Studi: Kebanyakan Makan Garam Bikin Kurang Asupan Buah dan Sayuran

Studi terbaru menunjukkan bahwa orang yang makan makanan berkadar garam tinggi berisiko tinggi mengalami kematian dini.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 22 Agu 2022, 05:01 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2022, 05:01 WIB
Museum Makanan Menjijikkan
Natto, makanan hasil fermentasi kacang kedelai ditampilkan dalam Disgusting Food Museum (Johan NILSSON/TT NEWS AGENCY/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Menambahkan garam ke makanan Anda dikaitkan dengan masa hidup yang lebih rendah dan risiko kematian dini yang lebih tinggi, menurut sebuah studi baru. Penelitian ini mengamati lebih dari 500.000 orang di Biobank Inggris yang mengisi kuesioner pada periode 2006--2010 tentang kebiasaan garam mereka dan frekuensi mereka menambahkan garam ke makanan.

Temuan yang diterbitkan dalam European Heart Journal belum lama ini mengungkap tindak lanjut dari peneliti dengan peserta sekitar sembilan tahun kemudian. Riset menemukan bahwa semakin banyak garam yang ditambahkan ke makanan, semakin besar peluang kematian dini. Fakta lain yang diungkap adalah orang-orang yang mengonsumsi garam dalam kadar tinggi cenderung mengonsumsi buah dan sayuran lebih sedikit.

The American Heart Association merekomendasikan orang dewasa mengonsumsi tidak lebih dari 2.300 miligram garam per hari, tetapi catatan "batas ideal" adalah 1.500 miligram per hari. Mengonsumsi terlalu banyak garam dapat meningkatkan tekanan darah, yang pada gilirannya dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke dan penyakit ginjal, kata asosiasi jantung.

Layanan Kesehatan Nasional Inggris merekomendasikan agar orang dewasa membatasi konsumsi garam mereka sekitar satu sendok teh garam sehari. Ada rekam jejak panjang penelitian ilmiah yang menunjukkan bahwa diet tinggi garam berisiko.

Menurut penulis utama studi Lu Qi, profesor epidemiologi di Tulane University, New Orleans, penelitian ini menambahkan tingkat kehati-hatian baru agar orang tidak menambahkan lebih banyak garam ke dalam piring. "Lebih banyak bukti, terutama dari uji klinis, diperlukan sebelum publik mengambil tindakan apa pun," katanya dikutip dari CNN, Jumat, 19 Agustus 2022.

"Temuan kami sejalan dengan penelitian sebelumnya yang secara konsisten menunjukkan bahwa asupan natrium yang tinggi berhubungan buruk dengan berbagai hasil kesehatan seperti hipertensi dan penyakit kardiovaskular," sambung Qi.

  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Garam Tersembunyi

Ilustrasi Memasak
Ilustrasi memasak (dok. Unsplash.com/Kevin McCutcheon @kevinmccutcheon)

Penelitian juga mengungkap bahkan jika tidak menambahkan garam ke piring, Anda mungkin mendapatkan lebih banyak natrium daripada yang seharusnya. Sebuah meta-analisis pada 2020 dari 133 uji klinis acak tentang penurunan asupan garam menemukan bukti kuat bahwa mengurangi diet natrium mengurangi tekanan darah pada pengidap hipertensi dan bahkan pada mereka yang belum berisiko.

Salah satu penyebab utama tingginya kadar natrium dalam makanan kita adalah makanan olahan sering menggunakan garam untuk rasa, tekstur, warna dan pengawetan. Lebih dari 70 persen natrium yang dimakan orang Amerika berasal dari apa yang telah ditambahkan oleh industri makanan ke produk yang kemudian dibeli di toko atau restoran, menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan AS.

"Sebagian besar pasien saya tidak menambahkan garam di meja makan, tetapi tidak menyadari bahwa roti gulung, sayuran kaleng, dan dada ayam adalah salah satu penyebab terburuk (natrium tinggi) di AS," kata Dr. Stephen Juraschek, seorang asisten profesor di Harvard Medical School yang meneliti natrium dan hipertensi.

  

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Masak di Rumah

Ilustrasi garam dan lada (Pixabay)
Ilustrasi garam dan lada (Pixabay)

Kebanyakan orang mungkin berpikir, garam membuat semua makanan terasa begitu enak. Namun, ada strategi untuk menciptakan hidangan menarik dengan sedikit garam, kata Carly Knowles, ahli diet terdaftar yang juga koki pribadi, doula berlisensi, dan penulis buku masak "The Nutritionist's Kitchen".

Knowles merekomendasikan memasak di rumah karena Anda memiliki kontrol lebih besar atas garam yang dikonsumsi. Anda juga bisa membaca bahan-bahan pada produk Anda, mengganti ramuan dan campuran rempah-rempah tanpa garam, dan memfokuskan diet Anda pada makanan non-olahan.

Salah satu jenis makanan olahan kaya garam adalah mi instan. Melansir laman Health Line, ahli nutrisi Rachel Link, MS, RD, menjelaskan meski mengandung berbagai nutrisi tambahan, faktanya mi instan rendah erat dan protein.

Sementara, kandungan MSG di dalamnya disebut berisiko meningkatkan berat badan bila dikonsumsi secara terus menerus. Dampak buruk konsumsi mi instan bagi kesehatan ini tetap berisiko terjadi, meski kalorinya tergolong rendah.

Dalam penelitian berjudul Consumption of monosodium glutamate in relation to incidence of overweight in Chinese adults: China Health and Nutrition Survey (CHNS) oleh Ka He, diungkap konsumsi MSG yang sangat tinggi berkaitan dengan penambahan berat badan serta peningkatan tekanan darah, sakit kepala, dan mual.

 

Kematian Dini

Ilustrasi mi instan | Karolina Grabowska dari Pexels
Ilustrasi mi instan | Karolina Grabowska dari Pexels

Dikutip dari kanal Citizen Liputan6.com, sebuah penelitian dilakukan dengan melibatkan 500 ribu orang Inggris sebagai responden. Hasilnya terungkap bahwa satu dari 100 orang yang menambahkan garam ke makanan mereka berisiko mati muda. 

Penelitian baru itu menemukan bahwa mereka yang selalu menambahkan garam ke makanan mereka memiliki 28 persen peningkatan risiko kematian dini dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah atau jarang membumbui makanan mereka dengan garam. Biasanya, sekitar tiga dari setiap 100 orang berusia 40 hingga 69 tahun meninggal sebelum waktunya di populasi umum.

Studi yang diterbitkan dalam European Heart Journal juga mengungkapkan bahwa pada usia 50, 1,5 tahun, dan 2,28 tahun, harapan hidup wanita dan pria yang menambahkan garam ke makanan mereka berkurang. Faktor-faktor lain juga diperhitungkan, seperti usia, jenis kelamin, ras, kekurangan, indeks massa tubuh (BMI), merokok, asupan alkohol, aktivitas fisik, diet dan kondisi medis seperti diabetes, kanker, dan penyakit jantung.

Infografis 7 Penyebab Sampah Makanan
Infografis 7 Penyebab Sampah Makanan. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya