Arti Umar Al Faruq dan Kisah Keteladanan Umar bin Khattab

Umar Al Faruq merupakan julukan untuk Sahabat Nabi Muhammad SAW, yang tak lain adalah Umar bin Khattab.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 16 Jun 2023, 15:00 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2023, 15:00 WIB
Kisah Umar bin Khattab
Kisah Umar bin Khattab

Liputan6.com, Jakarta Umar Al Faruq merupakan julukan untuk Sahabat Nabi Muhammad SAW, yang tak lain adalah Umar bin Khattab. Umar Al Faruq artinya adalah Umar sang Pembeda. Julukan Umar Al Faruq diberikan kepada Umar bin Khattab karena kecerdasan dan keberaniannya dalam membedakan yang hak dan yang bathil.

Adapun yang memberikan julukan Umar Al Faruq adalah Nabi Muhammad SAW sendiri. Selain keberanian dan kecerdasan Umar bin Khattab, tentu ada alasan lain yang membuat Nabi Muhammad SAW memberikan julukan Umar Al Faruq kepada sang sahabat.

Ada banyak kisah tentang Umar bin Khattab yang dapat dijadikan teladan dan pelajaran bagi kita sebagai umat Islam. Bahkan, selama menjadi khalifah dan yang berkuasa pada tahun 634 M hingga 644 M, banyak keputusan dan kebijaksanaan Umar Al Faruq yang dapat dijadikan pelajaran, termasuk ketika diberi gratifikasi oleh bawahannya.

Untuk mengenal lebih dalam sosok Umar Al Faruq atau Umar bin Khattab, berikut ulasan ulasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Jumat (16/6/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Makna Julukan Umar Al Faruq

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa julukan Umar Al Faruq diberikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada Umar bin Khattab. Julukan Umar Al Faruq diberikan berdasarkan kepribadian Umar bin Khattab yang luar biasa.

Umar bin Khattab merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang menjadi khalifah Muslim. Umar bin Khattab lahir di Kota Makkah dari Bani Adi yang merupakan bagian dari suku Quraisy. Nama lengkapnya adalah Umar bin al-Khattab bin Abdul Uzza. Umar, yang juga dikenal dengan Umar al Faruq, memiliki kecerdasan yang dia tunjukkan dengan kemampuan membaca dan menulis.

Julukan Umar Al Faruq yang melekat pada Umar menunjukkan kecerdasannya yang diakui oleh Rasulullah SAW dan umat Muslim lainnya. Gelar ini mencerminkan kemampuannya dalam membedakan antara yang benar dan yang salah, memisahkan hak dan bathil.

Dalam Islam, al-Faruq memiliki arti sebagai pembeda yang membedakan antara yang benar dan yang salah. Umar bin Khattab juga terkenal sebagai salah satu dari empat sahabat utama Nabi Muhammad SAW. Keberanian, ketegasan, dan keadilan adalah sifat-sifat yang melekat pada Umar al Faruq sebagai seorang pemimpin.

Sebelum mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan Rasulullah SAW, Umar bin Khattab adalah seorang penentang Islam yang sangat keras. Orang-orang Quraisy bahkan takut kepadanya. Namun, setelah Umar al-Faruq memeluk Islam, ia menjadi pembela Islam yang gigih.

Gelar Umar al-Faruq sebagai pembeda dapat dilihat dalam buku Biografi Umar bin Khattab karya Ali Muhammad ash-Shalabi. Al-Faruq menggambarkan kemampuan Umar dalam menunjukkan keislamannya di Makkah. Dengan Islam, siapa pun dapat membedakan antara kebenaran dan kebatilan.

Terdapat banyak kisah teladan dari Umar bin Khattab yang dapat menjadi pelajaran bagi umat Muslim. Umar bin Khattab, dengan gelar al-Faruq, merupakan sahabat Nabi dan khalifah yang berkuasa dari tahun 634 M hingga 644 M. Ia termasuk dalam Khulafaur Rasyidin.


Kisah Umar bin Khattab yang Menunjukkan Sikap Antikorupsi

Kisah Umar bin Khattab
Kisah Umar bin Khattab

Pribadi Umar bin Khattab sehingga layak mendapatkan julukan Umar Al Faruq ditunjukkan dari sikapnya yang antikorupsi dengan menolak gratifikasi. Gratifikasi dianggap sebagai akar korupsi yang dapat mengarah pada praktik suap dan pemerasan. Larangan gratifikasi bertujuan agar penyelenggara negara tetap objektif, adil, dan profesional.

Ketika Umar Al Faruq mendapat kunjungan dari seorang utusan, ia berkata kepada istrinya, “Wahai Ummu Kultsum, suguhkan makanan yang ada. Kita kedatangan tamu jauh dari Azerbaijan.”

“Kita tidak mempunyai makanan, kecuali roti dan garam,” jawab istri Umar. “Tidak mengapa,” kata Umar. Akhirnya mereka berdua makan roti dengan garam. “Wali Kota Azerbaijan menyuruhku menyampaikan hadiah ini untuk Amirul Mukminin,” kata utusan Azerbaijan seusai makan, sembari menunjukan sebuah bungkusan.

“Bukalah bungkusan ini dan lihat apa isinya!” perintah Umar. Setelah dibuka, ternyata berisi gula-gula.

“Ini adalah gula-gula khusus buatan Azerbaijan,” utusan itu menjelaskan.

“Apakah semua kaum muslimin mendapatkan kiriman gula-gula ini?” tanya Umar.

Utusan itu tertegun atas pertanyaan Umar, kemudian menjawab, “Oh tidak Baginda, gula-gula ini khusus untuk Amirul Mukminin”. Mendengar jawaban itu, Umar tampak amat marah. Segera ia memerintahkan kepada utusan Azerbaijan untuk membawa gula-gula tersebut ke masjid dan membagi-bagikannya kepada fakir miskin.

“Barang ini haram masuk ke dalam perutku, kecuali jika kaum muslimin memakannya juga,” kata Umar dengan nada agak marah. “Dan engkau cepatlah kembali ke Azerbaijan, beritahukan kepada yang mengutusmu, bahwa jika ia mengulangi ini kembali, aku akan memecat dari jabatannya!”


Kisah Umar bin Khattab ketika Berbuat Adil pada Orang Yahudi

Kisah Umar bin Khattab
Kisah Umar bin Khattab

Julukan Umar Al Faruq benar-benar menggambarkan kepribadian Umar bin Khattab yang dapat membedakan hak dan batil, sehingga ketika menjadi khalifah dia dapat berbuat adil. sikap adil yang dimiliki Umar bin Khattab tidak hanya dirasakan oleh sesama muslim saja, melainkan juga dirasakan oleh orang Yahudi.

Kisah ini terjadi ketika rumah gubuk seorang Yahudi berusaha digusur oleh Gubernur Mesir, Amr bin Ash. Pada suatu waktu, Amr bin Ash berencana untuk membangun sebuah masjid besar di tempat gubuk tersebut dan mengusir si Yahudi dari tempat tinggalnya. Si Yahudi dipanggil untuk berdiskusi tentang pembelian gubuk tersebut dengan pembayaran dua kali lipat. Namun, si Yahudi menolak untuk pindah karena tidak memiliki tempat lain selain gubuk tersebut. Karena kedua belah pihak bersikeras pada pendiriannya, Gubernur Amr bin Ash memerintahkan penggusuran gubuk tersebut.

Dalam salah satu jilid bukunya "30 Kisah Teladan" (1989), KH Abdurrahman Arroisi menjelaskan bahwa si Yahudi merasa tidak diperlakukan secara adil, dan dengan berlinang air mata, dia melaporkan masalah ini kepada khalifah, karena khalifah memiliki otoritas yang lebih tinggi daripada gubernur.

Si Yahudi berangkat dari Mesir menuju Madinah untuk bertemu dengan Khalifah Sayyidina Umar bin Khattab. Sepanjang perjalanan, si Yahudi merasa cemas dan membandingkan kehidupan mewah gubernurnya dengan bagaimana kehidupan khalifah.

Ketika tiba di Madinah, si Yahudi bertemu dengan seseorang yang sedang beristirahat di bawah pohon kurma. Dia mendekat dan bertanya kepada orang tersebut, "Apakah Anda tahu di mana khalifah Umar bin Khattab berada?" Orang tersebut menjawab, "Ya, saya tahu. Di mana istananya?"

Orang tersebut menjawab, "Istananya terletak di atas lumpur, dijaga oleh anak-anak yatim piatu, janda-janda tua, orang miskin, dan yang tidak mampu. Pakaian kebesarannya sederhana dan ia memiliki rasa malu dan takwa." Si Yahudi menjadi bingung dan kemudian bertanya, "Di mana dia sekarang?" Orang tersebut menjawab, "Dia berada di depanmu sekarang." Si Yahudi gemetar dan berkeringat, tidak pernah ia menyangka bahwa orang yang ada di hadapannya adalah seorang khalifah yang sangat berbeda dengan gubernurnya di Mesir.

Sayyidina Umar bin Khattab bertanya kepada si Yahudi, "Dari mana kamu berasal dan apa keperluanmu?" Si Yahudi itu bercerita panjang lebar tentang perlakuan Gubernur Amr bin Ash yang ingin menggusur gubuk reotnya di Mesir. Setelah mendengar ceritanya, Sayyidina Umar memerintahkan si Yahudi untuk mengambil sepotong tulang unta dari tempat sampah di sekitar mereka.

Kemudian, Sayyidina Umar mengambil pedangnya dan menggunakan tulang tersebut untuk melukiskan garis lurus dengan ujung pedangnya. Dia memerintahkan si Yahudi untuk memberikan tulang tersebut kepada Gubernur Amr bin Ash. Si Yahudi semakin bingung, tetapi ia mengikuti perintah Khalifah Sayyidina Umar.

Ketika sampai di Mesir, si Yahudi segera menyampaikan pesan Sayyidina Umar dengan memberikan sepotong tulang tersebut kepada Gubernur Amr bin Ash. Setelah menerima tulang tersebut, Amr bin Ash melihat garis lurus yang terbentuk dengan ujung pedangnya, dan dia menjadi gemetar dan berkeringat dingin. Ia segera memerintahkan kepala proyek untuk membatalkan penggusuran gubuk si Yahudi.

Amr bin Ash berkata kepada si Yahudi, "Ini adalah nasihat pahit dari Amirul Mukminin Umar bin Khattab, seolah-olah ia berkata, 'Hai Amr bin Ash, jangan berpikir bahwa kamu berkuasa dengan seenaknya, suatu saat nanti kamu akan menjadi seperti tulang ini'."

Maka, selagi kamu masih hidup dan berkuasa, berperilaku lah dengan lurus dan adil seperti garis lurus di atas tulang ini. Jaga integritasmu, jangan berbelok, karena jika kamu melanggar, aku akan memperbaikinya dengan pedangku.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya