Liputan6.com, Jakarta - Setiap nikmat yang diberikan Allah SWT akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Harta benda yang dimiliki, termasuk kendaraan, bukan sekadar alat untuk memenuhi kebutuhan duniawi, tetapi juga sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Ustadz Adi Hidayat (UAH) menegaskan bahwa seseorang harus mulai mempertanyakan sejauh mana hartanya telah digunakan untuk beribadah. Kendaraan, misalnya, bukan sekadar alat transportasi, melainkan juga bisa menjadi sarana mendulang pahala.
Advertisement
"Anda yang punya kendaraan, bukan berarti harus diwakafkan, bukan berarti harus dihibahkan. Pertanyaannya, sudah berapa kali kendaraan dipakai untuk ibadah? Motor Anda berapa kali dibawa ke masjid? Berapa kali ke majelis taklim?" ujar Ustadz Adi Hidayat, dinukil dari tayangan video di kanal YouTube @nasihatpendek2023.
Advertisement
Menurut Ustadz Adi Hidayat, banyak orang yang memohon kepada Allah agar diberikan rezeki berupa kendaraan. Saat masih berjalan kaki, seseorang berdoa meminta sepeda. Setelah memiliki sepeda, ia meminta motor. Saat sudah memiliki motor, ia ingin memiliki mobil.
Namun, ketika keinginan tersebut dikabulkan, kendaraan yang diperoleh justru jarang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bahkan, ada yang lebih sering menggunakannya untuk kepentingan duniawi semata.
"Sepeda saja tidak pernah dibawa ke masjid. Sepeda mahal merek tertentu hanya dipamerkan untuk olahraga saja, hanya untuk mengejar dunia," lanjut UAH.
Menjaga kesehatan tubuh melalui olahraga memang baik. Namun, seseorang juga harus memperhatikan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Apakah kelak di hari kiamat hisab seseorang juga akan sehat di hadapan Allah?
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Sesekali Gunakan Sepeda Mahalmu ke Masjid
Banyak orang yang rela bangun pagi untuk berolahraga menggunakan sepedanya, tetapi tidak mau bangun pagi untuk sholat subuh berjamaah di masjid. Padahal, masjid lebih dekat dibandingkan dengan rute olahraga yang ditempuh.
Begitu pula dengan kendaraan lain yang dimiliki. Jika sebuah motor atau mobil lebih sering digunakan untuk kepentingan dunia, maka pemiliknya harus mulai bertanya kepada diri sendiri: apakah kendaraan tersebut sudah memberikan manfaat dalam urusan ibadah?
Ustadz Adi Hidayat mengajak umat Islam untuk sesekali menggunakan kendaraan yang dimiliki untuk pergi ke masjid, terutama untuk sholat subuh.
Ketika nanti di akhirat Allah SWT bertanya tentang bagaimana seseorang menggunakan harta yang dititipkan, maka jawaban yang diberikan harus bisa menjadi hujjah yang baik di hadapan-Nya.
Jika seseorang bisa berkata dengan bangga bahwa kendaraannya pernah digunakan untuk menunaikan sholat subuh, maka itu menjadi bukti bahwa harta tersebut telah dimanfaatkan dengan baik.
Jangan sampai kendaraan yang diperoleh dengan susah payah justru menjadi beban hisab karena lebih sering dipakai untuk hal-hal yang tidak bernilai ibadah.
Setiap fasilitas yang diberikan Allah SWT sejatinya adalah ujian. Apakah seseorang akan menggunakannya untuk kebaikan, atau justru sebaliknya?
Advertisement
Tak Harus Sumbangkan Mobil, Cukup Seperti Ini
Jika kendaraan yang dimiliki lebih sering digunakan untuk berbuat maksiat dibandingkan untuk beribadah, maka pemiliknya harus mulai berhati-hati.
Seseorang tidak harus menyumbangkan kendaraannya untuk mendapatkan pahala, tetapi cukup dengan memanfaatkannya dalam kegiatan ibadah.
Membawa motor atau mobil ke masjid, menggunakannya untuk menghadiri majelis ilmu, atau sekadar menolong orang lain dengan mengantarnya ke tempat yang baik sudah menjadi amal saleh yang akan dicatat.
Setiap langkah yang ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT akan menjadi bukti di akhirat bahwa harta yang dimiliki tidak sia-sia.
Ustadz Adi Hidayat juga mengingatkan bahwa manusia sering kali lebih mementingkan kenyamanan duniawi daripada memikirkan bagaimana cara mempertanggungjawabkan nikmat yang telah diberikan.
Oleh karena itu, sebelum semuanya terlambat, seseorang harus mulai mengubah kebiasaan. Gunakan kendaraan yang dimiliki untuk sesuatu yang mendatangkan ridha Allah SWT.
Jangan sampai di akhirat nanti, seseorang hanya bisa menyesal karena hartanya tidak memberikan manfaat sedikit pun dalam urusan akhirat.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
