Jamu Harus Terus Dikembangkan agar Dipercaya dan Disukai Generasi Muda

Owner Sido Muncul Irwan Hidayat mengatakan jamu harus dikembang terus agar dipercaya dan disukai genarasi muda

oleh Komarudin diperbarui 21 Mei 2022, 08:51 WIB
Diterbitkan 21 Mei 2022, 08:32 WIB
Owner Sido Muncul Irwan Hidayat
Owner Sido Muncul Irwan Hidayat mengatakan jamu harus dikembang terus agar dipercaya dan disukai genarasi muda (dok. Liputan6.com/Komarudin)

Liputan6.com, Jakarta - Jamu harus terus dikembangkan agar generasi muda mempercayai dan menyukainya karena rasanya yang enak. Namun, saat ini peminum jamu serbuk mulai berkurang dan menurun. Meski begitu, tradisi minum jamu tidak boleh hilang di Indonesia.

"Memang minum jamu itu sebagai penderitaan. Kalau menghukum orang dijamoni, segala sesuatu yang membuat orang menderita itu, mesti hubungannya dengan jamu," kata Owner Sido Muncul, Irwan Hidayat dalam acara Book Talk Jamu Lifestyle: Jamu is More Important than Ever Today, It's Time to Embrace the Jamu Lifestyle di Pondok Indah Mall 3, Jakarta, Jumat, 20 Mei 2022.

Irwan yang sudah sejak 1969 bekerja di Sido Muncul  dalam bidang marketing. Seiring waktu berjalan, pihaknya kemudian bisa membuat pil, kapsul, cair, tapi di sisi yang lain, jamu serbuk itu hilang karena generasi sekarang itu, tidak seperti dulu.

"Mereka inginnya yang enak, jadi, hidup itu lebih enak daripada dulu. Itu sudah pasti. Saya berpikir, tradisi minum jamu itu tidak boleh hilang," kata Irwan.

Oleh karena itu, pada 2014 pihaknya membangun R&B di pabrik tentang standarisasi, bagaimana mengawetkan, membuat botol. Oleh karena itu, pada 2016 pada bulan 9 september, Sido Muncul meluncurkan jamu lifestyle.

"Bagaimana kita mengajak generasi muda ini untuk percaya pada tradisi-tradisi kita yang baik, local wisdom atau Indonesian wisdom ini dengan cara yang cocok," ucap Irwan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tradisi Minum Jamu

Jamu Lifestyle
Tradisi minum jamu tidak boleh hilang dari Indonesia (Liputan6.com/Komarudin)

Di China, jamu itu bagian dari gaya hidup karena di sana jamu itu sangat banyak. Karena produknya tidak melulu jamu. Orang China itu punya gelas, setiap karyawan itu punya gelas kemudian dipakai minum teh, entah teh raja, ada teh kampung, ada teh desa, ada macam-macam. "Mereka bilang ini jamu," ujar Irwan.

Berkaca dari sana, Irwan mengatakan bagaimana kita seperti itu, bagaimana memasukkan tradisi itu untuk meyakinkan generasi muda supaya dia juga percaya. "Oh jamu ini, jangan sampai sesuatu yang baik hilang begitu saja. Jamu itu bisa dibentuk jadi kapsul untuk obat, pil, dan cair," Irwan menambahkan.

Irwan mencontohkan dengan tradisi batik, sampai saat ini tradisi membatik itu masih ada. Namun, jika ingin gampang, buat batik cap saja.

"Mudah, semua pakai batik, tidak melanggar lingkungan, jadi tradisi itu harus dipelihara," kata Irwan. "Pada suatu saat, kalau sebuah negeri itu maju, maka yang tradisional itu yang akan berjaya. Di Jepang itu, antara petinju dengan sumo, yang mahal itu sumo."

 

Lifestyle Jamu

Metta Murdaya
Metta Murdaya menjelaskan bahwa bicara jamu maka orang harus memahami seluk-beluknya (Liputan6.com/Komarudin)

Untuk memelihara jamu tetap eksis, Sido Muncul mengembangkan berbagai terobosan. Pertama, pihaknya membuat pabrik bahan baku, tujuannya untuk menyuplai industri jamu. "Kedua, kami ingin menyuplai jamu gendong supaya terjadi standardisasi sehingga orang tambah percaya, kepercayaan itu penting sekali," tutur Irwan.

Metta Murdaya, Co-Founder dan CEO penulis dari buku Jamu Lifestyle mengatakan, bicara soal tradisi jamu, kita tidak boleh melupakan budaya dan orangnya. "Karena kita manusia, maka kita harus bikin lifestyle. Tidak ada ada manusia, tanpa lifestyle, tidak ada lifestyle tanpa manusia," terang Metta.

Menurut Meta orang yang hendak berbicara soal jamu, maka juga harus memahami betul sejarahnya, apa keistimewaannya. Karena orang di Amerika pun bisa beli di supermarket.

"Di sana ada brand jamu, yang dibuat oleh orang Amerika, tapi namanya diganti-ganti agar cute, karena mereka nggak mengerti arti jamu itu apa. Jadi, kalau kita nggak ngerti makna sesungguhnya dari jamu, bagaiman kita mau bercerita tentang jamu," ucap Metta.

Metta berkata, saat ini orang tidak memikirkan apa keistimewaan jamu. Karena orang sudah menerima jamu taken granted.

 

Harus Dimodernisasi

Lifestyle Jamu
Book Talk Jamu Lifestyle: Jamu is More Important than Ever Today, It's Time to Embrace the Jamu Lifestyle di Pondok Indah Mall 3, Jakarta, Jumat (20/5/2022).  (Liputan6.com/Komarudin)

Sementara itu, Co-Founder dan CEO Suwe Ora Jamu, Nova Dewi Setiabudi mengatakan rasa jamu haru berevolusi, karena setiap orang punya kecocokan tersendiri soal rasa. Ada yang lebih manis, lebih baik, ada juga yang ingin rasanya lebih kental.

"Jamu ini kan mau kita suguhkan ke orang yang kita care, karena itu kita harus bisa menyuguhkannya dengan baik, dari sensori enak, rasanya enak. Semuanya itu membuat orang bisa fall in love lagi dengan jamu. Jadi bagaimana kita bisa mengedukasi dengan cara kamu menikmati jamu, saya lebih seneng begitu, karena saya yakin energi ini dapat menghadirkan kecintaan kembali terhadap jamu," ujar Nova.

Apa yang dilakukan Metta dan Nova, menurut pakar kuliner William Wongso merupakan upaya modernisasi jamu. Hal tersebut memang harus dilakukan agar jamu bisa terus berkembang.

"Metta membuat terobosan dengan membuat lifestyle jamu tidak di Jawa, tapi di New York. Jadi, pengembangan ini bahwa jamu itu yang luar biasa iu harus dimodernisasi. Nova membuat Suwe Ora Jamu itu suatu terobosan modern," kata William.

 

Infografis 7 Penyebab Sampah Makanan
Infografis 7 Penyebab Sampah Makanan. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya