Liputan6.com, Jakarta - Sebuah organisasi nirlaba Malaysia, Lost Food Project tak hanya menjankan misi kemanusian membantu sesama. Mereka kian dikenal karena upaya pentingnya selama krisis ekonomi yang dipicu oleh pandemi dan melawan perubahan iklim.
Dilansir dari South China Morning Post, Kamis (9/9/2021), organisasi ini menyelamatkan makanan layak konsumsi dari pasar dan produsen yang akan menuju tempat pembuangan sampah. Mereka langsung mengalihkannya ke warga dan badan amal yang membutuhkan.
Pendiri Lost Food Project Suzanne Mooney terinspirasi oleh pekerjaan serupa yang dilakukan oleh DC Central Kitchen. Dapur komunitas ini telah diakui secara luas di ibu kota Amerika Washington serta FareShare di Inggris.
Advertisement
Baca Juga
Namun di Malaysia yang terobsesi dengan makanan, tingkat pemborosan telah mengkhawatirkan selama bertahun-tahun. "Kami menyadari bahwa tidak ada yang namanya 'menghemat' makanan di sini," kata Adeline Chang, salah satu relawan pelopor The Lost Food Project.
Chang dan rekannya Zai Saimon mulai menjadi sukarelawan di organisasi nirlaba ini sejak 2016. Keduanya saat ini duduk di dewan manajemen organisasi.
"Ketika Suzanne berbicara dengan pengecer di sini, orang-orang membuang makanan yang bisa dimakan tanpa berpikir dua kali," kata Chang.
Ia melanjutkan, karena Negeri Jiran diberkati dengan hasil alam yang melimpah, banyak konsumen yang pilih-pilih. Artinya, mereka hanya memilih buah dan sayuran yang secara estetika "paling menarik".
Barang-barang yang dianggap kurang baik kemudian ditinggalkan. Hal ini dikarenakan pengecer harus memberi ruang untuk produk segar yang masuk, dan membuang yang kurang baik.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Asal Makanan
Sekitar 70 persen dari makanan yang didapat The Lost Food Project saat ini berasal dari Kuala Lumpur Wholesale Market yang menampung sekitar 442 kios. Zai dan Chang menyebut kelompok tersebut telah mengumpulkan 111 ton buah dan sayuran yang dapat dimakan dari lokasi.
Organisasi ini melayani rata-rata 33 ribu makanan seminggu untuk 48 badan amal dan sekitar 7.500 keluarga di tempat tinggal dan daerah berbiaya rendah. Angka itu telah melonjak dalam beberapa bulan terakhir, dengan rumah tangga beralih ke bank makanan karena kehilangan pekerjaan yang meningkat periode Januari dan Juni dan melayani 1,8 juta makanan.
"Kami menerima banyak panggilan darurat dari badan amal dan individu yang meminta bantuan dan kami juga menerima lebih banyak makanan berlebih, yang kami distribusikan sebanyak yang kami bisa," kata Zai.
Advertisement
Upaya Organisasi
The Lost Food Project memperkirakan sejauh ini telah menyelamatkan tiga juta kilogram makanan dari tempat pembuangan sampah Malaysia Di saat yang bersamaan, juga menyelamatkan sekitar 19 ton gas rumah kaca dari memasuki atmosfer.
Menurut laporan bersejarah Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB (IPCC) yang dirilis pada 9 Agustus, sekitar 40 persen emisi gas rumah kaca berasal dari sistem pangan. Sekitar 30 persen dari semua makanan yang diproduksi hancur, menurut laporan tersebut.
Yang lebih memberatkan adalah temuan antara 2010 dan 2016, kehilangan dan pemborosan pangan global menyumbang hampir 10 persen dari total emisi gas rumah kaca antropogenik atau yang disebabkan oleh manusia. Aktivis lingkungan mengatakan tantangan negara dalam mengatasi perubahan iklim, lebih berkaitan dengan disfungsi politik daripada kurangnya inisiatif masyarakat sipil.
Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan
Advertisement