Indahnya Suasana Ramadan di 'Negeri Para Dewa'

Bagi beberapa warga Mesir di Yunani, adat dan tradisi dua negara tidak banyak berbeda.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 09 Jun 2016, 09:45 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2016, 09:45 WIB
Ilustrasi mesjid di Yunani
Ilustrasi mesjid di Yunani. (Sumber worldbulletin.net)

Liputan6.com, Athena - Menurut Pew Research Center, ada sekitar 527 ribu warga Muslim tinggal di Yunani. Selama Ramadan, umat Islam di 'Negeri Para Dewa' juga menjalani puasa.

Dikutip dari Worldbulletin.net pada Rabu (8/6/2016), Mohamed, seorang pria Mesir yang tinggal di Athena awalnya mengaku khawatir tidak bisa bekerja sambil puasa. "Tapi saya yakin semua akan berakhir baik". 

"Tidak ada bedanya menjalani Ramadan di sini atau di kampung halaman, Mesir. Puasa itu sama saja di manapun," tambah dia.

Namun demikian, Mervat, seorang keturunan Mesir yang sudah menetap di Yunani selama 44 tahun merasakan ada hal yang tak sama.

"Bedanya, di Mesir kita merayakan seharian walaupun sudah puasa sejak pagi. Ada suasana perayaan…itulah yang saya rindukan".

Suasana Beda

Orang yang mengunjungi pusat kota Athena, terutama kawasan seperti Kolonos, Metaxourgeio, tempat banyak warga Arab Muslim memiliki toko, akan menyaksikan suasana yang berbeda selama Ramadan.

Kedai-kedai kopi dihiasi dengan lentera tradisional Ramadan, dikenal dengan fanoo. Lalu dapat tercium wangi dupa Timur Tengah, sementara itu pipa air (shisha) mengebul di sana-sini, berasal dari mulut para pengunjung toko.

Ahmed, pemukim Yunani selama hampir dua dekade dan bekerja di toko setempat, mengatakan, "Yunani memiliki adat dan tradisi yang sangat mirip dengan kampung halaman kami. Kebanyakan orang menghormati saya yang sedang puasa. Saya punya banyak teman orang Yunani dan mereka ke sini untuk menghisap shisha".

Dalam wawancara di kedai kopi Kolonos, Ahmed mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa Ramadan di Yunani bisa sama rasanya dengan di Mesir.

"Kami berkumpul bersama teman dan kerabat untuk melakukan iftar. Hal itu menjadi kegiatan sosial bagi kami, mempersiapkan dan menyantap makanan, bersosialisasi, dan bersenang-senang," imbuh pria itu.

Kopi dan sahur

Ahmed memiliki 2 anak yang bersekolah di sekolah Yunani. Ia mengatakan bahwa puasa Ramadan mengingatkannya kepada kampung halaman dan menghubungkannya dengan asal muasalnya.

"Saya tidak merasa dipaksa, tapi ingin melakukannya karena inilah yang tersisa yang menghubungkan saya dengan tradisi".

Waku sahur, "kalau kami bukan di kedai kopi, kami sedang berada di rumah orang lain".

Selama perbincangan, Ahmed enggan bicara banyak soal ragam makanan yang disajikan, dan malah mengatakan ia bersimpati dengan semua Muslim yang sedang berada di kamp-kamp pengungsi di seantero negeri dan mungkin tidak bisa merayakan seperti yang dilakukannya bersama dengan keluarga.

"Insha Allah, tahun depan mereka akan merayakannya bersama-sama dengan keluarga mereka," Ahmed berharap.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya