Ini Sebab Nyale Tidak Muncul Saat Festival Bau Nyale

Nyale atau cacing laut tidak muncul saat Festival Bau Nyale di Lombok Tengah dikarenakan faktor alam.

oleh Hans Bahanan diperbarui 11 Feb 2015, 20:35 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2015, 20:35 WIB
Bau Nyale

Liputan6.com, Lombok Puncak event Bau Nyale yang digelar di pantai Seger, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Selasa 10 Februari 2015 kemarin, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, sebab pada peraayaan tahun ini, nyale yang hendak diburu tidak muncul di permukaan laut.

Kepala Dinas Pariwisata Lombok Tengah, Lalu Putrie, yang juga tokoh adat setempat, membenarkan nyale atau cacing laut tersebut tidak muncul seperti tahun-tahun sebelumnya. Menurutnya, waktu perayaan Bau nyale tersebut sesuai dengan penanggalan Sasak yang ditentukan dengan ritual "Sangkep Warige".

"Penanggalan Sasaknya sudah tepat, berdasarkan hasil Sangkep Marigi dengan pemanggilan empat mangku dari empat penjuru mata angin, dan mengacu pada kalender rowot," kata Putrie, kepada liputan6.com, Rabu (11/2/2014).

Namun, kata dia, kemungkinan utama penyebab nyale tersebut tidak keluar karena tanda alam. Sebab, saat ritual Sangkep Warigi dilakukan, semua tanda-tandanya sudah keluar kecuali  hujan angin disertai petir.

"Tanda alam seperti hujan angin dan petir Itulah kemungkinan yang menyebabkan nyale itu tidak keluar, sebab secara ilmiah, hujan angin yang disertai petir memiliki suhu tertentu yang membuat nyale-nyale tersebut keluar," sambung dia.

Dia menerangkan, ada jenis nyale yang muncul saat perayaan Bau Nyale berlangsung yaitu nyale Tunggaq dan Nyale Potto. Dan pada puncak perayaan bau nyale tahun ini disebut dengan istilah Nyale Kemonten atau Nyale yang tidak keluar.

Namun, dia memastikan nyale-nyale tersebut akan keluar pada bulan 10 dan 11 bulan Maret berdasarkan perhitungan warige. "Sebenarnya nyale itu ada, tapi tidak keluar. Dan kemarin itu yang terjadi nyale kemontan ada tapi tidak keluar. Berdasarkan perhitungan warigi, nyale akan muncul tanggal 10 dan 11 bulan maret," kata dia.

Kendati demikian, dia menerangkan bahwa arti Bau Nyale sebenarnya bukan semata mata menangkap nyale, melainkan sebagai bukti kepatuhan warga sasak terhadap 'Ubaye' atau permintaan terakhir Putri Mandalika sebelum menjatuhkan dirinya ke laut.

"Ubaye Putri Mandalika itu, bahwa beliau akan datang setiap tanggal 20 bulan 10 penanggalan Sasak. Jadi  bukan kuantitas nyale yang jadi acuan. Namun, jika mencintai Putri Nyale maka datanglah pada tanggal tersebut," tandas dia.

Meski nyale yang dicari tidak keluar, namun warga tampak antusias mengikuti tradisi turun temurun ini. Saking antusiasnya warga bahkan rela berenang sampai ke tengah laut demi mendapatkan nyale.

Bau Nyale atau menangkap cacing laut adalah sebuah tradisi unik suku Sasak Lombok yang digelar setiap tahun yaitu setiap tanggal 20 bulan 10 berdasarkan penanggalan penanggalan sasak .

Nyale atau cacing laut yang ditangkap tersebut diyakini sebagai jelmaan Putri Mandalika. Konon, Putri Mandalika dikenal putri tercantik seantaro Lombok saat itu. Karena kecantikannya, beberapa orang pangeran dari kerajaan lain berniat mempersuntingnya.

Namun karena bingung harus memilih satu di antara banyak pangeran tersebut, akhirnya putri Mandalika memilih untuk menceburkan dirinya di laut Pantai Seger dari atas tebing. Konon, jasad putri Mandalika berubah menjadi Nyale yang berwarna warni.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya