Liputan6.com, Jakarta - Kampung jamu menjadi salah satu daya tarik wisata yang sayang untuk dilewatkan. Kampung Jamu berada di Desa Sumbersari, Wonolopo Kecamatan Mijen dan Desa Ngadirgo Kecamatan Mijen, Semarang, Jawa Tengah.
Dikutip dari Regional Liputan6.com, di dua kampung itu mayoritas warganya adalah pembuat dan penjaja jamu tradisional di Semarang. Di Desa Wonopolo, terdapat 50 orang pengrajin jamu tradisional, sementara di Desa Ngadirgo ada 25 orang.
Jamu itu mereka jajakan dengan cara digendong. Belakangan mengalami perkembangan, karena ada penjual jamu yang menjajakan dagangannya dengan sepeda atau sepeda motor.
Advertisement
Menurut Ketua Paguyuban Jamu Gendong Sumber Husodo Wonolopo, Kholidi, pemilihan usaha jamu gendong di kampungnya karena terbukti telah membawa manfaat. Salah satunya lingkungan yang tertata dan jalanan berpaving bersih, merupakan swadaya warga, para penjual jamu itu.
"Awalnya kan karena ibu-ibu banyak yang menganggur ketika suaminya bekerja. Kemudian mereka mencoba berdagang jamu gendong, ternyata hasilnya luar biasa. Bahkan akhirnya menjadi penopang utama kampung," kata Kholidi.
Sebagai Kampung Jamu, Ngadirgo dan Wonolopo tidaklah hanya menjadi penjual saja. Mereka juga menjadi produsen sejak dari hulu. Berbagai tanaman bahan jamu ditanam di pekarangan warga, mulai dari temu lawak, kunyit, daun pepaya dan manjakani, cabe, lempuyang dan beberapa bahan lagi, ditanam sendiri oleh warga maupun oleh kampung tetangga.
Untuk penjaja jamu dari Ngadirgo, bisa diwakili oleh Suhanah. Perempuan berusia hampir setengah abad ini berjualan jamu gendong sudah sejak 30-an tahun lalu.
Peracik dan Pembuat Jamu Gendong
Diawali ketika ia bekerja membantu peracik dan pembuat Jamu Gendong bernama mbok rebi di Solo. Ketika membantu mbok Rebi itulah Suhanah diajari cara meracik jamu. Bukan hanya mendapat ilmu meracik, namun juga strategi berdagang jamu gendong.
Menurut Suhanah, kunci utamanya adalah jujur dengan konsumen. Artinya tidak ada campuran zat kimia dalam jamunya. Jika itu dilakukan, manfaat jamu akan terasa dan konsumen percaya.
"Saya jualan jamu modal awalnya sepuluh ribu rupiah. Itu saya gunakan belanja bahan jamu dan peralatan seadanya. Saya bikin sendiri, meracik sendiri," kata Suhanah.
Kesehariannya, warga Kampung Jamu sudah sibuk sejak dini hari. Di waktu tiga per empat malam itu, Suhanah sudah memulai rutinitasnya. Ternyata, meracik jamu gendong tak bisa sembarangan dan memerlukan ketelatenan khusus. Bahan-bahan meracik jamu, seperti kunyit, kencur, jahe, cabe puyang, kayu pepet, asam jawa, dan sambiroto diproses dengan telaten.
Perlakuan khusus juga kadang diberikan pada bahan itu, misalnya jenis rimpang yang selalu harus diangin-anginkan. Beberapa yang lain, ada pula yang harus disimpan dalam tempat kedap udara atau bahkan diproses ketika masih segar.
Advertisement
Asal-usul Jamu Gendong
Jamu menjadi bagian tidak terpisahkan dari kebudayaan masyarakat Indonesia sejak zaman nenek moyang. Sejarah keberadaan jamu bahkan digambarkan pada relief candi di Indonesia, seperti Candi Borobudur, Prambanan, Penataran, Sukuh, Tegalwangi, serta prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit.
Bicara jamu di Indonesia, maka tak akan terlepas dari peran jamu gendong yang mula-mula memasarkan jamu untuk dikonsumsi masyarakat. Mengutip dari Buku Jamu Gendong Solusi Sehat Tanpa Obat yang ditulis Sukini, Rabu, 25 Januari 2023, jamu gendong adalah jamu hasil produksi rumahan.
Jamu gendong dipasarkan dengan cara memasukkannya ke dalam botol-botol. Kemudian, botol-botol disusun di dalam bakul. Penjual jamu biasa menggendong bakul tersebut saat berjualan. Inilah alasan jamu ini dikenal sebagai jamu gendong.
Penjual jamu gendong juga menjajakan dagangannya dengan cara berkeliling setiap hari. Mereka kebanyakan adalah perempuan lantaran dulu tenaga laki-laki lebih diperlukan untuk bertani.
Konsep berjualan dengan menggendong barang dagangan ini menjadi sesuatu yang terbilang menarik. Penjual jamu gendong biasa menggendong bakul jamunya dengan kain panjang, baik kain batik maupun lurik, sebagai salah satu ciri khas perempuan Jawa ketika membawa sesuatu.
Makna Menggendong Jamu
Disebutkan, tidak hanya penjual jamu gendong yang membawa dagangannya dengan cara digendong. Dulu, penjual aneka jajanan, seperti nasi pecel dan nasi liwet umumnya juga berjualan dengan menggendong dagangannya.
Para perempuan Jawa, khusus pada zaman dahulu atau di daerah pedesaan, pun membawa aneka barang dengan cara menggendongnya, seperti membawa kayu bakar, air di dalam jerigen, bahan-bahan pangan, dan hasil pertanian. Inilah yang menjadi asal-usul jamu gendong di Indonesia.
Ternyata ada makna dari membawa sesuatu dengan cara digendong ini. Menggendong identik dengan seorang ibu yang membuai bayinya dalam gendongan. Karena itu, para perempuan Jawa yang membawa barang dagangannya dengan cara digendong dimaknai mereka membawa barang dagangan seperti halnya membawa anaknya sendiri.
Barang dagangan merupakan sarana mencari rezeki sehingga harus dibawa dengan baik, ditawarkan dengan baik, dan disajikan dengan baik. Rezeki pun dicari dengan niat dan cara yang baik. Dengan demikian, usaha mencari rezeki dan apa yang didapat diharapkan memperoleh berkah dari Tuhan.
Selain dijajakan langsung, jamu juga dijajakan di kedai yang biasanya berbentuk sachet, tablet, kaplet, dan kapsul yang biasanya diproduksi di pabrik-pabrik jamu berskala sedang atau besar. Jamu Air Mancur, Nyonya Meneer, atau Djamu Djago adalah contoh perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di bidang produksi jamu. Jamu-jamu ini tentu kalah segar dengan yang dibuat oleh penjual jamu gendong.Â
Advertisement