Liputan6.com, Jakarta - Socialpreneur atau sociopreneur dikenal juga dengan Wirausaha Sosial adalah kegiatan berwirausaha berbasis bisnis dengan misi utama menciptakan Social Impact, yang membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat kelas bawah. Misi utama socialpreneur adalah memandirikan masyarakat kelas bawah.
Umumya, seseorang mendirikan dan menjalankan bisnis demi mengejar cuan atau profit setinggi-tingginya, tidak demikian halnya dengan socialpreneur. Mereka lebih menekankan unsur isu sosial daripada keuntungan semata.
Bukan berarti mereka mengabaikan keuntungan atau profit. Socialpreneur tetap mendapatkan keuntungan. Namun, keuntungan ini dimanfaatkan untuk membuat sebuah aksi positif dan bukannya untuk keuntungan pribadi.
Advertisement
Baca Juga
Lalu, apa yang mendorong seseorang untuk menjadi sociopreneur? Menurut Teguh Dartanto, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), ada dua faktor yang membuat seseorang menjadi sociopreneur yaitu internal dan eksternal.
"Untuk faktor internal, ada empat hal yang biasanya mendorong seseorang jadi sociopreneur. Yang pertama adalah sikap (attitude) yang positif terhadap wirausahwan terutama sociopreneur. Kedua adalah kepedulian terhadap kondisi sosial masyarakat," terang Teguh melalui pesan pada Liputan6.com, Jumat, 11 November 2022.
"Yang ketiga itu persepsi atas kemampuan bahwa dirinya mampu menjadi seorang sociopreneur. Keempat, pendidikan terkait kewirausahaan yang diperoleh," tambahnya.
Sedangkan faktor eksternalnya adalah dorongan teman, keluarga maupun orang-orang yang dianggap penting. Faktor lainnya, tambah Teguh, adalah dorongan dari lingkungan seperti program atau kebijakan pemerintah, pendidikan atau pelatihan kewirausahaan, dan sebagainya.
Empat Jenis Bisnis Sosial
Yang terakhir adalah karena kondisi sosial ekonomi lingkungan sekitar. Menurut Teguh, saat ini sociopreneur sudah berkembang pesat di Indonesia, mengacu pada penilaian ekosistem social entrepreneurship, di antaranya:
1. Adanya berbagai kebijakan yang mendorong kewirausahaan, namun belum ada regulasi yang spesifik terkait social entrepreneurship.
2. Banyak akses dana baik dari pemerintah, swasta, LSM, investor, dan sebagainya.
3. Dukungan keluarga, orang sekitar dan tokoh-tokoh yang dianggap penting bagi seorang individu.
4. Budaya Indonesia yang lebih kolektif.
5. SDM Indonesia cukup besar terutama di usia produktif dengan pendidikan yang baik
6. Kondisi geografis Indonesia dengan berbagai sumber kekayaan alam dan budaya yang bisa menjadi modal dasar pengembangan usaha
Â
Menurut Teguh, secara umum ada empat jenis bisnis sosial dari para sociopreneur, dan seluruhnya ada di Indonesia, yaitu berbasis komunitas, nirlaba, gabungan (hybrid), dan berorientasi laba. "Bidang usahanya luas seperti bidang makanan, indsutri kerajinan, pariwisata, pertanian, jasa, dan sebagainya," jelas Teguh.
Ia meyakini sociopreneur akan semakin berkembang dan diminati. Hal itu bisa dilihat dari bidang usaha yang mendukung pencapaian SDG’s, seperti energi terbarukan yang terjangkau, penciptaan lapangan kerja, produksi dan konsumsi yang lebih berkelanjutan dan upaya dalam mengurangi dampak perubahan iklim.
Advertisement
Peluang Melakukan Perubahan
Selain itu, karakteristik kaum muda atau milenial Indonesia yang lebih sadar terhadap kondisi lingkungan dan sosial masyarakat. Faktor pendorong lainnya adalah beberapa fakta tentang Indonesia, seperti tingkat kemiskinan yang relatif masih tinggi, masih adanya kelompok masyarakat yang kesulitan air bersih, kesenjangan pendidikan di Indonesia, dan kondisi limbah serta sampah.
