Liputan6.com, Jakarta - Perempuan Indonesia sejak lama sangat lekat dengan busana tradisional kebaya. Spirit untuk terus melestarikannya pun digaungkan dengan berbagai cara di seantero Nusantara. Lantas secara harfiah, apa itu kebaya?
"Kebaya adalah pakaian atas wanita Indonesia, dalam bahasa sehari-harinya blus. Biasanya harus terbuka di depan, jadi bukan yang terbuka di belakang," kata desainer Musa Widyatmodjo kepada Liputan6.com, Kamis, 4 Agustus 2022.
Awalnya, dikatakan Musa, kebaya hanya ada beberapa, seperti Kebaya Kartini, Kebaya Kutubaru, hingga Kebaya Sunda. Seiring waktu, kebaya berkembang sesuai zaman, mulai dari kebaya dengan bordir warna-warni seperti peranakan Tionghoa yang biasa disebut Kebaya Encim atau Kebaya Nona.
Advertisement
Baca Juga
"Ada juga kebaya putih yang digabungkan dengan renda-renda putih itu kita sebut sebagai Kebaya Noni. Sebetulnya itu saja kalau melihat secara tradisi budaya kebaya itu sendiri," tambahnya.
Musa menjelaskan kebaya sebagai busana atas untuk perempuan berbeda artinya istilah berkebaya. "Kalau istilah berkebaya berarti sesuai dengan padu padan, rambut harus tertata rapi tidak digerai, artinya bisa dikonde, ikat ke atas, bisa dicepol dan sebagainya," lanjutnya.
Dikatakan Musa, penggunaan kebaya dengan rambut terurai dan kain itu adalah penggambaran perempuan Malaysia. "Kalau kebaya adalah busana atas wanita Indonesia, tapi kalau berkebaya itu harus lengkap satu seri," ungkap desainer senior tersebut.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Identik dengan Perempuan Indonesia
Lalu, apa yang membuat kebaya begitu lekat menjadi busana perempuan Indonesia? "Jujur itu hanya karena terjadinya akulturasi budaya dan sebagainya. Sebenarnya, zaman dulu wanita Indonesia hampir hanya melilit tubuhnya dengan kain tidak memakai baju atas," terangnya.
Musa mengatakan, "Ada yang mengatakan baju atas itu kebaya pengaruh dari Portugis. Umumnya, kalau budaya itu adalah sesuatu yang banyak dipakai oleh orang di eranya saat itu dipakai, jadi itu menjadi tradisi dan kelaziman."
Ia menyebutkan sebagai bangsa yang memiliki budaya-budaya warisan leluhur, termasuk kebaya, wajib untuk menjaga dan mengembangkannya. Upaya pelestarian ini guna mencegah kepunahan kebaya itu sendiri.
"Mencegah kepunahan dari pemakaiannya, produksinya, keahlian pembuatnya, dan perputaran ekonominya,"Â tutur Musa.
Soal berbusana kebaya, Musa menerangkan dari sudut pandang upacara tata krama adat, berkebaya harus sesuai pakem. Disebutnya bahwa pakem nasional berbeda dengan pakem adat.
"Busana tradisional itu busana yang berlaku di masyarakat dengan daerah tertentu. Kalau bicara kebaya yang berhubungan dengan fashion, sesuai yang namanya eksplorasi, berarti kita bisa berkreasi, berekayasa dengan mengubah kebaya itu menjadi sebuah eksistensi. Kreasi fashion itu masuknya modifikasi kebaya," tuturnya.
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Apa Saja Jenis-Jenis Kebaya?
Kebaya terdiri atas empat jenis, yakni Kebaya Kartini, Kebaya Kutubaru, Kebaya Noni, dan Kebaya Encim. Kebaya Kartini terbagi dua, yakni kebaya yang lehernya V lalu ada kerah kecil sampai ke bawah dan kebaya bentuk lehernya V tanpa kerah kecil.
"Kebaya Kutubaru yang pakai penutup dada yang di tengah. Kebaya Noni digabungkan dengan renda-renda putih, kebayanya putih. Kenapa namanya Kebaya Noni, karena itu dulu dipakai noni-noni Belanda, pengaruh Eropa yang masuk ke Indonesia," kata Musa.
Sedangkan, Kebaya Encim atau kebaya peranakan Tionghoa adalah kebaya yang digabungkan dengan bordir-bordir warna-warni. "Karakternya Tionghoa dengan datangnya pendatang dari China yang masuk ke Indonesia," tambahnya.
Di dunia fashion, disebut Musa, dikenal modifikasi kebaya yang beraneka ragam. Namun, bila mengatasnamakan kebaya, desainer harus tahu jelas pakemnya.
"Kalau kebaya adat untuk pernikahan misalnya, yaitu ada pakemnya kita tidak bisa berkreasi sebebas dan sekreatif mungkin sehingga kita tidak bisa mempertanggungjawabkan bahwa itu adalah pakem dari kebaya," katanya.
Berkarya dalam Keterbatasan
"Kalau kita pakai suntiang Minang tidak bisa dipadupadankan dengan kebaya karena kebaya adalah budaya Jawa, sedangkan suntiang budaya Minang. Jadi kalau pengantin Padang, harus pakai baju kurung. Artinya, baju yang resletingnya di belakang dan biasanya bentuk kebaya kurung yang agak longgar," kata Musa.
Ia menjelaskan, sosok perancang dianggap sebagai pengarah atau membuat sesuatu menjadi cantik, bagus, dan harmonis. "Namun kita tidak merusak kaidah yang ada, tapi kalau bicara kebaya secara fashion mau diapain aja, silakan, monggo," terangnya.
Sang desainer juga menyoroti banyaknya gaya saat ini yang menghadirkan kebaya panjang hingga menutup kain. Ia menyebutnya sebagai 'budaya yang salah'.
"Karena sebetulnya, songket, batik, kain yang dipakai di bawah itu kan dikerjakan dengan tangan dan keahlian tertentu. Kita harus mengapresiasi, memperlihatkannya ke masyarakat. Jadi, jangan terlalu kebayanya dipanjangin sehingga kain songket, batik tulisnya enggak kelihatan, itu yang menurut saya agak istilah terlalu tidak menghargai karya dari pembuat batik atau songket tersebut."
Musa berpesan, "Yang namanya desainer itu adalah seseorang yang bisa berkreativitas dengan keterbatasan atau dengan kepakeman."
Advertisement