Hikmah Penggunaan Pakaian Ihram Menurut Ibnu Abbas, Mengapa Tidak Berjahit?

Hikmah pakaian ihram: Mengapa harus putih dan tidak berjahit? Ini penjelasan selengkapnya

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Jun 2024, 22:30 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2024, 22:30 WIB
Pakaian Ihram (Istimewa)
Pakaian Ihram (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Pakaian ihram merupakan busana khas yang dipakai oleh jemaah haji dan umrah saat mereka melakukan ibadah di Tanah Suci, Makkah. Pakaian ini memiliki makna simbolis dan merupakan bagian tak terpisahkan dari ritual ibadah haji dan umrah.

Pakaian ihram terdiri dari dua lembar kain putih yang sederhana, yang dikenakan tanpa jahitan atau hiasan apapun, menggambarkan kesederhanaan dan kesatuan umat Muslim yang datang dari berbagai belahan dunia untuk melaksanakan ibadah tersebut.

Selain sebagai pakaian yang harus dipakai selama melaksanakan ibadah haji dan umrah, pakaian ihram juga memiliki makna spiritual yang dalam. Pakaian ini menjadi simbol kesucian dan kesederhanaan yang harus dimiliki oleh jamaah haji dan umrah saat mereka memasuki wilayah suci.

Dengan mengenakan pakaian ihram, jamaah diingatkan untuk meninggalkan dunia duniawi dan fokus sepenuhnya pada ibadah kepada Allah SWT, tanpa terpengaruh oleh status sosial atau materi.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Tiga Hikmah Pakaian Ihram

Gus Iqdam mengenakan baju ihram, saat pelaksanaan ibadah umrah di Tanah Suci. (Foto: Istimewa)
Gus Iqdam mengenakan baju ihram, saat pelaksanaan ibadah umrah di Tanah Suci. (Foto: Istimewa)

Selain itu, pakaian ihram juga mencerminkan persaudaraan dan kesatuan umat Muslim yang terwujud dalam ibadah haji dan umrah. Meskipun datang dari berbagai latar belakang budaya dan sosial, jamaah haji dan umrah dipersatukan oleh pakaian ihram yang sederhana dan seragam.

Mengutip islami.co, terkait hikmah penggunaan pakaian ihram, Ibnu Abbas menjelaskan ada tiga hikmahnya:

Pertama, biasanya, orang kalau bertamu ke rumah orang lain memakai pakaian yang bagus. Adanya keharusan ihram memakai kain putih tidak berjahit yang bertolak belakang dengan kebiasaan manusia tersebut, Allah seakan ingin memberi tahu bahwa tujuan untuk mendatangi tempat Allah berbeda dengan mendatangi tempat makhluk.

Hal ini bila dijabarkan lebih lanjut, kesadaran kita untuk mendatangi Allah haruslah berbeda dengan mendatangi manusia maupun makhluk secara umum. Allah adalah sang khaliq (pencipta), sedang selain-Nya adalah makhluk (ciptaan).

Perbedaan posisi keduanya mengharuskan perbedaan perilaku di hadapan keduanya. Memakai pakaian yang bagus di hadapan manusia lain bisa jadi untuk menjaga wibawa atau memperoleh kenyamanan orang yang melihat. Sebab manusia adalah makhluk dengan ikatan-ikatan benda duniawi pada dirinya.

Allah berbeda dengan manusia. Allah maha pencipta yang niscaya lebih kaya dari ciptaannya. “Nilai lebih” yang Allah pinta dari manusia adalah ketaqwaan yang sulit untuk dicerna dengan mata kepala.

Kedua, agar si hamba menyadari dengan menanggalkan segala sesuatu tatkala ihram, ia menanggalkan diri dari harta benda duniawi. Layaknya bayi yang keluar dari rahim ibunya tanpa memakai sehelaipun pakaian.

Hal ini menyiratkan bahwa memakai pakaian ihram adalah bentuk prilaku pemakainya dalam melepas hal-hal berbau duniawi. Di tubuhnya tidak ada sesuatu kecuali hal-hal yang digunakan untuk menutup aurat.

 

Ihram Menunjukkan Bagaimana Kita Kelak akan Kembali

Gala Sky umrah
Gala saat mengenakan baju ihram. [Instagram/galasky]

Ketiga, keadaan ihram menyerupai keadaan saat hadir di tempat dimana kelak kita dihisab oleh Allah di tempat tersebut. Di mana Allah berfirman dalam surah an-Nisa’ ayat 40:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah,”

Dan dalam surah al-An’am ayat 94 Allah berfirman:

وَلَقَدْ جِئْتُمُونَا فُرَادَى كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ

Artinya: “Dan Sesungguhnya kamu datang kepada kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu kami ciptakan pada mulanya,”

Ketiga “renungan” Ibnu Abbas tersebut memberi tahu pada kita bahwa dalam ihram yang merupakan permulaan haji, perlu ada kesadaran tersendiri bahwa pelakunya diajak melewati saat-saat menanggalkan diri dari hal-hal berbau duniawi meski masih hidup di dunia. Meski hal itu bertolak belakang dengan fitrah manusia yang tidak bisa hidup tanpa harta benda duniawi, tapi bukan berarti membuat kita merelakan kesadaran kita juga direbut olehnya.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya