Regenerasi Lambat, Motif Batik Jawa Timuran Satu per Satu Punah

Ada sekitar 38 kabupaten di Jawa Timur, yang semuanya memiliki ciri khas pada corak dan motif batik.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 02 Okt 2017, 16:30 WIB
Diterbitkan 02 Okt 2017, 16:30 WIB
Uniknya Proses Pembuatan Batik Khas Sidoarjo
Bahan kain kemudian dibentuk atau disketsa sesuai dengan motif. Usai disketsa kemudian dicanting, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (24/3/2015). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Bukan hanya monopoli Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Solo, batik juga banyak berkembang dalam kebudayaan orang Jawa Timur. Bahkan, Jawa Timur memiliki corak dan motif yang tak kalah menarik dengan ciri khas sentuhan warna yang lebih semarak. Tak hanya itu, dalam jagat fashion tanah air, batik Jawa Timur mampu bersaing dengan gempuran fashion item luar negeri.

Syarif Usman, generasi kedua Rumah Batik di Surabaya, saat dihubungi Liputan6.com, Senin (2/10/2017) mengatakan, batik Jawa Timur sebagian besar merupakan batik yang hidup dalam masyarakat pesisir, dengan ciri khas pewarnaannya yang lebih bervariasi.

“Selain terpengaruh adat istiadat, batik Jawa Timuran juga dipengaruhi sebagian besar oleh Kerajaan Majapahit. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya motif batik mojo (buah-buahan), burung, kupu-kupu,” ujar Syarif.

Ciri Khas Motif Batik Jawa Timur

Syarif menambahkan, ada sekitar 38 kabupaten di Jawa Timur yang semuanya mempunyai ciri khas-nya sendiri dalam motif batik.

“Enggak semua batik Jawa Timur terpengaruh Majapahit, karena di Pamekasan sendiri, tempat saya dibesarkan, ada daerah yang lebih kental dengan nuansa batik pesisir, yang pewarnaannya beraneka ragam,” kata Syarif.

Di antara begitu banyak corak barik Jawa Timuran, menurut Syarif, beberapa di antaranya bahkan ada yang hampir punah dan dianggap langka. Motif batik ayam bekisar misalnya, mulai langka karena selain pembuatannya memakan waktu yang lama, pembeli juga tidak mau membayar mahal.

“Batik langka Jawa Timur itu banyak dari Tulung Agung dan Sumenep. Jadi langka karena perajinnya sudah banyak yang meninggal, dan kebanyakan dari mereka para pembatiknya gak nurunin ke generasi yang lebih muda,” tutup Syarif. 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya