Adu Sapi Atraksi Tradisional Jadi Daya Tarik Wisata Bondowoso

Adu sapi merupakan kebanggaan bagi masyarakat untuk ditunjukkan kepada wisatawan Nusantara maupun Mancanegara

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Jul 2022, 15:00 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2022, 15:00 WIB
Adu Sapi Atraksi Tradisional Jadi Daya Tarik Wisata Bondowoso
Dua ekor sapi Herens saling mengunci tanduk mereka saat bertanding pada babak kualifikasi finale nationale de la race d'Herens di Aproz, Swiss, Minggu (5/5/2019). Sapi akan dihitung kalah apabila berbalik dan berjalan pergi. (Valentin Flauraud/Keystone via AP)

Liputan6.com, Jakarta Adu Sapi merupakan salah satu obyek wisata berupa pertunjukan tradisional di Bondowoso Jawa Timur. 

Sapi-sapi jantan yang dilagakan itu saling menanduk lawannya tanpa mengeluarkan setetes darah. Sehingga Adu Sapi bisa ditonton oleh segala usia.

Atraksi tradisional ini selain sebagai hiburan bagi masyarakat Bondowoso, juga mempunyai daya tarik wisata. Sekaligus melestarikan tradisi budaya masyarakat.

Adu sapi merupakan kebanggaan bagi masyarakat untuk ditunjukkan kepada wisatawan Nusantara maupun Mancanegara. Bagi masyarakat kabupaten Bondowoso, acara ini tidak dapat dilewatkan begitu saja. 

Adu sapi dapat saja diadakan dalam waktu tiga bulan sekali atau kurang. Sekurang-kurangnya setiap tahun mesti ada paling sedikit dua kali acara Adu Sapi.

Arah utara kota Bondowoso pada jalan raya Bondowoso—Situbondo, pada kilometer 6, kita akan tiba di Kecamatan Tapen. Tempat itulah merupakan arena Aduan Sapi, kira-kira berjarak satu kilometer sebelah timur jalan raya. 

Arena itu sendiri hanya berjarak kira-kira 500 meter dari Dam (Bendung) Sampeyan Baru. Arena mengadu sapi itu memang cukup luas. 

Kira-kira memakan areal 2 hektar bahkan lebih. Cukup luas untuk tempat parkir kendaraan, untuk orang-orang sekitar berjualan dan gelanggangnya sendiri. 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

Musim Kemarau

Gelanggang aduan yang selebar kira-kira hampir satu hektar dikelilingi oleh pagar dari bambu. Benar-benar berbentuk pagar, karena dianyam jarang-jarang dan sebagian dengan bambu-bambu utuh. Tinggi pagar tersebut sampai dua meter lebih, dan cukup kokoh.

Tentunya untuk menjaga kalau-kalau sapi-sapi yang diadu itu menjadi kalap, juga untuk menjaga agar penonton pendukung masing-masing jagonya tidak memasuki gelanggang aduan. 

Sekeliling gelanggang yang luas dan di belakang pagar tersebut, dibuat bangku-bangku dari batang-batang bambu yang kokoh. 

Bersusun hingga lima tingkat seperti bangku – bangku dalam stadion olah raga diatur mengelilingi seluruh gelanggang, diberi atap dari daun tebu. Teduh dari sinar matahari. 

Pada bagian gerbang utama terdapat podium khusus dengan beralaskan anyaman bambu dan untuk memasukinya harus memanjat tangga bambu yang dibuat seperti tangga naik rumah. 

Tempat tersebut untuk para undangan dan panitia. Di sampingnya masih ada podium lagi yang ukurannya lebih kecil. 

Kalau pada podium bagi undangan diberi kursi-kursi, maka pada podium ini orang duduk di lantai gedek. Ini tempat anggota panitia, juri dan pengamat.

Di gelanggang aduan sendiri, terdiri dari tanah bekas sawah yang dikeringkan dan keras. Memang, aduan sapi pada umumnya dilakukan pada musim-musim kemarau di musim yang menurut perhitungan sudah tidak ada hujan lagi. 

Ada juga melesetnya, seperti aduan sapi pada bulan Mei yang jatuh pada tanggal-tanggal 13, 14, 27 dan 28. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya