Perjalanan Keilmuan Mbah Sholeh Darat, Guru KH Hasyim Asy’ari dan Kiai Ahmad Dahlan yang Punya Banyak Karomah

Kiai Sholeh Darat lahir dengan nama lengkap Muhammad Sholeh bin Umar al-Samarani di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara pada 1235 H yang bertepatan dengan tahun 1820 M.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 26 Agu 2024, 18:30 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2024, 18:30 WIB
Mbah Sholeh Darat As-Samarani, guru para ulama besar Nusantara. (Foto: Istimewa via pwnubali.or.id)
Mbah Sholeh Darat As-Samarani, guru para ulama besar Nusantara. (Foto: Istimewa via pwnubali.or.id)

Liputan6.com, Jakarta - KH Sholeh Darat adalah ulama asal Semarang, Jawa Tengah yang masyhur di masanya. Ia banyak melahirkan ulama-ulama besar, termasuk Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah.

Kiai Sholeh Darat lahir dengan nama lengkap Muhammad Sholeh bin Umar al-Samarani di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara pada 1235 H yang bertepatan dengan tahun 1820 M.

Kata 'Darat' yang tersemat di namanya menunjukkan tempat tinggalnya yaitu di daerah Darat yang terletak di utara Semarang.

Kiai Sholeh pertama kali belajar ilmu agama Islam dari ayahnya. Dimulai dari belajar Al-Qur'an sampai ilmu dasar lainnya seperti ilmu nahwu, shorof, aqidah, akhlak, hadis dan fiqih.

Selepas remaja, ia menimba ilmu agama ke sejumlah ulama Jawa hingga ke Makkah. Di Tanah Suci, ia berguru kepada Syekh Muhammad al-Muqri al-Mishri al-Makki, Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasballah dan Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan (Mufti Madzab Syafi’iyah)

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Ini:


Perjalanan Menimba Ilmu hingga Menjadi Pengajar

Makam Mbah Sholeh Darat di Semarang. (Foto: Semarangkota.go.id)
Makam Mbah Sholeh Darat di Semarang. (Foto: Semarangkota.go.id)

Mengutip NU Online Jateng, Kiai Sholeh menjadi salah satu pengajar di Makkah setelah dirasa memiliki ilmu yang cukup. Muridnya di Tanah Suci berasal dari penjuru dunia, termasuk dari Jawa dan Melayu.

Setelah beberapa tahun mengajar di Makkah, Kiai Sholeh memutuskan kembali ke Semarang dan mengajarkan pengetahuannya  di tempat tinggal asalnya.

Kiai Sholeh pun mendirikan pusat kajian Islam berupa langgar atau musala, yang kemudian berkembang menjadi pesantren kecil. Muridnya banyak, dua di antaranya adalah KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan.

Mbah Sholeh juga melahirkan banyak karya dalam ilmu agama Islam, di antaranya, Majmu'ah Asy Syari'ah Al Kafiyah li Al Awam, Batha'if At Thaharah, serta kitab Faidhir Rahman.

Kitab Faidhir Rahman merupakan tafsir Al-Qur'an yang ditulis Kiai Sholeh menggunakan aksara arab pegon. Aksara ini menggunakan huruf-huruf Arab, namun bahasa yang dipakai adalah Jawa.

Kitab tersebut disusun Mbah Sholeh atas permintaan dari RA Kartini yang juga muridnya. Kartini ingin memahami makna Al-Qur'an sehingga tidak hanya sekadar membacanya.


Kiprah Mbah Sholeh Darat

Kisah Raden Ajeng Kartini 'Tersihir' Al Fatihah
Makam Kiai Sholeh Darat, guru Kartini. (Edhie Prayitno Ige/Liputan6.com)

Mbah Sholeh juga termasuk ulama Tanah Air yang menentang penjajahan pada masanya,. Perlawanan Mbah Sholeh terhadap kolonial tak menggunakan kontak fisik sebagaimana perjuangan pada umumnya, ia lebih memilih jalur pendidikan dan gerakan ideologis sebagai bentuk perlawanan.  

Dari sosok Mbah Sholeh memberikan sumbangsih yang kuat pada Indonesia. Dengan terbit karya-karyanya, ia mentransfer keilmuan melalui aksara arab pegon yang menjadi strategi jitu untuk memberikan pemahaman terhadap masyarakat yang ingin mengenal Islam.

Selain itu, transmisi keilmuan yang menyambungkan antara generasi satu dengan yang selanjutnya serta menjaga mata rantai keilmuan.

Kiai Sholeh juga memberikan teladan (uswah hasanah) sebagai seorang kiai atau Ulama yang layak ditiru dalam produktivitas karya tulis. 

Mbah Sholeh diyakini sebagai ulama yang memiliki sejumlah karomah yang dapat menjadi hikmah bagi santri-santrinya. Salah satunya mengubah batu jadi emas di depan kacung Belanda.

Wafat

Mbah Sholeh wafat di Semarang pada Jumat, 28 Ramadan 1321 H/18 Desember 1903 M. Ia dimakamkan di pemakaman Bergota, Semarang, Jawa Tengah.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya