Liputan6.com, Jakarta - Pandemi menyebabkan jumlah kebutuhan akan pemakaman meningkat, baik liang kubur maupun kremasi. Saat kasus meningkat drastis, jenazah bahkan harus mengantre untuk dimakamkan atau dikremasi.
Amerika Serikat memiliki cara baru untuk pemakaman jenazah, yaitu dengan mengomposnya. Melansir The Colorado Sun, Kamis, 30 September 2021, Seth Viddal, co-owner dari The Natural Funeral, membangun 'wadah' yang diharapkan dapat lebih ramah lingkungan bagi jenazah dengan cara pengomposan tubuh (body composting) di pinggiran kota Denver.
"Ini adalah proses alami di mana tubuh dikembalikan ke unsur aslinya dalam waktu singkat. Ini adalah proses yang sama, tetapi dilakukan dengan (menggunakan) tubuh manusia di dalam wadah," ujar Viddal yang menyamakan praktik ini dengan pengomposan sisa makanan dan sampah halaman.
Advertisement
Baca Juga
Pada 7 September 2021, Colorado menjadi negara bagian kedua yang mengizinkan pengomposan tubuh manusia setelah Washington. Juli mendatang, giliran Oregon yang akan mencoba untuk mengizinkan praktik ini.
Tiga bisnis resmi di Washington yang mengompos sisa-sisa manusia, telah mengubah 85 jenazah sejak undang-undang tersebut berlaku pada Mei 2020. Sebanyak 900 orang telah mendaftar untuk layanan ini sejak pemakaman alami menjadi populer. Viddal mulai membuat wadah prototipe setelah RUU bipartisan ditandatangani menjadi undang-undang.
Berdasarkan desain yang digunakan di Washington, kotak kayu ini memiliki panjang sekitar dua meter, dengan lebar dan kedalaman tiga kaki (91,44 cm). Wadah ini dilapisi dengan tutup yang tahan air dan dikemas dengan serpihan kayu serta jerami.
Dua buah roda spool besar (menyerupai roda penggulung kabel listrik), diletakkan pada kedua ujungnya yang memungkinkan wadah jenazah dapat menggelinding, guna memberikan oksigen, agitasi, dan penyerapan yang dibutuhkan tubuh untuk menjadi kompos. Viddal menyebut proses pengomposan ini sebagai 'pilihan ekologis yang mengasyikkan', dan di dalam kematian, ia juga melihat kehidupan.
"Pengomposan merupakan siklus yang alami dan dilakukan oleh organisme. Ada miliaran mikroba, makhluk hidup yang ada di saluran pencernaan kita. Dan ketika kehidupan kita berakhir, hidup mereka (mikroba) tidak berakhir," ujar Viddal.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Cara Kerja
Sekitar tiga bulan kemudian, wadah tersebut akan dibuka dan 'tanah' akan disaring dari peralatan medis seperti prostetik, alat pacu jantung, dan alat pengganti sendi. Tulang-tulang besar yang tersisa akan dihaluskan dan dikembalikan ke dalam wadah selama tiga bulan pengomposan berikutnya. Gigi juga diambil untuk mencegah kontaminasi merkuri dalam tanah.
Tempat jenazah ini harus memiliki suhu 55 celcius selama 72 jam terus menerus untuk membunuh bakteri dan patogen. Suhu tinggi terjadi secara alami selama proses penghancuran tubuh dalam kotak tertutup.
Dalam enam bulan, tubuh, serpihan kayu, dan jerami akan berubah menjadi tanah yang cukup untuk mengisi bak truk pikap. Anggota keluarga dapat menyimpan hasil kompos untuk ditaburkan di pekarangan mereka.
Dalam undang-undang Colorado, hasil kompos ini dilarang untuk dijual dan digunakan secara komersial untuk tanaman konsumsi manusia. Hanya rumah duka dan tempat kremasi berlisensi yang diperbolehkan untuk mengompos tubuh manusia.
"Ini dapat menyempurnakan konversi tubuh (hingga) kembali menjadi material yang bermanfaat, baik untuk tanah, Bumi," kata Viddal yang menggambarkan akan membuat lebih dari 50 wadah pengomposan tubuh.
Advertisement
Berapa Harganya?
Perusahaannya, The Natural Funeral mematok biaya 7.900 dolar AS (hampir Rp 114 juta) untuk pengomposan tubuh, dibandingkan dengan kremasi seharga 2.200 dolar AS. Viddal mengatakan bahwa biaya layanan pemakaman tradisional di daerah Denver dapat mencapai lebih dari 10.000 dolar AS.
Walaupun perusahaannya belum menerapkan pengomposan tubuh, tapi beberapa orang telah mendaftar dan membayar layanan tersebut. Aj Killeen (40) dari Boulder telah menyatakan minatnya agar tubuhnya dikomposkan ketika meninggal.
"Pada dasarnya kita semua akan berubah menjadi debu. Jadi ini sedikit lebih alami," ujar Killeen, dikutip ABC News, Kamis, 30 September 2021.
Keputusan Killeen untuk mempertimbangkan pilihan tersebut dipengaruhi karena kepeduliannya terhadap lingkungan. Kremasi akan berkontribusi pada perubahan iklim melalui asap yang beracun. Sementara pemakaman tradisional membutuhkan sumber daya tambahan untuk menjaga tanah agar disiram dan dipangkas secara berkala. (Gabriella Ajeng Larasati)
Infografis DISIPLIN Protokol Kesehatan Harga Mati
Advertisement