Tradisi Ketuk Sahur Gorontalo dan Sejarah Kelam di Baliknya

Siapa yang sangka di balik riuhnya tradisi Ketuk Sahur di Gorontalo ternyata tersimpan serajah kelam.

oleh Arfandi Ibrahim diperbarui 15 Mei 2019, 18:20 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2019, 18:20 WIB
Koko'o, Tradisi Bangunkan Sahur di Gorontalo
Kota Gorontalo kembali mengelar tradisi unik dalam membangunkan sahur yakni Koko'o. (Liputan6.com/Arfandi Ibrahim)

Liputan6.com, Gorontalo - Ketuk sahur atau warga setempat menyebutnya dengan Koko’o menjadi tradisi yang kerap mewarnai Ramadan di Gorontalo. Namun tidak banyak yang tahu, di balik tradisi itu ternyata tersimpan sejarah kelam. Tradisi ketuk sahur terlahir dari pertikaian antara dua kampung.

Dua kampung itu adalah Kelurahan Talumolo dan Kampung Bugis yang selalu terlibat tawuran saat malam di bulan suci Ramadan.

Namun seiring berjalannya waktu, hubungan antara dua kampung itu membaik. Kemudian dirayakan secara bersama-sama dengan kegiatan ketuk sahur yang diberi nama Koko'o.

Hal ini diungkapkan oleh Aan Karim. Awal mula kegiatan ini merupakan buah dari persahabatan antara dua kampung yang tadinya sering terlibat tawuran pada zaman dulu saat bulan suci tiba.

"Namun entah kenapa konflik yang berkepenjangan itu tiba-tiba menjadi sebuah kegiatan besar selama ramadan dan sudah menjadi agenda tahuan yang bukan hanya diikuti oleh dua kampung itu akan tetapi ratusan orang ikut kegiatan ini," kata Aan kepada Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Ketuk sahur merupakan acara tahunan yang digelar selama 30 hari di bulan Ramadan. Namun, pada awal dan akhir Ramadan biasanya diselenggarakan lebih meriah.

Aan berharap, kegiatan ini bisa memberikan efek positif bagi masyarakat Kota Gorontalo saat datangnya bulan suci Ramadan.

"Minimal kebersamaan kita pada kegiatan ketuk sahur ini bisa menjalin silaturahmi sesama muslim Kota Gorontalo," dia menandaskan.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya