Antisipasi Covid-19, Malaysia Bakal Uji Air Limbah Pesawat dari China

Malaysia juga akan mengecek suhu para penumpang pesawat yang datang dari China untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 30 Des 2022, 14:19 WIB
Diterbitkan 30 Des 2022, 14:15 WIB
Ilustrasi bendera Malaysia (pixabay)
Ilustrasi bendera Malaysia (pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Malaysia masuk dalam daftar negara terbaru yang menunjukkan kekhawatiran atas keputusan China membuka kembali pintu perjalanan internasionalnya di tengah kasus Covid-19 yang melonjak drastis. Negeri Jiran mengambil beragam langkah preventif, termasuk akan mengetes limbah cair dari pesawat yang datang dari China.

Sampel air limbah dari pesawat akan dikirim ke Laboratorium Kesehatan Masyarakat Nasional untuk tes PCR. Hasilnya kemudian dikirim untuk pengurutan genom jika terdeteksi positif Covid-19.

Semua pelancong yang datang dari luar negeri, termasuk Tiongkok, juga akan dicek suhu di setiap titik masuk internasional. Jika ada dugaan Covid-19, mereka akan langsung dites, dikutip dari The Star, Jumat (30/12/2022).

Dalam keterangan tertulis, Menteri Kesehatan Malaysia Dr Zaliha Mustafa mengatakan, pendatang internasional yang terdeteksi mengalami demam atau gejala melalui pemeriksaan atau pengakuan sendiri akan dirujuk ke pusat karantina atau departemen kesehatan.

"Dalam upaya memperkuat pengawasan Covid-19 di masyararakat, lingkungan, dan laboratorium, pemeriksaan lebih lanjut terhadap sampel positif Covid-19 dilakukan menggunakan teknik Whole Genomic Sequencing (WGS) untuk mendeteksi secara dini masuknya varian baru di Tanah Air," kata dia.

Ia juga menyatakan bahwa pengawasan sampel untuk kasus penyakit mirip influenza (ILI) di 59 klinik dan infeksi saluran pernapasan akut (SARI) di 18 rumah sakit di seluruh negeri masih berlanjut. Sampel akan dikirim ke laboratorium kesehatan nasional dan Institut Penelitian Medis (IMR) untuk pengurutan genom jika ditemukan kasus positif Covid-19.

Makin Waspada

Hadapi Lonjakan Kasus Covid, China Perbanyak Fasilitas ICU
Seorang perempuan mengumpulkan kit antigen COVID-19 dari seorang pekerja di apotek di Beijing, Minggu (11/12/2022). Sejumlah kota besar mulai membatalkan kendali antivirus dari kebijakan nol-Covid negara tersebut sejak pekan lalu karena protes massa. (AP Photo/Andy Wong)

Untuk meningkatkan deteksi varian baru, dr. Zaliha juga menyatakan bahwa mereka yang mencari layanan kesehatan dan memiliki riwayat perjalanan ke China dalam 14 hari terakhir, atau memiliki riwayat kontak dengan individu yang melakukan perjalanan ke Tiongkok dalam dua minggu terakhir, akan menjalani tes RTK-Ag Covid-19. Sampel tes itu kemudian akan dikirim untuk sequencing genom jika positif.

Dia juga merujuk pada laporan mingguan Covid-19 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di China yang mencatat total 148.659 kasus dengan 442 kematian antara 11--17 Desember 2022. "Secara keseluruhan, tren kasus Covid-19 dalam kondisi terkendali di sebagian besar negara di dunia, termasuk Malaysia," ujarnya.

Peningkatan jumlah kasus Covid-19 di Tiongkok, yang disebut tidak terkendali, memicu kekhawatiran global akan kemunculan varian baru. Dikutip dari kanal Global Liputan6.com, mengingat rekam jejak China, kekhawatirannya adalah Tiongkok tidak membagikan data tentang tanda-tanda berkembangnya strain yang dapat memicu wabah baru di tempat lain.

Untuk itu, sejumlah negara mengetatkan pengawasan terhadap mereka yang baru tiba dari Tiongkok. Amerika Serikat mengumumkan persyaratan tes negatif pada Rabu, 28 Desember 2022, untuk penumpang dari China, berdasarkan lonjakan infeksi dan kurangnya informasi, termasuk pengurutan genom dari galur virus corona di negara itu.

