Liputan6.com, Jakarta Program digital yang diusung Menteri Pariwisata, Arief Yahya dalam memasarkan pariwisata terus mendapat respons positif. Satu talkshow di tengah Rakornas III Kemenpar yang digulirkan di Ecopark Ancol, 15-16 September 2016 itu cukup mengundang perhatian. Salah satunya apa yang sudah dijalankan AirAsia, maskapai penerbangan yang dipimpin Tony Fernandez dan berpusat di Malaysia itu.
Di dunia digital seperti sekarang ini siapa yang tak kenal AirAsia? Maskapai modern dengan konsep LCC (Low cost carrier) yang kini sudah malang melintang di Asia Tenggara? AirAsia sempat menjadi sorotan lantaran sukses memenangkan Best World’s Best Low Cost Airline by Skytrax selama 6 tahun berturut-turut ? Nah, semua kisah sukses AirAsia tadi ikut di share ke peserta Rakornas III yang diikuti semua stakeholder pariwisata itu.
“AirAsia murah dan cepat. inilah yang membuat penumpang banyak yang loyal dengan kami,” terang Yohannes Heraldo, Marketing Manager Air Asia.
Advertisement
AirAsia memang sangat efisien dalam penggunaan pesawatnya. Hal ini bisa dilihat dari waktu berhenti pesawat di bandara yang hanya berkisar 25 menit. Selain itu, tingkat produktifitas awak pesawat juga sangat tinggi di AirAsia. Angkanya tiga kali lipat daripada Malaysia Airlines. AirAsia juga dapat meraih utilisasi rata-rata pesawat sebesar 13 jam sehari.
Tapi, bukan itu saja faktor yang membuat AirAsia berkibar. Peralihan pola kerja dari konvensional menjadi digital, menurut Yohannes Heraldo, juga memberi dampak besar. Pembelian tiket yang tadinya manual, diubah ke online. Murahnya akses internet membuat AirAsia makin efisien. Ujung-ujungnya, internet dijadikan ‘senjata’ untuk menyalurkan distribusi tiket.
“Sudah dua tahun kami beralih ke transaksi berbasis online. Cara ini menambah keuntungan karena biaya pendistribusian tiket bisa dikurangi,” ujar Yohannes.
Meski awalnya mendapat resistansi dari pelanggan yang belum terbiasa dengan pola pembelian online, AirAsia tetap jalan terus dengan gaya digitalnya. Pelanggan sedikit ‘dipaksa’ dengan gaya main digital. Dibiasakan dengan iklim online yang sudah banyak diterapkan di belahan bumi Eropa.
Hasilnya? AirAsia bisa mengurangi ‘lemak-lemak’ ketidak efisienan. Menurut data di Global Distribution System (GDS), 80% transaksi pembelian tiket dan check-in AirAsia sudah menggunakan situs resminya.
Keuntungan lainnya? Digital juga bisa dijadikan senjata memasarkan produknya. Dari Facebook, Instagram dan lainnya, maskapai pemenang Best World’s Best Low Cost Airline by Skytrax selama 6 tahun berturut-turut itu bisa mendeteksi apa yang paling dicari setiap orang dari belahan bumi manapun.
Dari mulai kemana saja anak-anak muda Singapura jalan-jalan? Apa yang disukai orang-orang Tiongkok? Kemana saja warga Jepang dan India menghabiskan liburannya? Sampai budget yang dikeluarkan? Semua bisa dideteksi dengan mudah. Hasilnya? Strategi pemasaran pun bisa dengan mudah dirancang. Beragam promo menarik bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan gampang ditawarkan ke setiap orang.
Dengan upaya yang tak terlalu besar, SDM yang tak terlalu banyak, AirAsia pun bisa dengan gampangnya menjaring banyak ikan dimana-mana.
Dari mulai wisatawan keluarga, anak-anak muda, solo traveller, halal tourism, wisata bahari, nature, man made, semua terjaring. Semua bisa dilayani.
Dengan pola digital ini juga, AirAsia berani mematok target untuk menerbangkan enam juta wisatawan ke Indonesia. Angkanya lumayan tinggi. Jumlahnya sudah sepertiga dari target capaian kunjungan wisatawan ke Indonesia. Rute-rute penerbangan ke Indonesia diperbanyak. Terutama rute pergi pulang dari sekitar India dan Tiongkok selatan dan Singapura ke Indonesia.
“Kami sudah berkomitmen untuk menerbangkan enam juta wisatawan ke Indonesia hingga 2019 nanti. Dan akan kami penuhi karena semua sudah kami perhitungkan lewat analisis berbasis digital. Jadi, bila pariwisata Indonesia beralih ke digital, itu sudah sangat tepat. Lompatan capaiannya pasti akan jauh lebih dahsyat dari pola konvensional,” urai Yohannes.
(Adv)