"Fakta tersebut menjadi peluang bagi tumbuhnya usaha social entrepreneurship bagi sociopreneur. Hal ini sesuai dengan perkataan dari Rheinald Kasali yaitu bagi sebagian orang, masalah sosial adalah tragedi yang menimpa manusia Bagi seorang wirausaha sosial (sociopreneur) itu adalah peluang untuk melakukan perubahan," terangnya.
Sementara menurut Chief Economist BRI Danareksa Sekuritas sekaligus Dosen Ekonomi Universitas Indonesia, Dr. Telisa Aulia Falianty, alasan seseorang menjadi sociopreneur biasanya terkait mega trend tentang lifestyle seiring pendapatan per kapita meningkat dan pergeseran struktur demografi sangat mempengaruhi. Banyak kalangan menengah sebagai Aspriring Middle Class yang memiliki kebutuhan acknowledgement yang lebih tinggi tidak hanya sekedar urusan sandang pangan papanKebutuhan untuk mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari masyarakat dapat mendorong seseorang menjadi sociopreneur
"Sekarang ini sudah mulai banyak pengusaha yang mempertimbangkan aspek sosial. Jadi trend sociaopreneur cukup meningkat seiring dengan konsep sharing economytetap dapat untung namun juga bisa berbagi," tuturnya pada Liputan6.com, Jumat, 11 November 2022.
"Untuk jumlah data sociopreneur di indonesia belum ada angka yang pasti atau resmi. Tapi berdasarkan data yang saya punya, per Maret 2022 total entrepreneur di Indonesia baru mencapai 3.4 persen dari populasi perkiraan saya jumlah sociopreneur mungkin baru sektiar 0.4-0.8 persen dari total populasiartinya masih di bawah 1 persen dari populasi," ungkap Telisa.
Bidang usaha yang banyak dijalankan para sociopreneur Indonesia menurut Telisa, biasanya terkait platform dan startup. Mereka fokus di bidang donasi, e-commoerce, ekonomi hijau dan circular seperti pengelolaan sampah.
Peduli Masalah Sampah dan Lingkungan
Salah satu sosok sociopreneur di Indonesia adalah Mohamad Bijaksana Junerosano yang merupakan CEO & Founder Waste4Change dan akrab disapa Sano. Masalah lingkungan yang berkaitan dengan plastik, limbah, dan lingkungan tercemar mungkin bukan hal yang asing bagi masyarakat Indonesia. Kondisi sungai yang kotor, sampah di laut yang menumpuk, sampai polusi udara yang kurang sehat menjadi permasalahan lingkungan yang masih dialami hingga kini.
Hal serupa juga dirasakan oleh Mohamad Bijaksana Junerosano, pendiri Waste4Change, Greeneration.id dan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik yang tengah berjuang menangani berbagai problem lingkungan melalui organisasinya. Kepedulian Sano terhadap isu lingkungan, bermula dari keprihatinannya akan kondisi sampah di Jakarta.
Dari pengamatannya tersebut, muncullah kepedulian tinggi terhadap lingkungan, "Gimana caranya emang betul-betul bisa berkontribusi membawa kebaikan, membawa perubahan, dan per hari ini itu gak berubah, konsisten di situ terus," kata Sano pada Liputan6.com.
Keresahan yang terus dialami Sano mendorongnya mendirikan organisasi yang bertujuan untuk dapat menyelesaikan permasalahan lingkungan, tak hanya di Jakarta namun seluruh Indonesia. Ia menuturkan, jika membenahi urusan sampah itu mudah, maka saat ini tak ada masalah pencemaran udara, tak ada sampah di laut, dan persoalan serupa. Hal itu yang membuatnya merasa mantap menjadi seorang sociopreneur di bidang lingkungan.
Permasalahan sampah terus menjadi tantangan yang besar dengan proses yang tidak mudah dan cepat. Sano dan tim juga berkomitmen untuk dapat konsisten membenahi permasalahan sampah di Indonesia. "Kalau sekarang pupose-nya sesimpel saya ingin melihat sungai di Indonesia nggak ada sampah, sesimpel saya ingin lihat laut di Indonesia nggak ada sampah," harapnya.
Advertisement