Liputan6.com, Jakarta Ulama Islam senior di Pakistan mengeluarkan fatwa yang terbilang langka lantaran memperbolehkan sebagian Muslim untuk makan dan minum di bulan Ramadan atau tidak berpuasa.
Â
Fatwa keluar setelah beberapa kawasan di negara ini terserang gelombang panas. Hingga saat ini, gelombang panas itu telah membunuh 750 orang.
Â
Melansir laman NBC News, Kamis (25/6/2016), temperatur di kota terbesar Pakistan telah menyentuh 113 Fahrenheit pekan ini dan membuat banyak orang meninggal di jalanan.
Â
Krisis listrik juga telah membuat listrik padam selama berjam-jam, membuat kota berisi 22 juta penduduk ini gelap gulita.
Karenanya, AC, pompa air, dan kipas angin tak berfungsi di tengah gelombang panas tersebut.
Â
Meski begitu, ulama senior di sana, Mufti Mohammad Naeem mengatakan, para muslim yang menderita karena gelombang panas boleh membatalkan puasanya tahun ini.
Â
"Jika para ahli mengatakan, hidup Anda terancam karena panas, atau kondisi tubuh (di tengah serangan gelombang panas) memburuk setelah berpuasa, Anda sebaiknya tak berpuasa dulu," kata ulama berusia 50 tahun tersebut.
Â
Puasa kali ini berpengaruh secara medis pada tubuh warga Pakistan yang juga bereaksi pada gelombang panas. Tapi tentu saja hanya dokter ahli yang dapat menilai kondisi para Muslim.
Â
Ditanya apakan fatwanya dapat menciptakan kontroversi di negara Muslim konservatif tersebut, Naeem telah menyiapkan jawabannya.
Â
"Saat hidup Anda terancam, saat tubuh butuh pertahanan, maka bahkan hukum Islam memperbolehkan Anda mengkonsumsi daging babi. Jadi jika Anda mengalami diabetes atau dehidrasi secara medis, Anda boleh tak berpuasa," pungkasnya.(Sis/Nrm)