Liputan6.com, Jakarta - Indonesia kaya akan sumber daya alam dan manusia. Namun bahan baku untuk tekstil di dalam negeri ternyata sebagian besar masih didapat dengan mengimport. Apa yang menjadi permasalahan terkait benang kusut bahan baku wastra di Tanah Air?
Tenun sebagai salah satu wastra yang kerap dipakai untuk berbagai acara, biasanya dibuat dari berbagai bahan seperti serat kayu, kapas, sutra, benang perak, benang emas dan lainnya. Sebagai fashion desainer yang kerap menelurkan karya, Hannie Hannanto mengungkapkan mendapat dua jenis bahan baku dari lokal dan import.
Baca Juga
Dari lokal ia memakai tenun yang sebagian besar didapat dari daerah Nusa Tenggara Barat (NTB). "Entah tenun Sukarare, tenun Pringgasela daerah penghasil tenun di Lombok," ungkap Hannie saat wawancara tertulis dengan Liputan6.com melalui voice note, Rabu, 31 Mei 2023.
Advertisement
Untuk mencari bahan baku lokal, menurut Hannie Lombok termasuk yang paling siap dibandingkan batik di Jawa. Pengrajin di Lombok siap dengan bahan tenunnya yang dibuat menggunakan pewarna alam maupun buatan.
"Kesulitannya harganya termasuk mahal, karena sifat penenunannya masih ATBM (tanpa mesin) dan kain yang dihasilkan masih cukup tebal karena itu biasanya dijadikan outer," sebutnya.
Penggunaan bahan tenun ini ditujukan untuk koleksi ready to wear deluxe dengan kualitas butik unytuk menyesuaikan harga. Selain itu, Hannie juga memakai bahan baku yang masih import karena koleksinya seringkali diproduksi dengan teknik printing untuk menyesuaikan desain dan dieksekusi dengan tinta anti alergi.
Menggiatkan Bahan Baku Lokal
Tidak sulit untuk mendapatkan bahan tenun dan batik, bahan batik yang biasa ia pakai adalah batik Garutan dan Batik Jogja ada di pasaran. Menurutnya tenun dengan pewarna alam cenderung lebih soft warnanya, tapi lebih memudahkan pencucian.
"Wastra perlu ekstra untuk pencucian harus dry clean," sambungnya.
Diungkapkan, kualitas bahan import memang bermacam-macam, dari paling murah dan mahal dengan kualitasnya. Hal itu menurut Hannie memang memudahkan dirinya sebagai fashion desainer untuk mengolah koleksi di variasi harga tertentu. Namun kembali lagi untuk bahan baku lokal tenun tentu akan dibuat kualitas butik.
Indonesia sendiri menurut Hannie memang mengimport katun, termasuk dirinya kerap memakai katun Jepang yang mudah diolah karena tidak cepat kusut dan nyaman dipakai. "Saya belum tahu ya bahan kaun dari Indonesia, kalau ketemu mungkin adanya linen tapi itu masih panas menurut saya serta cepet berkerut jadi handle-nya kurang enak," papar Hannie.
Menurutnya untuk menggiatkan bahan baku lokal, masih harus terus diupayakan baik pemerintah maupun swasta untuk bahu-membahu. "Bahkan kalau sekarang sosial media untuk promosi untuk menggalakkan ayo memakai bahan baku Indonesia. Digembar-gemborkan dengan bahan baku lokal.
Menurutnya hal itu perlu didukung para influencer atau pejabat dengan memakai baju desainer lokal, tas buatan lokal. "Itu satu cara, dan butuh semua pihak sadar dan menyambut ini dengan antusias," cetusnya.
Advertisement
Akses Bahan Baku
Menjawab tentang bahan baku wastra yang sebagaian besar masih didapat melalui import, Penasihat Indonesian Fashion Chamber, Taruna K. Kusmayadi mengatakan memang wilayah Indonesia tidak begitu cocok ditanami kapas. "Pohonnya itu mesti diairin banyak dan tanaman ini katanya lebih cocok di Amerika, Pakistan, China, yang mereka memiliki 4 musim," jelasnya saat dihubungi Liputan6.com melalui sambungan telepon, Jumat, 2 Juni 2023.
"Kita ngga subur kalau tanam kapas," sambungnya lagi.
Dalam pengadaan bahan baku lokal sendiri memengaruhi industri fesyen di dalam negeri. Di mana akses import bahan baku hanya bisa dilakukan oleh industri besar, meski industri kecil bisa namun dalam skala retail karena retkait import lisensi.
"Sehingga kain diproduksi terbatas, kalo ada pameran baru produksi bukan ready stok," katanya.
Belakangan ini pemerintah melakukan banyak kegiatan pameran di dalam dan luar negeri, sehingga cukup membantu pengrajin memproduksi kain lebih banyak. "Masalah klasik dari pemerintah ke pemerintah pada saat ini pro UMKM tetapi kayak setengah hati," katanya lagi.
Kebijakan Politik Bisa Memperbaiki Keadaan
Lebih jauh Taruna mengungkapkan dibutuhkan kebijakan politik yang mendukung misi untuk mewarisi tradisi seperti pembuatan kain tenun. "Sehingga bagian riset jadi semangat, ini kayak gitu-gitu aja," sambungnya lagi.
Ia mencontohkan sempat digaungkan Koperasi Batik Indonesia tapi kurang berkembang. Menurut Taruna industri fesyen pun saat ini maju tak lain karena masyarakat yang kreatif mengatasi berbagai permasalahan tersebut termasuk dari segi penyediaan bahan baku.
Contoh lainnya pengusaha di Garut nenun yaitu tenun timbul. "Memang pemerintah perhatiin serat suteranya dari mana, jadi dia ngembangin sendiri, seproduktif mana karena bibit ulat sutera terbatas dan ini belum ditangani skala industri masih UMKM," jelasnya lagi.
Terlebih dalam mengolah ulat sutera yang terbilang perlu penanganan khusus. Saat ini banyak filantropis yang mau membesarkan tenun, namun usaha menggiatkan bahan baku lokal memang perlu sinergi banyak pihak.
"Kita harus dijejalin kain, perkembangannya perlu dirangsang," tutupnya.
Advertisement