Hikayat Ringgit Madura Jadi Ongkos Naik Haji Zaman Dulu

Dulu ongkos haji 12 ringgit Madura, sekarang 4 ringgit.

oleh Musthofa Aldo diperbarui 09 Jul 2019, 10:36 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2019, 10:36 WIB
jemaah haji
Suasana pelepasan jamaah haji Kabupaten Bangkalan oleh Bupati Bangkalan Abdul latif Amin Imron. (liputan6.com/Musthofa Aldo)

Liputan6.com, Bangkalan - Musim haji selalu dibumbui kisah-kisah heroik. Salah satunya tentang si miskin yang berdarah-darah agar bisa menunaikan rukun Islam yang terakhir itu.

Dari Palembang menyeruak perjuangan Masrun, tukang ojek asal Blora, Jawa Tengah, yang bertahun-tahun dengan kesabaran berupaya menabung demi bisa naik haji . Ia berupaya keras menabung agar bisa pergi haji bersama Muchsin (97), bapaknya di kampung, yang kemudian tercatat sebagai calon haji tersepuh di Blora.

Dengan biaya Rp 36,5 juta lebih perorang, Masrun harus melunasi total Rp 73 juta untuk dua orang.

"Biaya haji sekarang murah, mahalan dulu," kata Jauhari (70), menanggapi cerita Masrun, Senin, 8 Juni 2019.

Warga Desa Jaddih, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, ini menunaikan rukun Islam kelima itu pada 1973 silam.

Di tahun itu, Jauhari mengenang, untuk bisa menunaikan ibadah haji harus punya 12 ringgit. Ringgit yang dimaksud bukan mata uang Malaysia, tetapi emas berbentuk bulat berbatang kecil seperti tusuk konde untuk menyanggul rambut perempuan.

Ringgit tersebut merupakan emas murni dengan berat 100 gram. Jika dirupiahkan, saat ini harga 1 ringgit berkisar antara Rp 10 juta hingga Rp 12 juta.

Jauhari mengatakan, jika ongkos naik haji 12 ringgit, maka setara dengan Rp 120 juta per orang. Tentu jauh lebih mahal dibanding ongkos haji saat ini, yaitu Rp 36 juta. Artinya, hanya butuh empat ringgit Madura.

"Kalau 36 juta itu ongkos, maka di Madura bisa habis Rp 50 jutaan dengan biaya selamatan dan oleh-olehnya," tutur Jauhari.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ringgit: Dari Tusuk Konde hingga Kancing Baju

Bupati Bangkalan
Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron, saat melepas jamaah haji ke tanah suci. (liputan6.com/Musthofa Aldo)

Dulu, di kalangan orang Madura, ringgit atau tusuk konde emas ini hanya digunakan orang kaya di Bangkalan. Ringgit hanya dipakai saat momen-momen spesial seperti acara pernikahan, selamatan, hingga kondangan. Jauhari mengaku, tidak tahu kenapa tusuk konde emas itu dinamai ringgit.

Tapi, saat ini tradisi memakai konde emas mulai banyak ditinggalkan orang Madura. Terutama karena rawan menjadi korban perampokan. Jauhari mengatakan, ringgit kini lebih sering dijadikan alat gadai sawah atau dijadikan simpanan.

Desa Pecinan, Kata Jauhari, adalah pusat pembuat ringgit. Desa itu kini menjadi pusat kota dan merupakan kawasan pertokoan emas yang banyak dihuni keturunan Tionghoa.

"Di sana ada toko emas Sabar, toko paling kuno pembuat ringgit di Bangkalan," kata dia.

Jenis tusuk konde emas atau ringgit ada tiga macam, yaitu Gomi, Mekkah dan Serawak. Yang paling mahal adalah ringgit gomi atau diseut juga ringgit Amerika harganya mencapai Rp 12 juta. Sedang ringgit Mekkah Rp 10 juta dan ringgit Serawak yang termurah Rp 8 juta.

"Harganya akan turun kalau sudah pernah dipakai untuk sanggul rambut," terang Jauhari.

Di bawah ringgit, dikenal juga tusuk konde emas yang disebut rippis. harganya jauh lebih murah karena ukurannya separuh ukuran ringgit, begitu juga beratnya. Jauhari mengatakan, rippis ini biasanya digunakan sebagai kancing baju. "Kalau harga ringgit 12 juta, harga rippis separuhnya," tuturnya.

Alangkah gagahnya, jika kancing baju kita dipasang emas rippis seberat 50 gram.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya