Klinik Kopi di Tengah Ramainya Bisnis Kedai Minuman Sejenis

Klinik Kopi makin eksis dan terkenal, meski di tengah menjamurnya bisnis kedai kopi di sejumlah tempat di Indonesia.

oleh Komarudin diperbarui 25 Nov 2018, 22:00 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2018, 22:00 WIB
Pepek, pemilik Klinik Kopi
Klinik Kopi makin eksis dan terkenal, meski di tengah menjamurnya bisnis kedai kopi di sejumlah tempat di Indonesia. (Liputan6.com/Komarudin)

Liputan6.com, Yogyakarta – Cuaca agak mendung dan sepi saat tiba di Klinik Kopi, Jumat, 23 November 2018. Lokasinya di Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Bangunan yang didominasi bambu itu terlihat asri.

Mengenakan kaus hitam dan topi coklat, sang empunya Klinik Kopi itu menyambut rombongan #jalan2jenius dengan ramah. Satu per satu bersalaman dengan Pepeng, yang bernama asli Firmansyah itu.

"Dibagi dua kelompok saja supaya bisa masuk," saran Pepeng seraya memersilakan pada kelompok pertama.

Di dalam ruangan tempat Pepeng membuka klinik itu terdapat berjejer toples berisi kopi dari berbagai daerah. Beberapa di antaranya Padusi dari Sumatera Barat, Red Bourboun dari Bandung, Bu Nur dari Solok, Huta Batak, Senggani. Harga satu cup Rp 25 ribu.

"Indonesia memiliki potensi kopi yang bagus dan bisa bersaing dengan negara lain, tapi ketinggalan cara pengolahan kopinya," kata Pepeng yang memulai usahanya itu sejak 2013.

"Jadi, ketika kita bisa mengubah kualitas kopi, kita bisa mengubah kualitas harga, kita bisa mengubah kualitas hidup mereka," sambung Pepeng.

Di hadapan konsumen, Pepeng meracik biji kopi sesuai dengan pesanan yang bertandang ke kedai kopinya. Sambil meracik kopi, dia menceritakan asal muasal biji kopi.

Nama Klinik Kopi kian populer karena menjadi salah satu lokasi syuting Ada Apa Dengan Cinta 2 (AADC 2). Pepeng tak menyangka jika tempatnya itu dijadikan lokasi syuting film oleh Riri Riza dan Mira Lesmana.

Kopi Sebagai Passion

Pepeng, Pemilik Klinik Kopi
Pepeng, Pemilik Klinik Kopi (Liputan6.com/Komarudin)

Pepeng memroses biji kopi hingga menjadi bubuk kopi tanpa banyak menggunakan mesin. Ia kemudian mengolah kopi tersebut secara manual untuk memertahankan citarasa kopi. Hal itu dipelajari secara otodidak.

Pria kelahiran Sleman, Yogyakarta, 14 November 1979 itu membeli mesin roasting pada 2014. Ia beli mesin tersebut agar bisa mengolah biji kopi.

Kopi dikatakan enak dari rasanya. Tak berhenti di situ, rasa enak itu dari prosesnya. Mulai dari pengolahan, petik, pengeringan, sortasi, hingga fermentasinya.

Di tengah menjamurnya kedai-kedai kopi, Pepeng tetap pada pendiriannya tak akan membuat gerai kopi di tempat. Ia berharap Klinik Kopi yang didirikan bersama istrinya, Viviana Asri, bisa berdampak luas dan menginspirasi orang lain.

Meski begitu, kehadiran kedai-kedai kopi di Indonesia patut disyukuri. Namun, bertahan atau tidaknya kedai-kedai kopi bertebaran saat ini sangat tergantung dengan passion.

"Orang lain buat warung kopi mungkin bisa bosan, karena nyeduh berkali-kali. Makanya, kami hanya buka empat jam, dari jam 4 empat sore sampai jam 8 malam. Tapi bagi bagi saya kopi adalah passion. Jadi nggak pernah merasa bosan," kata Pepeng.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya