Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerima kunjungan Rusman Abbas, Pendiri dan Direktur Eksekutif Campaign for Uyghur dan Abdelhakim Idris, Direktur Eksekutif Center for Uyghur Studies, Washington DC di Kantor Dewan Syariah Nasional MUI, Jakarta, pekan lalu.
Dalam pertemuan yang dilakukan pada Kamis (13/10/2022) tersebut, pihak diaspora Uighur menyampaikan perkembangan terakhir situasi di Provinsi Xinjiang, China yang berpenduduk 1.8 juta, mayoritas penduduknya Muslim.
Mengutip laman mui.or.id, terungkap pula bahwa hingga saat ini masyarakat Muslim Uighur tidak dapat bebas melaksanakan ibadah sesuai ajaran Islam. Otoritas China juga merusak banyak tempat ibadah, juga melarang warga mengucapkan salam dalam tradisi Islam dan bersikap represif terhadap umat Muslim Uighur karena menuduh masyarakat Islam Uighur berpikiran radikal.
Advertisement
Baca Juga
Rushan Abbas adalah aktivis HAM Perempuan yang saudaranya di Xinjiang ditahan Otoritas China sejak 2018 karena pihaknya terus menyuarakan penderitaan umat Muslim Uighur ke seluruh dunia, lebih jauh menggambarkan tentang kebijakan Otoritas China yang membatasi aktivitas perempuan Uighur, termasuk melarang perempuan Uighur melahirkan untuk membatasi peningkatan jumlah warga Uighur.
Delegasi Uighur sangat mengharapkan MUI dapat membantu umat Muslim Uighur dalam bentuk antara lain menginformasikan kepada seluas mungkin masyarakat Indonesia dan dunia tentang perkembangan situasi yang menyedihkan yang masih dialami warga Uighur, China.
Untuk itu pihaknya siap menyuplai informasi, baik yang sifatnya akademis maupun umum. Pihaknya juga mengharapkan dapat terbentuk kajian Uighur (Uyghur Studies) di kampus-kampus di Indonesia.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Respons MUI untuk Kemanusiaan di Uighur China
Menanggapi pemaparan tersebut, pihak MUI yang diwakili Pengurus Komisi Hubungannya Luar Negeri & Kerjasama Internasional menyampaikan bahwa selama ini MUI terus mengikuti perkembangan warga Uighur dengan penuh keprihatinan dan siap mengadakan dialog dan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Otoritas China, untuk perbaikan situasi kemanusiaan di Uighur.
Secara terpisah, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional MUI, Prof Dr Sudarnoto Abdul Hakim, mengatakan MUI akan menyampaikan kepada para pemangku kepentingan di kalangan akademisi di Indonesia guna kemungkinan membuka Uyghur Studies meskipun tidak mudah untuk mendapatkan informasi terkini tentang situasi di Uighur, apalagi yang sifatnya akademis.
MUI juga menyampaikan seruan kepada masyarakat Internasional agar tidak menerapkan standar ganda apalagi yang terkait dengan pelanggaran HAM berat.
Masyarakat Internasional harus bersikap jernih, adil dan benar-benar menunjukkan niat baiknya untuk membela HAM. Masyarakat internasional harus memiliki kemampuan untuk membebaskan diri dari kepentingan egosentrisme politiknya dan benar-benar menunjukkan keseriusannya menegakkan HAM di wilayah negara manapun tanpa diskriminasi.
“Untuk negara yang selama ini mendukung pendudukan Israel atas tanah Palestina, harusnya juga mau bersuara lantang dalam membela hak-hak asasi warga Palestina yang dalam waktu yang panjang telah dihancurkan oleh Israel,” kata Prof Sudarnoto.
Tim Rembulan
Advertisement