Liputan6.com, Jakarta - Banjir merendam sejumlah daerah di Indonesia. Ribuan jiwa mengungsi ke tempat yang lebih aman. Beberapa di antaranya bahkan tak mampu menyelamatkan diri.
Rumah-rumah terendam, beberapa rusak diterjang banjir. Tak terhitung berapa kerugian materi dan non materi akibat banjir kali ini.
Advertisement
Ramadan tahun ini pun berubah menjadi kepiluan. Ramadan yang semestinya menjadi momen beribadah dengan hikmat, berubah menjadi keprihatinan bagi para korban banjir.
Advertisement
Namun bagi kita yang berjarak dari banjir di sejumlah daerah, peristiwa ini menjadi perenungan. Apa makna banjir yang terjadi serempak di berbagai daerah di bulan Ramadan.
Baca Juga
Menurut Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Asrul Jamaluddin, bencana yang disebut dalam teks al-Quran dan Hadis diklasifikasikan menjadi dua, yaitu bencana alam dan bencana non-alam.
Di antara bentuk bencana alam yaitu gempa bumi, letusan gunung api, tsunami, tanah longsor, banjir, dan kekeringan. Kedua, Bencana Non-alam. Sementara bencana non-alam contohnya kegagalan teknologi, epidemi atau wabah, konflik sosial, dan teror.
Menurut Asrul, peristiwa alam yang terjadi tidak serta merta dapat disebut sebagai bencana. Suatu kejadian bisa disebut sebagai bencana ketika manusia salah memperhitungkan risiko dari peristiwa tersebut dan mengakibatkan kerugian pada diri atau komunitasnya.
Oleh karena itu, pada dasarnya banjir, tanah longsor, gunung meletus, banjir, gempa bumi, dan lain-lain bukan merupakan bencana. Karena peristiwa tersebut adalah fenomena rutin dan siklus alam.
Suatu peristiwa dikatakan sebagai bencana jika kita tidak memperhitungkan risiko dengan mempersiapkan diri dengan baik, sehingga kemudian mengakibatkan timbulnya kerusakan, sakit, atau bahkan kehilangan jiwa.
Simak Video Pilihan Ini:
Cara Islam Memandang Bencana
Bencana, apapun bentuknya, sesungguhnya merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada manusia. Berbagai peristiwa yang menimpa manusia pada hakikatnya merupakan ujian dan cobaan atas keimanan dan perilaku yang telah dilakukan oleh manusia (QS. Al An’am: 54).
Orang beriman dan bertakwa selalu mengakui bahwa apa yang diberikan oleh Allah, termasuk bencana, kepada mereka adalah “kebaikan” (QS. An Nahl: 30).
“Bencana ternyata merupakan wujud rahmat Allah, manifestasi dari kebaikan dan keadilan Allah. Tidak ada bencana yang benar-benar memusnahkan manusia, semua bencana kalau kita renungkan tidak ada yang bermaksud memusnahkan kehidupan manusia,” kata Asrul.
Bencana merupakan ketetapan dan ketentuan Allah atau takdir. Takdir di sini dimaknai sebagai sebuah ketetapan dan ketentuan Allah yang telah terjadi di hadapan kita.
Hanya Allah saja yang mengetahui ketetapan dan ketentuan-Nya, manusia hanya dapat mengetahuinya ketika ketetapan dan ketentuan tersebut terjadi. Adapun ketika ketetapan dan ketentuan yang akan terjadi manusia juga tidak mengetahuinya, hanya Allah saja yang Maha Tahu.
Dengan demikian, manusia wajib memohon kepada Allah dan berusaha untuk meyikapinya dengan penuh kesabaran dalam rangka merubah keadaan yang dihadapinya menjadi lebih baik (QS. Al Anfal: 53).
Bencana bukan merupakan bentuk amarah dan ketidakadilan Allah kepada manusia, justru sebaliknya bencana merupakan bentuk kebaikan dan kasih sayang (rahmah) Allah kepada manusia (QS. Al Baqarah: 156-157).
Selain itu, bencana berfungsi sebagai media untuk introspeksi seluruh perbuatan manusia yang mendatangkan peristiwa yang merugikan manusia itu sendiri (QS. Al Hasyr: 18).
Dengan kata lain, perbuatan manusia terkadang dilakukan tanpa pertimbangan yang matang. Karenanya, ketika bencana datang, manusia seharusnya melakukan taubat kepada Allah dan muhasabah terhadap diri sendiri.
Advertisement
