Hindari Kemewahan, Gelombang Gaya Hidup Minimalis Ternyata Sesuai Tuntunan Rasulullah

Islam sudah sejak lama mengajarkan kesederhanaan dalam menjalani hidup.

oleh Kartika diperbarui 15 Jan 2024, 20:30 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2024, 20:30 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi gaya hidup minimalis. (dok. unsplash.com/Asnida Riani)

Liputan6.com, Jakarta - Gelombang gaya hidup minimalis semakin terlihat dalam lini masa media sosial. Berslogan 'less is more' gaya hidup dengan kesederhanaan, tidak berlebihan, dan mementingkan prioritas dan kualitas dibanding kuantitas terus terlihat. Gaya hidup minimalis juga mengajarkan untuk mengurangi kemelekatan individu pada suatu benda.

Dus, pada akhirnya gaya hidup ini mengajarkan manusia untuk berani 'melepas' barang yang meski sangat disayang namun jarang atau bahkan tidak lagi digunakan.

Salah satu pemengaruh yang menyebarkan paham minimalis adalah Marie Kondo dengan metode KonMari-nya. Wanita asal Jepang ini kerap membagikan tipsnya dalam menata ruang, beres-beres, dan memilah mana benda yang perlu disimpan atau sebaliknya dibuang. Konsultan tata ruang ini banyak membagikan ide-idenya lewat empat buku tentang tata ruang yang terjual jutaan salinan di seluruh dunia.

Jauh sebelumnya, aliran minimalis juga sudah populer di kalangan masyarakat Eropa dan Amerika pada akhir tahun 1950-an dan mulai berkembang pada tahun 1960-an. Salah satu sosok pelopornya Ludwig Mies van der Rohe seorang arsitek asal Jerman dengan motonya "Less is more".

Namun, tak hanya sosok Marie Kondo atau Ludwig Mies van der Rohe saja yang bisa menjadi rujukan. Bagi muslim, ada sosok lain yang terlebih dahulu bisa menjadi panutan dalam gaya hidup minimalis yakni Rasulullah Muhammad SAW. Dari beliau, umat Islam bisa berpegang pada prinsip-prinsip kesederhanaan dalam hidup. Dengan prinsip ini pula, manusia akan menuju kepada kebahagiaan hakiki yang tidak semata-mata mengandalkan pada aspek kebendaan atau materi.

Bahkan, seruan untuk hidup sederhana sudah tertuang dalam Al Quran yakni dalam surat Al Furqan ayat 67.

وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا

Artinya: "Dan, orang-orang yang apabila berinfak tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir. (Infak mereka) adalah pertengahan antara keduanya."

Berdasarkan tafsir Tahlili, surat ini diartikan yaitu sifat baik lainnya dari orang-orang mukmin adalah mereka dalam menafkahkan harta tidak boros dan tidak pula kikir, tetapi tetap memelihara keseimbangan antara kedua sifat yang buruk itu. Sifat boros pasti akan membawa kemusnahan harta benda dan kerusakan masyarakat.

Seseorang yang boros walaupun kebutuhan pribadi dan keluarganya telah terpenuhi dengan hidup secara mewah, tetap akan menghambur-hamburkan kekayaannya pada kesenangan lain, seperti main judi, main perempuan, minum-minuman keras, dan lain sebagainya. Dengan demikian, dia merusak diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya. Padahal, kekayaan yang dititipkan Allah kepadanya harus dipelihara sebaik-baiknya sehingga dapat bermanfaat untuk dirinya, keluarga, dan masyarakat.

Selain itu, peringatan kepada manusia untuk tidak boros juga difirmankan Allah SWT dalam surat Al Isra ayat 26:

وَاٰتِ ذَا الْقُرْبٰى حَقَّهٗ وَالْمِسْكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا ۝٢

Artinya: "Berikanlah kepada kerabat dekat haknya, (juga kepada) orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros."