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menyatakan keprihatinan serupa tentang kurangnya informasi ketika dia mengumumkan persyaratan pengujian bagi penumpang dari China, awal pekan ini. India, Korea Selatan, Taiwan, dan Italia juga telah mengumumkan berbagai persyaratan pengujian untuk penumpang dari China.

Respons China

China Longgarkan Aturan COVID-19
Seorang wanita yang mengenakan masker memberi isyarat untuk berfoto di Temple of Heaven, Beijing, China, Kamis (8/12/2022). Lockdown - sumber utama kemarahan publik - juga akan dibatasi sekecil mungkin, dan pihak berwenang diwajibkan untuk membebaskan area yang tidak menunjukkan kasus positif COVID-19 setelah lima hari. (AP Photo/Ng Han Guan)

Otoritas kesehatan Jerman kini sedang memantau situasi, tapi belum mengambil langkah pencegahan serupa. Secara lebih luas, Direktur Jenderal Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa baru-baru ini, WHO membutuhkan lebih banyak informasi tentang tingkat keparahan wabah di China, terutama mengenai penerimaan rumah sakit dan ICU di negara tersebut.

"Kami tidak memiliki indikasi bahwa varian yang lebih berbahaya telah berkembang dalam wabah ini di China," kata juru bicara Kementerian Kesehatan Sebastian Guelde.

Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning mengatakan pekan lalu bahwa China selalu membagikan informasinya secara bertanggung jawab pada WHO dan komunitas internasional.

"Kami siap bekerja sama dengan komunitas internasional dalam solidaritas untuk mengatasi tantangan Covid-19 secara lebih efektif, melindungi kehidupan dan kesehatan masyarakat, serta bersama-sama memulihkan pertumbuhan ekonomi yang stabil, serta membangun komunitas kesehatan global untuk semua," katanya.

Di sisi lain, China juga bereaksi negatif atas keputusan Jepang untuk mewajibkan pelancong dari China menjalani tes Covid-19. Mereka beralasan langkah yang diambil dapat menghentikan pergerakan orang antara kedua negara.

"China percaya bahwa tindakan pencegahan epidemi harus ilmiah dan moderat dan tidak boleh mempengaruhi pertukaran personel normal," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri negara itu, Wang Wenbin, dalam konferensi pers di Beijing.

Kasus Covid-19 China

China Longgarkan Pembatasan Covid-19, Aktivitas Bisnis Kembali Dibuka
Warga yang memakai masker melintasi persimpangan di Beijing, China, Jumat (2/12/2022). Lebih banyak kota melonggarkan pembatasan, memungkinkan pusat perbelanjaan, supermarket, dan bisnis lainnya dibuka kembali menyusul protes akhir pekan lalu di Shanghai dan daerah lain di mana beberapa orang menyerukan Presiden Xi Jinping untuk mengundurkan diri. (AP Photo/Ng Han Guan)

Sejak Desember 2022, China secara drastis melonggarkan beragam pembatasan untuk menekan penyebaran virus corona baru, termasuk tidak lagi membatasi mobilitas warga. Negara itu juga berhenti menghitung jumlah pasti pasien. Namun, keputusan itu berdampak pada lonjakan kasus positif di seluruh negeri.

Dikutip dari laman Straits Times, pusat manufaktur dan teknologi timur Provinsi Zhejiang memperkirakan sekarang satu juta kasus COVID-19 terjadi setiap hari. Angka itu berpotensi meningkat dua kali lipat dalam dua minggu dari sekarang, sebelum jadi moderat pada Januari 2023, kata pejabat setempat pada pengarahan pada Minggu, 25 Desember 2022.

Kota Zhengzhou di China tengah, yang dikenal sebagai "kota iPhone" karena merupakan basis manufaktur utama Apple, memprediksi puncaknya pada pertengahan Januari 2023. Provinsi Shandong dan Hubei juga mengantisipasi lonjakan sekitar waktu yang sama, menurut laporan setempat.

Negara itu mungkin telah melihat infeksi harian hampir 37 juta kasus dalam satu hari minggu lalu, menurut perkiraan Komisi Kesehatan Nasional. Jika akurat, angka tersebut akan melampaui rekor global harian sebelumnya sekitar empat juta, yang ditetapkan pada Januari 2022. Di luar kota-kota besar China, virus ini menyebar ke kota-kota kecil dan daerah pedesaan.

Infografis Waspada Lonjakan Kasus Covid-19 Landa Korsel hingga China. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Waspada Lonjakan Kasus Covid-19 Landa Korsel hingga China. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya