Melihat Pencapaian Spiritual Tertinggi di Lantai Batik Iwan Tirta

Karya seni instalasi lantai batik Iwan Tirta di Senayan City berisi falsafah pencapaian spiritual tertinggi.

oleh Bio In God Bless diperbarui 02 Okt 2015, 11:35 WIB
Diterbitkan 02 Okt 2015, 11:35 WIB
Instalasi Seni - Batik Keramik Iwan Tirta 1015 2
Karya Seni Instalasi Keramik Batik Iwan Tirta

Liputan6.com, Jakarta Anda mungkin merasa bahwa dalam banyak aspek, peradaban manusia tidak benar-benar bergerak linear ke depan, tapi lebih menyerupai siklus. Dunia mode jadi referensi jelas akan konsep itu. Anda tentu belum lupa bagaimana flare pants dari era 1970an belakangan kembali mengisi realitas fesyen dunia. Hal serupa juga bisa dilihat dalam dunia politik.

Fenomena “cerai-rujuk” dari teritori kekuasaan bahkan bukan cuma mengenai negara-negara modern, seperti Jerman yang ikonik dengan Tembok Berlin. Anda bisa menelusurinya hingga ke masa kerajaan-kerajaan di tanah Jawa. Setelah melalui berbagai perjanjian dimana Kerajaan Mataram akhirnya terbagi menjadi 4 entitas politik, munculah pada satu masa sebuah ide yang disebut `Catur Sagotro`.

Gagasan itu berisi upaya menyatukan kembali Kesultanan Yogyakarta (Hamengkubuwono), Kasunanan Surakarta (Paku Buwono), Praja Mangkunegaran (Mangkunegara), Nagari Pakualaman (Paku Alam), dimana keempatnya berbagi sejarah dan budaya induk dari Mataram. Catur Sagotro inilah yang menjadi inspirasi dasar pilihan Era Soekamto, Creative Director Iwan Tirta Private Collection, untuk karya seni instalasi yang terpajang di lobi pusat perbelanjaan Senayan City dalam rangka peringatan Hari Batik Nasional yang jatuh tiap 2 Oktober.

Karya Seni Instalasi Keramik Batik Iwan Tirta

Mengambil rupa gazebo atau pendopo, bangun yang terbilang sederhana namun eye-catching dengan keberadaan manekin berbatik hijau kuning di puncak undak-undak ini sesungguhnya sarat makna, yang sayang bila tak direkam otak Anda seusai menikmati tampilan visualnya. Mulai lagi dari Catur Sagotro, interpretasi Era Soekamto tentang ide tersebut dibawanya melambung tinggi melampaui fenomena politik melainkan menembus ke realitas spiritual. Warna hijau kuning yang ditemukan di karya itu bisa dipakai sebagai pintu untuk mengupas makna itu.

Hijau dan kuning adalah warna dominan yang mengisi Pendopo Ageng di Pura Mangkunegaran, dimana konstruksi bangunan inilah yang diambil sebagai rupa karya instalasi seni tersebut. Bila Anda berkesempatan ke Pendopo Ageng Pura Mangkunegaran di Solo, cobalah menengadah ke langit-langitnya (singup) dan Anda akan lihat motif Kumudawati. Olah kreatif maestro Iwan Tirta atas Kumudowati adalah motif artistik nan estetis yang bisa Anda temui di seri lantai Niro Granite yang menjadi bagian penting dari karya seni instalasi di Senayan City itu.

Karya Seni Instalasi Keramik Batik Iwan Tirta

Kumudowati – kumuda berarti teratai putih – merupakan simbolisasi dalam falsafah Hinduistik atas pencapaian spiritual tertinggi melalui kesadaran semesta dari proses “penyatuan” diri dan totalitas kehidupan (bandingkan dengan konsep penyatuan 4 kerajaan di Catur Sagotro). Menjadi bagian dari Kumudowati ialah grafis Modang (atau Modhang), sebuah siluet menyerupai lidah api yang menjadi perlambang energi yang digunakan untuk meraih pencapaian spiritual tertinggi tersebut, dimana Era Soekamto merujuknya melalui kosakata praktik yoga, Kundalini.

Demikianlah makna tersirat dalam kecantikan motif batik yang hadir melalui teknologi digital printing pada lantai Niro Granite bersentuhan akhir prada emas buatan tangan. Bagaimana konsep-konsep dalam Catur Sagroto, Kumudowati, Modang, dan lainnya di karya seni instalasi itu dirangkai dapat dilihat sebagai cara seorang Era Soekamto menginterpretasi gagasan-gagasan masa lampau hingga menjadi satu hal untuk masa kini. Proses ini pula lah yang sudah terjadi pada tiap fenomena yang dibahas saat tulisan ini dimulai.

Karya Seni Instalasi Keramik Batik Iwan Tirta

Peradaban manusia dalam kebudayaannya tampak bukan sekadar mengunjungi kembali gagasan-gagasan yang sudah diproduksi di masa lampau. Ini bukan siklus. Tapi bahwa manusia menoleh kembali ke masa lalu dalam perspektif kekininiannya. Sebagaimana flare pants tahun 1970an kini didekati secara kontemporer, ide Catur Sagroto mengenai penyatuan kerajaan dalam frame sejarah terpecahnya Mataram, maupun motif batik yang hadir bukan lagi hanya pada kain tapi juga lantai.

Karya seni instalasi Catur Sagroto hasil kolaborasi Iwan Tirta Private Collection dan Niro Granite bisa Anda nikmati di lobi utama Senayan City pada 28 September – 11 Oktober 2015.

 

(bio/igw)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya