Ketika Sederet Fandom K-Pop Gandeng Tangan Perangi Perubahan Iklim dan Bantu Korban Bencana

Masuk dalam daftar ini antara lain fandom grup K-Pop, BTS, BLACKPINK, NCT Dream, dan EXO.

oleh Asnida Riani diperbarui 04 Feb 2021, 21:01 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2021, 21:01 WIB
Jadi Anggota Pertama, Ini 5 Potret Xiumin EXO Sebelum Jalani Wajib Militer
EXO melepas Xiumin wajib milier. (Sumber: Instagram/@kimjuncotton)

Liputan6.com, Jakarta - Terlibat melampaui semata karya musik idol K-Pop favorit mereka, sederet fandom grup asal Korea Selatan melangkah lebih jauh dalam isu-isu sosial. Daftarnya mulai dari petisi menyelamatkan hutan, donasi untuk korban bencana, hingga muncul sebagai kekuatan dalam perang global melawan perubahan iklim.

Melansir laman South China Morning Post, Kamis (4/2/2021), fandom K-pop yang didominasi kaum muda dan paham teknologi telah menggunakan kekuatan media sosial demi "tujuan politik," termasuk memobilisasi dana untuk gerakan Black Lives Matter di Amerika Serikat, tahun lalu, dan mendukung protes pro-demokrasi Thailand.

Grup ini pun semakin vokal tentang perubahan iklim, menyoroti isu-isu lingkungan yang relatif baru sedikit mendapat perhatian kaum muda di beberapa bagian dunia. "Penggemar K-pop kebanyakan adalah milenial dan generasi Gen-Z. Kami ingin memperjuangkan masa depan kami," kata Nurul Sarifah, mahasiswa Indonesia pendiri gerakan Kpop4Planet.

Media sosial pun akhirnya dimanfaatkan untuk berdiskusi dan meningkatkan kesadaran tentang masalah perubahan iklim yang memengaruhi kota asal mereka, kata Sarifah yang mengaku penggemar boy group EXO.

"Setiap hari kami mengalami efek ini (perubahan iklim), polusi, gelombang panas, banjir, kebakaran hutan. Kita bisa mengubah ini dengan berbuat baik, seperti yang dilakukan idola kita. Jadi, kita bisa menikmati K-pop di planet yang layak huni," katanya.

Seiring pergerakan K-pop jadi fenomena global dalam dua dekade terakhir, upaya filantropis para idol, dari menyumbang ke panti asuhan hingga menanam pohon, telah mendorong penggemar untuk mengadopsi pendekatan serupa terhadap masalah sosial dan lingkungan.

Perubahan iklim telah jadi masalah yang semakin penting dan disorot pada bulan Desember lalu ketika BLACKPINK merilis video untuk meningkatkan kesadaran menjelang KTT iklim PBB, COP26, yang akan berlangsung di Glasgow, November 2021.

BLACKPINK menyampaikan pada puluhan juta subscriber mereka di YouTube bahwa belum terlambat untuk bertindak atas perubahan iklim dan mendesak penggemar mereka, yang dikenal sebagai Blinks, mengambil langkah lebih lanjut perihal isu ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Advokasi Aksi Iklim

BTS (Twitter/ bts_bighit)
BTS (Twitter/ bts_bighit)

ARMY, sebutan penggemar BTS, sementara itu telah menanam puluhan ribu pohon dalam beberapa tahun terakhir, dari Korea Selatan hingga Filipina, atas nama selebritas mereka melalui proyek One in an Army.

Mereka juga mengumpulkan dana untuk komunitas yang dilanda banjir di Assam, India, tahun lalu. "Fandom K-pop melakukan hal-hal hebat di luar batas dan generasi," kata aktivis Korea Selatan, Kim Na-yeon, dari kelompok kampanye Youth 4 Climate Action, yang tahun lalu menggugat pemerintah Korea karena lamban menangani perubahan iklim.

Kesadaran rendah di Korea Selatan, katanya, seraya menambahkan bahwa ia terhubung dengan penggemar lain melalui kecintaan mereka pada K-pop dan memanfaatkan jaringan itu untuk mengadvokasi aksi iklim.

"Karena saya telah jadi penggemar K-pop untuk waktu lama, saya tahu bagaimana orang berkumpul dan bergerak secara virtual. Jadi, saya menggunakan keterampilan saya untuk kampanye kami," kata Kim, penggemar subunit K-pop, NCT Dream.

Keterbukaan Pikiran

NCT Dream (Instagram/ nct_dream)
NCT Dream (Instagram/ nct_dream)

Latar belakang penggemar K-pop yang beragam, dari Amerika Utara hingga Asia, dipandang sebagai kunci untuk melibatkan mereka dalam diskusi lebih dalam tentang berbagai masalah kontemporer.

"Penggemar K-pop umumnya berpikiran terbuka dalam pendekatan mereka terhadap dunia. Jika tidak, mereka akan mendengarkan musik dari negara mereka sendiri dalam bahasa lokal mereka sendiri," kata CedarBough Saeji, asisten profesor bahasa dan budaya Asia Timur di Indiana University Bloomington di AS.

"Tak mengherankan jika mereka juga berbagi pandangan tentang masalah politik, sosial, dan lingkungan lokal tempat tinggal," katanya menyambung.

John Lie, seorang profesor sosiologi di University of California, Berkeley, yang menulis sebuah buku tentang K-pop, mengatakan bahwa fenomena tersebut didorong para penggemar yang ingin menunjukkan bahwa genre tersebut "bukan sekadar hiburan tanpa pikiran" dan "langka di kalangan idol K-Pop."

Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat

Infografis Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat
Infografis Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya