Penyintas Covid-19 Berpotensi Terkena Abnormalitas Otak, ini Tips dari Pakar

Orang yang terinfeksi Covid-19 menunjukkan abnormalitas otak jika dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Apr 2022, 08:00 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2022, 08:00 WIB
Gambar ilustrasi Virus Corona COVID-19 ini diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Centers For Desease Control And Prevention (CDC). (AFP)
Gambar ilustrasi Virus Corona COVID-19 ini diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Centers For Desease Control And Prevention (CDC). (AFP)

Liputan6.com, Surabaya - Keresahan masyarakat kembali timbul akibat penelitian yang dilakukan di University of Oxford yang menyebutkan bahwa orang yang terinfeksi Covid-19 menunjukkan abnormalitas otak jika dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi.

Penelitian tersebut menganalisa perbedaan hasil Magnetic Resonance Imaging (MRI) sebelum dan setelah terkena Covid-19. Hal ini sejalan dengan temuan lapangan bahwa mereka yang baru saja pulih dari Covid-19 merasa sedikit lebih sulit untuk melakukan tugas mental yang kompleks.

Berkaitan dengan hal ini, Arief Bakhtiar dr SpP(K) FAPSR dosen dari Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) menjelaskan bahwa istilah lain untuk keadaan abnormalitas otak pasca Covid-19 adalah brain fog.

"Brain fog adalah kondisi dimana seseorang merasa sulit untuk berkonsentrasi dan tidak bisa fokus ketika memikirkan suatu hal," jelas Arief, Kamis (31/3/2022) melalui rilis Unair.

Akan tetapi, brain fog bukanlah sebuah penyakit, tetapi gejala dari kondisi atau penyakit tertentu yang bisa memengaruhi kemampuan seseorang untuk berpikir dan mengingat. Gejala pasca Covid-19 juga disebut long Covid-19.

Meskipun penelitian yang dilakukan di University of Oxford menyebutkan bahwa penyusutan volume otak terjadi sebanyak 0,2-2 persen dan pengurangan tersebut terjadi pada bagian grey matter dan bagian otak terkait indra penciuman serta memori.

 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Terapi

Menurutnya penelitian ini belum bisa memastikan abnormalitas otak ini bersifat permanen atau tidak. Ia berpendapat bahwa keluhan brain fog bisa dikurangi dengan metode terapi oleh dokter.

Penelitian yang dilakukan di University of Oxford menyebutkan bahwa perlu penelitian lanjutan untuk melihat dampak Covid-19 pada otak secara jangka panjang.

Sehingga Arief menyarankan pencegahan umum sebagai upaya pencegahan brain fog adalah dengan vaksinasi dan protokol kesehatan.

"Vaksinasi tujuan utamanya adalah untuk mengurangi respons berat dari suatu penyakit agar tidak memberikan manifestasi berat. Jadi kemungkinan juga bisa mencegah munculnya pengaruh yang berat pada otak," jelasnya.

Arief juga mengimbau masyarakat agar tidak panik dengan adanya brain fog ini. "Saran untuk masyarakat, jika ada info yang beredar, sebaiknya baca dulu secara detail, jangan hanya langsung baca judul lalu menyimpulkan,” kata Arief.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya