Liputan6.com, Jakarta - "Saya menyaksikan banyak situasi sulit selama 22 tahun bekerja di Singapore General Hospital (SGH). Tapi, melihat pekerja migran terinfeksi COVID-19 salat tanpa alas di lantai rumah sakit adalah salah satu yang paling menyakitkan," ucap seorang perawat bernama Suriana dilansir dari laman Her World Singapore, Senin (7/9/2020).
Kondisi ini, kata Suriana, pertama kali didapatinya pada awal April lalu. Kala itu, ia yang dipindahkan untuk bantu menanggulangi akibat penyebaran virus corona baru mencatat jumlah besar pasien yang merupakan Muslim Bengali asal Bangladesh.
Akhirnya, sang perawat pun berinisiatif membagikan selimut rumah sakit sebagai pengganti sajadah konvensional. Tapi, di sisi lain, pihak rumah sakit juga membutuhkan pakaian bersih, mengingat setiap hari ada penambahan pasien.
Advertisement
Baca Juga
Pakaian lama pasien telah terkontaminasi, dan virus mungkin saja menyebar bila mereka tak menggantinya. Pasien positif COVID-19 ini lebih dulu menjalani perawatan di bangsal rumah sakit, sebelum dipindahkan ke Community Care Facilities (CCF) saat kondisi mereka membaik.
"Melihat urgensi ini, saya meminta pada kolega, teman, dan keluarga untuk mendonasikan sajadah, juga pakaian. Sejak pertama mengirim pesan, saya bersyukur sekali donasi tak hentinya datang," katanya.
Total, sang perawat menerima lebih dari 50 buah sajadah dan pakaian donasi. Bahkan, ada beberapa barang esensial lain bagi pasien yang segera mendapat perawatan di CCF.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Berikan Lebih dari 500 Paket
Suriana bercerita, keluarganya bantu mengumpulkan donasi dari 50 keluarga lebih, sekaligus menyortirnya sebelum dikirimkan ke SGH. "Ada juga yang memberikan barang untuk pihak rumah sakit," ucapnya.
Barang donasi ini beberapa di antaranya berupa ikat pinggang, sabun mandi, sampo, sikat gigi, handuk, botol air minum, kopi instan, dan biskuit.
"Memang tak mudah memilih pakaian berdasarkan ukuran dan memastikan mereka masih dalam kondisi layak. Dengan bantuan staf rumah sakit, pekerjaan ini kami lakukan selama berhari-hari. Di akhir jam kerja, mereka bahkan masih terus bertanya apa yang bisa mereka bantu," kata Suriana.
Pihaknya pun berhasil memberi 500 paket lebih untuk pasien Bengali sebelum mereka ditransfer ke CCF. Walau ada batasan bahasa, ujar Suriana, tak ada kata-kata yang bisa mewakili raut wajah para pasien saat membuka paket tersebut.
"Saat saya mengucapkan selamat tinggal pada setiap pasien, beberapa dari mereka berhenti di pintu keluar dan menangis. Salah satunya bahkan sempat kembali hanya untuk mengucapkan terima kasih. Momen itu masih hangat menyentuh perasaan saya," tutupnya.
Advertisement