 

Simak Video Pilihan Ini:

Gaya Hidup Minimalis ala Rasulullah SAW

Gaya hidup minimalis yang dijalankan Rasulullah Muhammad SAW pun diriwayatkan dalam beberapa hadis. Salah satu contoh sifat yang dimiliki Rasulullah SAW adalah kanaah yang berarti rela menerima yang diberikan kepadanya baik dari orang tua, atasan, ataupun Allah SWT. Begitu juga dengan sifat zuhud yakni perihal yang meninggalkan keduniawian.

“Berpeganglah kalian kepada sifat qana’ah, karena sesungguhnya qana’ah itu harta yang tak akan habis”. (HR. Thabrani)

Menurut Syeikh Abu Zakaria Ansari, kanaah itu berarti merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, terutama dalam pemenuhan keperluan hidup yang berupa makanan, pakaian, dan lain-lain.

“Zuhudlah dari dunia, niscaya Allāh akan mencintaimu dan zuhudlah dari apa yang ada pada manusia, niscaya mereka akan mencintaimu.” (HR Ibnu Mājah). Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat.

Sementara kesederhanaan Rasulullah SAW diriwatkan dalam HR. Bukhari no. 6456, Muslim no. 2082: Tempat tidur Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam dari kulit yang diisi dengan sabut”.

Hadis lain dari Aisyah Radiyallahu anha:

"Telah menceritakan kepada kami [Utsman] telah menceritakan kepada kami [Jarir] dari [Manshur] dari [Ibrahim] dari [Al Aswad] dari [Aisyah] dia berkata; “Semenjak tiba di Madinah, keluarga Muhammad tidak pernah merasa kenyang dari makanan gandum hingga tiga malam berturut-turut sampai beliau meninggal.” (HR. Bukhari)

Menjalani Gaya Hidup Minimalis

Menurut Dr Fahruddin Faiz melalui channel Youtube MJS Channel-Ngaji Filsafat, prinsip hidup minimalis dilakukan dalam beberapa hal.

Pertama, menyingkirkan segala yang mempersulit hidup atau menambah pekerjaan dan membuat ribet. Dia mencontohkan seperti memelihara ikan dalam akuarium yang di awal terasa menyenangkan dan lama-lama malas mengurusnya sehingga akhirnya dibuang.

Kedua, mencintai kekosongan, kelegaan, kelonggaran seperti halnya masjid yang terasa lega, longgar, nyaman karena luas. Fahruddin pun menyarankan untuk mengurangi banyak barang yang tidak penting meski terasa sulit.

"Yuk latihan mencintai kekosongan selama ini kita selalu mengidentifikasi diri dengan kepemilikan, aku merasa sesuatu kalau memiliki sesuatu. Sekarang boleh dibalik aku bahagia justru ketika ndak banyak beban, tidak banyak kepemilikan, ndak banyak keterikatan," ungkapnya.

Ketiga, melakukan konsep Danshari, istilah dari Jepang yang berarti penolakan, penghapusan, dan pemisahan. "Penolakan itu tadi kalau tidak penting, penghapusan itu kalau sudah tidak berguna jangan eman-eman (sayang-sayang) untuk dibuang, pemisahan itu klasifikasi lah barang-barangmu sehingga jelas," sarannya.

Keempat, konsumsilah apa yang hanya engkau butuhkan. Di sini akan ada dikotomi antara keinginan dan kebutuhan. Dia mengatakan jika memang butuh maka belilah namun jika hanya ingin maka evaluasi lagi.

Kelima, kepemilikan bukanlah segalanya. Menurut dia yang terpenting adalah kemanfaatan. Dia menilai manusia sering kali mengahbiskan hidup secara tidak efektif dan bahagia karena keinginan yang tidak terkendali.

Terakhir, waktu tidak bisa diulang maka hindari kerepotan dan stres karena waktu habis untuk merawat barang-barang kecil yang tidak penting. "Manfaat hidup minimalis yang pertama hemat waktu, tenaga, biaya. Ini jelas ya semakin sedikit yang kita miliki semakin sedikit alokasi waktu," ungkapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya