Liputan6.com, Jakarta - Jalinan asmara yang bermuara pada pernikahan tak jarang jadi dambaan banyak orang. Menyatukan dua kepala dengan pemikiran berbeda lewat membina rumah tangga, ingin memiliki keturunan, hingga dapat menghabiskan hidup bersama yang tercinta, mungkin hanya segelintir alasan terwujudnya prosesi sakral bernama pernikahan.
Namun sebelum itu, tentunya ada beragam hal yang harus dilewati dan juga perlu dipersiapkan calon pengantin. Satu di antaranya adalah konsep pernikahan seperti apa yang akan diusung, bisa lewat prosesi adat ataupun modern, sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
Lantas, seperti apa konsep pernikahan itu sendiri? Terlebih pernikahan adat yang perlu dipersiapkan dengan matang pelaksanaannya. Terkait hal tersebut, Sejarawan sekaligus Ketua Umum Pengurus Pusat Forum Komunikasi Guru IPS Nasional PGRI (FKG IPS Nasional PGRI), Wijaya, memberikan tanggapannya.
Advertisement
Baca Juga
"Esensi pernikahan ada dari beberapa aspek, pertama dari aspek hukum berlaku Undang-Undang di kita yaitu UU nomor 1 tahun 1974 mengatur secara tegas dan jelas. Kedua, hukum agama diakui di Indonesia, dan ketiga hukum adat," kata Wijaya saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 6 Desember 2019.
Wijaya menambahkan, meski ketiga aspek di atas memiliki substansi yang sama yaitu pernikahan mencakup tiga hal yaitu hubungan lawan jenis, pemenuhan perintah agama, dan memiliki keturunan, hukum adat disebut Wijaya menarik.
"Karena sejarah secara luas, suku bangsa setiap kepulauan memiliki perkawinan adat yang unik, dari Sabang sampai Merauke banyak secara kuantitas sampai 40," tambahnya.
Pernikahan adat dan modern dilihat Wijaya tidak ada hal yang kontradiktif soal rivalitas. Fakta di lapangan, dikatakan Wijaya, semua berjalan baik-baik saja tergantung kepada kedua mempelai endogami atau satu suku secara adat atau eksogami, dua suku yang berbeda.
"Muncul tantangan eksogami yang berbeda suku namun hal tersebut dapat dimusyawarahkan," tambahnya.
Meski nuansa modern banyak diusung, pernikahan adat tak begitu saja ditinggalkan. "Tergantung konteks aspek geografis bagi perkotaan dan pedesaan. Di pedesaan masih didominasi perkawinan adat mungkin "pesta" yang mulai mengadopsi konsep Barat. Tapi di perkotaan mengadopsi (konsep Barat) seperti standing party," jelas Wijaya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pernikahan Adat yang Cenderung Mahal
Tak dapat dipungkiri, pernikahan yang mengusung konsep adat memang relatif menguras kocek. Hal tersebut mengingat setiap daerah punya rangkaian acara atau ritual yang berbeda-beda.
"Memang harus realistis, rata-rata satu acara (pernikahan adat) harus tiga kali ganti baju, termasuk gamelan dan instrumen musik dan itu di luar gedung dan bisa sampai Rp50--75 juta, belum makanan. Biaya konsep adat mengadopsi ritual," ungkap Wijaya.
Saat calon mempelai memutuskan menikah dengan konsep adat, memang tidak semua rangkaian harus dilaksanakan. Lebih menyoroti pada eksogami untuk memadukan sekiranya tahapan mana yang akan dilakukan.
"Hakikat pernikahan dengan esensi mendapat legalisasi untuk melaksanakan fungsi biologis, agama, budaya dan masyarakat. Karena menikah itu memetakan, edukator, menggabungkan dua visi misi," lanjutnya.
Advertisement
Berapa Kisaran Biaya Menikah Konsep Adat dan Modern?
Penentuan konsep pernikahan menjadi salah satu pilihan yang dapat diambil oleh calon pengantin. Ada tiga buah konsep seperti penikahan tradisional atau adat, nasional, dan internasional.
"Untuk konsep tradisional yang harus dipersiapkan adalah tanggal pernikahan, jumlah tamu berapa pax, venue terkait tanggal yang ditentukan tersedia atau tidak," kata Febri, General Manager Bantu Manten, wedding planner dan organizer saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 6 Desember 2019.
Khusus untuk pernikahan tradisional merujuk pada adat tertentu yang telah ditentukan. Febri melanjutkan pada konsep pernikahan ini terdapat prosesi, upacara adat, setelah upacara adat, prosesi kirab, lengkap dengan tarian.
"Kita bekerjasama dengan vendor untuk katering, dekorasi, rias busana, foto video. Vendor adat biasanya dengan sanggar adat dan mekanismenya tergantung kebutuhan klien," tambahnya.
Febri melanjutkan, katering menjadi salah satu penyumbang biaya terbesar. Maka dari itu penentuan undangan juga berpengaruh pada biaya katering, dekorasi, dan venue.
"Kalau undangan besar perlu kapasitas venue yang lebih besar, dekorasi juga demikian. Maka dari itu konsep tradisional berbeda dengan internasional yang lebih intimate. Kalau tradisional, butuh bahan seperti adat Jawa lebih pada kayu, bunga-bunga, dan prosesi upacara," jelas Febri.
Untuk prosesi adat sendiri, perlu diperhatikan adanya rundown yang berpengaruh pada tempat. Calon pengantin dengan jarak satu hari satu event masih bisa digunakan beberapa rangkaian, dari akad, sore hari adat. Yang menjadi tantangan ketika venue satu hari dua event disesuaikan acara adat agar waktunya cukup.
"Kalau untuk undangan, awal klien menyebut 400 undangan atau 800 pax, tapi sebulan kemudian bisa berubah, baik bertambah atau berkurang. Tambahan tamu undangan biasanya dari pihak orangtua," jelasnya.
Lantas, bagaimana ketika permintaan undangan berkurang? "Lebih kepada budgeting, otomatis kami bantu hitung plus ke katering, untuk sesuai budget klien," tambahnya.
"Biaya paket pernikahan tradisional Rp200 juta ke atas untuk 600 pax. Paket termasuk rias busana, fotografi, dokumentasi, musik, undangan, MC. Untuk katering kita ada beberapa kerja sama pada area venue hotel menyediakan F&B," tutur Febri.
Untuk kisaran biaya pernikahan internasional start Rp100 juta ke atas di Bantu Manten karena internasional tidak melibatkan banyak undangan, bahkan ada yang 100 pax. Paketnya pun sama, terkecuali busana karena tradisional lebih pada kebaya dan internasional menggunakan bridal.
"Untuk menghindari penipuan, penting juga untuk klien memilih WO yang benar-benar trusted, biasanya ada beberapa yang punya PT seperti kita, ada kantornya. Penting juga melihat literatur dan berapa event yang sudah dilaksanakan," tutupnya.