat tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya.
Perbuatan si wakif menjadi menfaat hartanya untuk digunakan oleh mustahiq (penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang.
3. Mazhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambal
Pengertian walah berikutnya dijelaskan menurut Mazhab Syafi’I dan Ahmad bin Hambal. Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan.
Jika wakif wakaf, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh warisnya. Wakif menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannnya kepada mauquf’alaih (yang diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak dapat melarang penyaluran sumbangannya tersebut. Apabila wakif melarangnya, maka Qadli berhak memaksa agar memberikannya kepada mauquf’alaih.
Advertisement
Dasar Hukum Wakaf
Secara umum tidak terdapat ayat al-Qur’an yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Wakaf adalah infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah.
Para faqih berpendapat hukum wakaf adalah mandub (mustahab), yaitu suatu perbuatan yang diberi pahala bagi pelakunya, tetapi tidak dijatuhi sanksi bagi yang meninggalkannya. Sumber masyru’ (legitimasi) wakaf dan sejarahnya dalam Islam adalah Al-Quran, Sunnah dan respons sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW.
Dalil-dalil yang dijadikan sandaran atau dasar hukum wakaf adalah:
Surat Ali-Imran ayat 92, yang artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apasaja yang kamunafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (QS. Ali-Imran: 92)
Surat Al-Baqarah ayat 267, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dariapa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu”. (QS. Al-Baqarah: 267).
Surat Al-Maidah ayat 2 yang artinya: “………Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (QS. Al-Maidah: 2).
Unsur dan Jenis Wakaf
Unsur Wakaf
Setelah menelaah tentang pengertian wakaf, berikutnya ini ulasan mengenai unsur wakaf. Kembali menilik pada pengertian wakaf, wakaf adalah amalan yang sangat luar biasa. Kata Wakaf berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Kata “Waqafa” berarti menahan atau berhenti atau diam di tempat atau tetap berdiri”.
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, unsur wakaf ada enam, antara lain wakif (pihak yang mewakafkan hartanya), nazhir (pengelola harta wakaf), harta wakaf, peruntukan, akad wakaf dan jangka waktu wakaf.
Wakif atau pihak yang mewakafkan hartanya bisa perseorangan, badan hukum, maupun organisasi. Jika perseorangan, ia boleh saja bukan muslim karena tujuan disyariatkannya wakaf adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan orang nonmuslim tidak dilarang berbuat kebajikan. Syarat bagi wakif adalah balig dan berakal.
Jenis Wakaf
Pengertian wakaf adalah amal jariah, yang dimana jenis wakaf menurut Ahmad Azhar Basyir wakaf dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1. Wakaf Ahli (keluarga atau khusus)
Wakaf ahli ialah wakaf yang ditujukan kepada orang orang tertentu, seorang atau lebih. Baik keluarga wakif atau bukan. Misal: “mewakafkan buku-buku untuk anak-anak yang mampu mempergunakan, kemudian cucu-cucunya.”
Wakaf semacam ini dipandang sah dan yang berhak menikmati harta wakaf adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.
2. Wakaf Khairi atau wakaf umum
Wakaf khairi ialah wakaf yang sejak semula ditujukan untuk kepentingan umum, tidak dikhususkan untuk orang-orang tertentu. Wakaf khairi ini sejalan dengan jiwa amalan wakaf yang amat digembirakan dalan ajaran Islam, yang dinyatakan bahwa pahalanya akan terus mengalir, sampai bila waqif telah meninggal, selagi harta wakaf masih tetap dapat diambil manfaatnya.
Wakaf ini dapat dinikmati oleh masyarakat secara luas dan dapat merupakan salah satu sarana untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat, baik dalam bidang sosial ekonomi, pendidikan, kebudayaan maupun keagamaan.
Advertisement
Syarat Wakaf
Syarat wakaf ini dibagi menjadi tiga yakni syarat orang yang berwakaf, syarat harta yang diwakafkan dan syarat pelaksanaan wakaf.
Syarat-syarat Orang yang Berwakaf (al-Waqif)
Adapun syarat-syarat al-waqif ada empat yaitu sebagai berikut:
Memiliki secara penuh harta, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki.Orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.Baligh.Orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
Syarat-syarat Harta yang Diwakafkan (al-Mauquf)
Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh;
Barang yang diwakafkan itu harus barang yang berharga,Harta yang diwakafkan itu harus diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah,Harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif),Berdiri sendiri,, artinya tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).
Syarat Pelaksanaan Wakaf
Wakaf adalah amalan yang tentunya harus dipenuhi syarat-syaratnya. Pelaksanaan wakaf dianggap sah apabila terpenuhi syarat-syarat, yaitu:
1. Wakaf harus orang yang sepenuhnya menguasai sebagai pemilik benda yang akan diwakafkan. Si Wakif tersebut harus mukallaf (akil baligh) dan atas kehendak sendiri.
2. Benda yang akan diwakafkan harus kekal dzatnya, berarti ketika timbul manfaatnya dzat barang tidak rusak. Harta wakaf hendaknya disebutkan dengan terang dan jelas kepada siapa dan untuk apa diwakafkan.
3. Penerima wakaf haruslah orang yang berhak memiliki sesuatu, maka tidak sah wakaf kepada hamba sahaya.
4. Ikrar wakaf dinyatakan dengan jelas baik dengan lisan maupun tulisan.
5. Dilakukan secara tunai dan tidak ada khiyar (pilihan) karena wakaf berarti memindahkan wakaf pada waktu itu. Jadi, peralihan hak terjadi pada saat ijab qobul ikrar wakaf oleh wakif kepada nadzir sebagai penerima benda wakaf.