Liputan6.com, Jakarta - Nama Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo serta Gubernur Bali I Wayan Koster masih ramai disebut sebagai salah satu pihak yang membuat Indonesia dicoret sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. Ganjar Pranowo mendapat banyak kecaman dari publik, termasuk sejumlah warganet yang menuliskan beragam komentar bernada protes maupun cibiran di akun media sosial miliknya.
Meski begitu, Ganjar mengaku tidak menyesal menyampaikan statement penolakan terhadap timnas Israel untuk bermain di Indonesia. "Tidak. Saya tidak pernah menyesal, karena ini merupakan sikap dan keputusan yang harus kita ambil," ucapnya, menjawab pertanyaan Najwa Shihab dalam wawancara eksklusif Mata Najwa: Ganjar Pranowo dan Piala Dunia yang diunggah di Youtube Najwa Shihab, Selasa, 4 April 2023.
Baca Juga
Saat ditanya lebih lanjut tentangi alasan utama penolakan itu, Ganjar secara pribadi mengaku mengumpulkan catatan sendiri.
Advertisement
"Saya bawa itu [catatan], kan kita punya komitmen untuk ikut dalam perdamaian dunia, mendukung Palestina itu yang pertama dan menjadi kontrak sosial kita, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan keadilan,” terangnya.
Ia menambahkan, pertimbangan lainnya adalah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan turut serta dalam perdamaian dunia yang sudah dilakukan sejak zaman Bung Karno sampai Presiden Jokowi. "Kita konsisten, itu konstitusional, ideologi PDI Perjuangan," ujarnya.
Alasan kedua, kata Ganjar, "Empirisnya muncul, sehari setelah statement saya kemarin, sepak bola di Palestina saja ditembak gas air mata oleh Israel, ini fakta yang terjadi. Dan hari ini di Israel, memang sangat rawan, potensi-potensi terjadi konfliknya sangat tinggi," kata Ganjar.
Ia kemudian mengaku mendapat informasi di Jawa Tengah mengenai geliat penolakan-penolakan terhadap Israel, utamanya dari kelompok tertentu. "Soal keamanan contohnya, jangan sampai kemudian nanti responsnya lebih keras dari itu, agar kita bisa mengendalikan mengantisipasi dan sebagainya, bukan tidak ada, itu ada," jelasnya.
Soal Kehadiran Atlet Israel di Cabang Olahraga Lain
Alasan ketiga, kata Ganjar, adalah Peraturan Menteri Luar Negeri (Permenlu) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Panduan Umum Hubungan Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah. "Panduan hubungan luar negeri tentang pemerintah daerah, termasuk saya sebagai kepala daerah] enggak boleh ada bendera, lagu kebangsaan Israel, apa mereka mau dan dibolehkan oleh FIFA,” ujar Ganjar.
"Jadi kita memang mengikuti aturan baik konstitusi dan hukum, turut serta dan tidak lupa pada sejarah, jasmerah, kita konsisten. Memang complicated dan itu kemudian menjadi dilemma bagi kita," sambungnya.
Najwa kemudian mengingatkan Ganjar soal penolakan terhadap Isrel yang tak dilakukan di event lain. Menurutnya, hal itu karena terjadi pada olahraga lain, bukan sepak bola.
"Kalau olahraga lain apakah ada banyak yang nonton? Tentunya jauh lebih banyak sepak bola. Kita memang kecolongan kita (tidak menolak tim Israel) waktu ada atlet saat panjat tebing dan bulu tangkis, padahal mestinya kita tolak" tuturnya.
Di sisi lain, Ganjar menangkap sinyal kekecewaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap dirinya setelah mengeluarkan pernyataan enolakan Timnas Israel berlaga di Piala Dunia U20 Indonesia. Padahal Jokowi sudah menyatakan sikap akan tetap menerima timnas Israel di Indonesia dan tidak mau mencampuradukkan olahraga dengan politik.
Menurut Ganjar, Presiden Jokowi sepertinya memberikan catatan untuknya terkait pernyataan penolakan tersebut. Ganjar mengaku hingga saat ini belum bertemu Jokowi.
Advertisement
Ganjar Belum Tahu Komentar Jokowi
"Pasti beliau ada lah rasa ketidaksamaan dan sebagainya, dan tidak bisa dipungkiri sebagai seorang pemimpin, sebagai manusia biasa yang menyiapkan dari awal," kata Ganjar.
Sebelum mengeluarkan statement penolakan keikutsertaan Timnas Israel, Ganjar mengaku telah menyampaikan izin kepada Jokowi. Izin tersebut tidak disampaikan Ganjar secara langsung, tapi melalui sejumlah menteri.
"Secara langsung tidak, tapi saya menyampaikan izin melalui beberapa pintu yang bisa masuk ke Pak Jokowi, ada beberapa menteri saya sampaikan, saya mau menyampaikan statemen ini, karena itu etik buat saya," ungkapnya.
Namun ia mengakui isi pernyataannya tersebut belum diketahui oleh Jokowi, sehingga ia membuat pernyataan sikap tanpa sepengetahuan Presiden Jokowi. "(Saya izin) akan mengeluarkan statemen, dan kemudian ternyata statemennya seperti itu," ucapnya.
Mengenai komentar negatif dari warganet dan publik yang mungkin bisa membuat elektabilitasnya sebagai capres (calon presiden) pada 2024 mendatang menurun, Ganjar menegaskan tidak terlalu memikirkan hal tersebut,
"Faktanya saat sekarang ini Gubernur Jawa Tengah dan kader PDIP Kalau mau berkomentar negatif dan menyerang pribadi saya ya silahkan saja, yang penting jangan bawa-bawa istri dan anak saya dalam hal ini, cukup ditujukan ke saya saja," harapnya.
Tetap Dukung Timnas U-20 Indonesia
Dalam kesempatan itu, Ganjar juga memgaku memahami perasaan pemain timnas U-20. Oleh karena itu, ia meminta maaf karena mereka gagal bermain di pentas olahraga dunia itu.
"Saya sebagai Gubernur Jawa tengah yang penyelenggaraannya salah satunya ada di Solo, namun saya betul-betul bisa memahami bagaimana perasaan adik-adik di U-20 dan para suporter bola. Dalam konteks ini saya mau meminta maaf kepada mereka," tutur Ganjar.
Ganjar meminta maaf bukan karena statement soal menolak kedatangan Israel, melainkan meminta maaf karena anak-anak muda di Timnas U-20 gagal tampil di ajang 4 tahun itu. "Tetap semangat tetap maju terus,” ucap Ganjar memberi semangat kepada pemain timnas U-20.
Ganjar juga mengklarifikasi bahwa ena 6 kepala daerah yang disebut sejak awal tanda tangan kesediaan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, dan ia tidak termasuk di dalamnya. Kepala pemerintahan yang berminat menggelar kompetisi sudah menandatangani perjanjian selaku kota tuan rumah pada 2019, ketika Indonesia mengajukan pencalonan ke FIFA.
Dalam dokumen tersebut, mereka adalah I Wayan Koster (Gubernur Bali), Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat), Herman Deru (Gubernur Sumatera Selatan), Gibran Rakabuming Raka (Wali Kota Solo), Anies Baswedan (ketika itu Gubernur DKI Jakarta), dan Eri Cahyadi (Wali Kota Surabaya).
Advertisement