The Day After Tomorrow: Ketika Bencana Iklim Menghantam Dunia

Informasi seputar film The Day After Tomorrow

oleh Woro Anjar Verianty diperbarui 29 Agu 2024, 16:00 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2024, 16:00 WIB
The Day After Tomorrow
The Day After Tomorrow (2004)

Liputan6.com, Jakarta The Day After Tomorrow adalah film fiksi ilmiah bencana Amerika yang dirilis pada tahun 2004. Film ini menjadi salah satu blockbuster yang mengangkat isu perubahan iklim ke layar lebar. Disutradarai oleh Roland Emmerich, The Day After Tomorrow menggambarkan skenario mengerikan tentang bagaimana perubahan iklim ekstrem dapat mengubah wajah bumi dalam waktu singkat. 

Dengan plot yang menegangkan dan efek visual yang memukau, The Day After Tomorrow berhasil memikat penonton di seluruh dunia. Film ini tidak hanya menghibur, tetapi juga memicu diskusi serius tentang dampak pemanasan global. Meskipun beberapa elemen ilmiah dalam The Day After Tomorrow dikritik karena terlalu didramatisasi, film ini tetap menjadi peringatan keras tentang bahaya yang mengancam planet kita.

The Day After Tomorrow menampilkan bintang-bintang Hollywood seperti Dennis Quaid dan Jake Gyllenhaal dalam peran utama. Dengan budget produksi sebesar $125 juta (Rp 2 Triliun), film ini berhasil meraup pendapatan box office yang mengesankan, mencapai $552 juta (Rp 8,8 Triliun) di seluruh dunia. Kesuksesan The Day After Tomorrow membuktikan bahwa film bencana dengan tema lingkungan dapat menarik minat penonton sekaligus menyampaikan pesan penting.

Untuk informasi lebih lengkapnya, berikut ini informasi seputar film The Day After Tomorrow yang telah Liputan6.com rangkum, pada Kamis (29/8).

Produksi dan Pemeran

The Day After Tomorrow
Hujan badai menerpa New York City sebelum suhu mendingin, mengakibatkan kota tenggelam di es. (foto: 20th Century Fox)

The Day After Tomorrow merupakan proyek ambisius yang disutradarai, diproduksi, dan ditulis bersama oleh Roland Emmerich. Dengan anggaran produksi sebesar $125 juta, film ini sebagian besar difilmkan di Montreal dan Toronto, Kanada. Proses syuting berlangsung selama hampir setahun, dimulai pada 7 November 2002 dan berakhir pada 18 Oktober 2003. 

Pemilihan lokasi syuting di Kanada tidak hanya memberikan latar belakang yang cocok untuk cerita, tetapi juga menjadikan film ini sebagai produksi Hollywood dengan pendapatan tertinggi yang dibuat di negara tersebut pada saat itu.

Pemeran utama film ini dipilih dengan cermat untuk menghadirkan kinerja yang meyakinkan di tengah skenario bencana yang luar biasa. Dennis Quaid memerankan Jack Hall, seorang paleoklimatolog NOAA yang menjadi tokoh sentral dalam cerita. Jake Gyllenhaal berperan sebagai Sam Hall, putra Jack yang terjebak di New York City saat bencana terjadi. 

Sela Ward memerankan Dr. Lucy Hall, istri Jack dan ibu Sam, sementara Emmy Rossum berperan sebagai Laura Chapman, teman dan cinta Sam. Peran penting lainnya dimainkan oleh Ian Holm sebagai Terry Rapson, seorang ahli oseanografi Skotlandia yang membantu Jack memahami krisis yang sedang terjadi.

Efek Visual dan Cinematografi

Salah satu aspek yang paling menonjol dari The Day After Tomorrow adalah efek visualnya yang menakjubkan. Film ini menampilkan 416 shot efek visual yang dikerjakan oleh sembilan rumah efek ternama, termasuk Industrial Light & Magic dan Digital Domain. Lebih dari 1.000 seniman efek bekerja selama lebih dari setahun untuk menciptakan pemandangan bencana yang realistis dan mencengangkan.

Salah satu pencapaian teknis yang paling mengesankan adalah penggunaan model 3D Manhattan berukuran 13 blok yang dipindai dengan teknologi LIDAR. Ini memungkinkan tim efek untuk menciptakan adegan banjir dan pembekuan New York City yang sangat detail dan realistis. 

Adegan pembukaan film yang menampilkan pemandangan Antartika sepenuhnya dibuat dengan komputer dan menjadi shot CGI terpanjang dalam sejarah film saat itu, menunjukkan tingkat kecanggihan efek visual yang digunakan dalam produksi.

Plot dan Tema

Plot The Day After Tomorrow berpusat pada serangkaian bencana alam ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim. Film ini menggambarkan pembentukan tiga badai super raksasa di atas Kanada, Eropa, dan Siberia yang mengakibatkan perubahan iklim dramatis di seluruh dunia.

Fokus utama cerita adalah pada kota New York yang pertama terendam banjir dan kemudian membeku, serta perjalanan berbahaya Jack Hall untuk menyelamatkan putranya yang terjebak di kota tersebut.

Melalui plotnya, film ini mengangkat tema-tema penting seperti perubahan iklim, kesiapsiagaan menghadapi bencana, dan pentingnya tindakan cepat dalam menghadapi krisis lingkungan. 

The Day After Tomorrow juga menyoroti hubungan antara manusia dan alam, serta konsekuensi dari mengabaikan peringatan ilmiah tentang perubahan iklim.

Penerimaan 

The Day After Tomorrow meraih kesuksesan komersial yang luar biasa dengan pendapatan global mencapai $552 juta (Rp 8,8 Triliun). Prestasi ini menjadikannya salah satu film bencana paling sukses pada masanya. Film ini juga mendapat pengakuan dari industri film, dengan nominasi untuk Film Fiksi Ilmiah Terbaik dan Efek Khusus Terbaik di Saturn Awards.

Meskipun mendapat ulasan campuran dari kritikus, dengan skor 45% di Rotten Tomatoes, The Day After Tomorrow berhasil memicu diskusi publik yang luas tentang perubahan iklim dan pemanasan global. Film ini dikritik atas beberapa ketidakakuratan ilmiah dalam penggambaran perubahan iklim, namun diakui perannya dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu lingkungan.

Hingga saat ini, The Day After Tomorrow tetap menjadi salah satu film bencana alam paling berpengaruh di awal abad ke-21. Film ini tidak hanya menghibur penonton dengan aksi dan efek visual yang mengesankan, tetapi juga berperan dalam membentuk persepsi publik tentang ancaman perubahan iklim. Meskipun ada kontroversi seputar akurasi ilmiahnya, film ini berhasil membawa isu perubahan iklim ke dalam kesadaran mainstream dan mendorong diskusi lebih lanjut tentang pentingnya menjaga lingkungan.

Dengan kombinasi antara hiburan blockbuster dan pesan lingkungan yang kuat, The Day After Tomorrow membuktikan bahwa film fiksi ilmiah dapat menjadi media yang efektif untuk menyampaikan pesan penting tentang masalah global. Film ini tetap relevan bahkan bertahun-tahun setelah perilisannya, terutama mengingat semakin meningkatnya kesadaran dan kekhawatiran global tentang perubahan iklim.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya