3 Kesalahan Tersembunyi yang Jarang Disadari oleh Ahli Ibadah

Mengenali dan memahami kesalahan-kesalahan dalam beribadah bukan hanya untuk menghindari kerugian pahala, tetapi juga menjadi cara memperbaiki kualitas amalan.

oleh Putry Damayanty diperbarui 19 Jan 2025, 00:30 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2025, 00:30 WIB
sholat hajat untuk apa
sholat hajat untuk apa ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Setiap makhluk hidup diciptakan dengan tujuan yang jelas, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam surah Adz-Dzhariyat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."

Ibadah adalah esensi kehidupan bagi seorang Muslim dan seharusnya ditujukan hanya untuk mencari keridhaan Allah SWT. Namun, terkadang ada ada kesalahan-kesalahan yang masih dilakukan, bahkan oleh mereka yang sudah dianggap ahli ibadah.

Meskipun mungkin kesalahan ini terlihat kecil dan sepele, namun bisa berdampak besar terhadap kualitas dan capaian ibadah.

Dikutip dari NU Online, dalam kitab ‘Uyubun Nafsi, Syekh Muhammad ibn al-Husain an-Naisaburi (w. 412 H) mengungkapkan kesalahan-kesalahan tersembunyi yang tak disadari manusia, termasuk oleh para ahli ibadah. Berikut di antaranya.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

1. Mengira Diri akan Selamat

[Bintang] Fenomena Terompet Sangkakala & Ramalan-Ramalan Gagal Soal Kiamat
Ilustrasi kiamat | via: theengsi.blogspot.com... Selengkapnya

Tak sedikit orang yang beribadah sudah merasa bangga hati bahwa dirinya akan selamat di akhirat. Bahkan tak jarang di antara mereka yang merasa lebih unggul dan istimewa di hadapan orang-orang sekitar. Dia merasa sudah dekat dan berada di jalan Allah.

Dia lupa bahwa kemampuannya beribadah semata taufik dari Allah Kemampuannya berdzikir semata pertolongan dari-Nya. Kemudahan lisannya untuk beristighfar semata kemudahan dari-Nya. Itu pun tidak tahu apakah amalnya diterima dan mendapat rida-Nya atau tidak.

Pantas Sayyidah Rabiah al-Adawiyah pernah berkata, “Istighfar kita yang lalu-lalu mesti dibacai istighfar lagi.” Mungkin karena istighfar yang telah diucapkan belum disadari sebagai pertolongan-Nya. Istighfar dulu hanya sebatas di lisannya saja, belum diikuti dengan kesungguhan mengubah diri.

Makanya para ahli ibadah mesti sadar bahwa setan senantiasa menggelincirkan siapa saja dan dari arah mana saja, sebagaimana ikrar Iblis dalam Al-Qur’an:

ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ

“Kemudian aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang mereka, dari arah kanan, dan dari arah kiri mereka,” (QS. al-A‘raf [7]: 17).

Padahal, sebelum mengembuskan napas terakhir membawa iman, siapa pun tak sepantasnya merasa nyaman dan aman dari tipu daya setan. Sebab, tidak ada yang tahu, di detik-detik terakhir, dia malah keluar dari jalan Allah, jauh dari pertolongan-Nya, dan meninggal dalam keadaan su’ul khatimah. Ini artinya, orang yang tekun beribadah saja nasibnya belum pasti, apalagi orang yang lalai beribadah.

Kaitan ini, Ibnu Abi Dunya pernah berkata, “Jangan pernah berharap bangkit sementara engkau tak mau memperbaiki kesalahan, jangan pernah berharap selamat jika engkau tak mau meninggalkan dosa-dosa. Maka tinggalkanlah kesalahan ini, lalu tempuh jalan petunjuk dan jalan takwa."

2. Tidak Merasakan Kenikmatan Ibadah

Ilustrasi sholat di rumah
Ilustrasi sholat di rumah. Photo by Michael Burrows:... Selengkapnya

Hal ini disebabkan oleh kesalahan melihat ibadah sebagai satu kewajiban, bukan sebagai kebutuhan. Ketaatan dibangun bukan atas kesadaran dan kepasrahan kepada Dzat yang memerintah ibadah. Kebaikan yang dijalankan masih banyak dipengaruhi oleh makhluk, bukan atas dasar ketulusan dan keikhlasan kepada Allah.

Acapkali kebajikan dijalankan hanya karena ingin dipandang, dipuji, dan diperhatikan makhluk. Sehingga pantas saja ibadah yang dilakukan di belakang makhluk tak dirasakan kenikmatannya. Saat tidak ada yang memuji, dirinya kecewa dan tak bersemangat.

Bahkan, bukan mustahil, setelah itu dia bosan dan tak lagi semangat beribadah. Makanya Allah meminta hamba-Nya agar beribadah dengan tulus kepada-Nya, sebagaimana ayat:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus,” (QS. Al-Bayyinah: 5).

Jalan keluarnya teruslah berlindung kepada Allah, jangan pernah henti berdzikir mengingat-Nya, jangan pernah luput membaca kitab-Nya, jangan lupa meminta doa para wali Allah, agar Dia membukakan jalan keikhlasan dan pintu kenikmatan beribadah kepada-Nya.

Sadarkan hati bahwa makhluk tak kuasa apa-apa, baik mendatangkan manfaat maupun menolak madarat. Mengapa harus bergantung kepada makhluk? Mengapa harus beribadah karena mereka?

3. Masih Ceroboh Mengikuti Bisikan Hati

cara mengqodho sholat dzuhur di waktu ashar berapa rakaat
cara mengqodho sholat dzuhur di waktu ashar berapa rakaat ©Ilustrasi dibuat Stable Diffusion... Selengkapnya

Biasanya, merasa diri sudah tekun beribadah, seseorang menganggap apa yang terbesit dalam hatinya adalah benar dan pantas diikuti. Memang benar hati yang jernih kerap dihinggapi bisikan yang baik. Bisikan baik itu yang kemudian dikenal dengan ilham, fisarat, atau lammah. Sumbernya mungkin dari Allah atau malaikat.

Namun, tak selamanya bisikan yang masuk ke dalam hati berasal dari Allah dan malaikat. Terkadang banyak pula bisikan yang datangnya dari setan, nafsu, atau berupa istidraj dan khidzlan. Tak jarang kita mendengar orang yang mengaku mendapat bisikan gaib, baik dari kalangan ahli ibadah dan ahli dzikir maupun yang lalai ibadah.

Mengaku bertemu nabi, malaikat, dan khadam. Padahal Iblis tak pernah “tidur” untuk mencelakakan manusia. Jangankan orang awam, hamba Allah sekelas Syekh ‘Abdul Qadir saja didatanginya dan digoda. “Cukuplah engkau berhenti ibadah.”

Antisipasinya adalah terus berdzikir dan memohon perlindungan Allah. Ingatlah bahwa setan tak jauh dari hati manusia. Jika manusia berdzikir, ia bersembunyi. Namun, tatkala manusia lalai, setan kembali membisikinya. Perhatikan setiap bisikan yang datang ke dalam hati. Lalu timbanglah matang-matang sebelum diikuti. Jika seiring dengan hawa nafsu, hindarkan.

Jika bertentangan dengan syariat, jauhkan. Pantas Ibrahim al-Khawash mengatakan, “Dosa pertama dimulai dari bisikan hati. Jika bisikan itu diketahui oleh pemilik hati, maka dia akanselamat. Jika tidak, dia akan terjerumus ke dalam kemaksiatan. Di saat yang sama, akal dan ilmu pun tak mampu berbuat banyak.” Wallahu a’lam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya