Liputan6.com, Jakarta - Kinerja industri makanan dan minuman dikhawatirkan akan terdampak perekonomian dunia yang terpuruk dihantam pandemi dan di tengah ketidakpastian global termasuk perang yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina. Namun hal itu tidak terlalu mempengaruhi industri kuliner Indonesia. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) menilai ketersediaan berbagai bahan makanan dan minuman di Indonesia masih mencukupi, termasuk bahan baku yang harus diimpor dari luar negeri.
Ketua Umum GAPMMI Adhi S. Lukman mengatakan, secara umum tidak ada yang perlu dikhawatirkan terkait pasokan bahan baku di industri makanan dan minuman (mamin). Hanya saja, tantangan yang saat ini terjadi adalah harga bahan baku tersebut masih tergolong tinggi.
Akan tetapi, tren kenaikan harga komoditas bahan baku pangan di pasar global sebenarnya sudah mulai mereda, bahkan cenderung turun. "Di bulan Februari-Maret lalu mayoritas harga bahan baku pangan terus mengalami kenaikan, tetapi sekarang trennya sudah mulai turun," terangnya.
Advertisement
GAPMMI mengutip data dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), industri makanan dan minuman mampu tumbuh 3,57 persen dan mencatatkan diri sebagai subsektor dengan kontribusi terbesar terhadap PDB industri pengolahan nonmigas pada triwulan-III tahun 2022, yaitu sebesar 38,69 persen.
Hal tersebut mampu tercapai berkat kolaborasi yang baik antara pemerintah dan para pelaku industri makanan dan minuman. Kemenperin juga telah meluncurkan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang merupakan indikator derajat keyakinan atau tingkat optimisme industri manufaktur terhadap kondisi perekonomian dan juga merupakan gambaran kondisi industri pengolahan serta prospek kondisi bisnis di Indonesia.
Dalam upaya untuk terus mendorong daya saing industri makanan dan minuman, Kemenperin juga terus memastikan ketersediaan bahan baku industri untuk mendukung roda produksi. Terkait dengan jaminan ketersediaan bahan baku ini, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian yang memastikan industri bisa memperoleh bahan baku melalui neraca komoditas.
Harga Bahan Makanan Cenderung Turun
Adhi S Lukman mengapresiasi upaya yang telah dilakukan Kemenperin untuk terus mendorong industri nasional agar terus tumbuh di tengah ketidakpastian global, mulai dari dukungan implementasi industri 4.0, membuat instrumen untuk mengetahui kondisi riil industri dalam negeri, sampai dukungan ketersediaan bahan baku.
"Kami sangat berharap dukungan pemerintah untuk bisa mendorong industri makanan terus tumbuh, kami perlu dukungan ketersesidaan bahan baku sehingga bisa menjadi pendorong kepastian berusaha di Indonesia, kami yakin Kemenperin adalah stakeholder kami yang selalu mendukung industri makanan dan minuman untuk terus tumbuh dan berkembang," tuturya pada Liputan6.com, Sabtu, 17 Juni 2023.
"GAPMMI menegaskan posisinya untuk mendukung terwujudnya situasi industri yang kondusif dan berdiri di atas semua kepentingan industri makanan dan minuman," lanjutnya.
Ia menambahkan, saat ini hampir semua harga bahan baku pangan, mulai dari biji-bijian, minyak nabati, dan gula cenderung turun. Hanya sedikit yang agak mahal salah satunya adalah daging. Meski begitu, apabila tidak ada lagi gangguan tambahan berupa faktor geopolitik global, GAPMMI optimistis sampai akhir tahun nanti pasokan bahan baku berbagai produk pangan akan tetap stabil serta harganya bakal cenderung turun.
Ketersediaan bahan makanan juga jadi perhatian Chef Vindex Tengker yang sudah cukup lama berkiprah di dunia kuliner. Menurut Chef Vindex, bahan makanan lokal masih lebih banyak dipakai di dalam negeri bahkan mencapai 80 persen bila dibandingkan dengan bahan impor.
Advertisement
Bahan Baku Lokal Harus Konsisten Menjaga Kualitas
Hal ini berlaku untuk berbagai restoran baik di hotel maupun free standing. Untuk hotel paling banyak impor bahan baku untuk sajian makanan western seperti steak daging sapi atau domba.
"Selain itu ada bahan seafood seperti salmon. Kalau untuk bahan-bahan lain seperti lobster atau Ikan cod impor hanya dipakai sesekali kalau ada event besar seperti Natal, Tahun Baru atau acara-acara tertentu saja,” ungkapnya pada Liputan6.com, Sabtu, 17 Juni 2023.
"Selain itu yang masih impor mungkin lebih banyak di pastry seperti special butter, cokelat dan beberapa buah berry dari luar negeri," lanjutnya. Meski begitu, Chef Vindex mengatakan, kita tidak perlu takut akan adanya bahan impor. Semua ada pengunaannya dan bahan-bahan lokal masih mendominasi di bisnis makanan dan minuman Nusantara.
Ditambah lagi, sekarang ini sudah banyak bermunculan restoran yang menyajikan makanan Indonesia dan diminati oleh masyarakat Indonesia bahkan disukai turis asing maupun WNA. Namun mantan juri Masterchef Indonesia ini mengakui kita tidak boleh terlena dan harus bisa menjaga konsistensi produksi.
"Yang masih menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi kita dalam penyediaan bahan-bahan lokal adalah konsistensi produk dan menjaga kualitas mutu yang stabil, baik untuk produk sayuran, buah, daging serta seafood lokal Indonesia. Ini jadi tugas berbagai pihak, mulai dari para chef, supplier, petani atau nelayan dan pemerintah,” sambungnya.
Bahan Makanan Indonesia di Luar Negeri
Sementara itu, Chef Degan Septoadji menyoroti ketersediaan bahan makanan Indonesia di luar negeri yang menurutnya masih sangat terbatas. Ia mengakui, kuliner Indonesia sangat laku dan disukai di banyak negara, tapi belum terkenal. Beda dengan makanan khas Korea, Jepang atau Thailand dan bahkan Vietnam.
Menurut pria yang juga pernah menjadi juri Masterchef Indonesia ini, hal itu terjadi karena kurangnya promosi skala internasional. Masakan dari negara lain begitu ternama juga karena komunitasnya yang besar di luar negeri.
"Kalau dibandingkan dengan makanan Vietnam, China atau Jepang, di negara tertentu sudah ada komunitas besarnya. Misalnya, masakan khas Vietnam di Australia komunitasnya besar banget. Apalagi Chinese, mereka sudah mendunia sekali, karena China Town ada di berbagai negara," tuturnya pada Liputan6.com, Sabtu, 17 Juni 2023.
Komunitas tersebut juga telah terbentuk sejak lama. Dengan begitu, impor bahan-bahan masakan khas negara tertentu bisa lebih mudah dilakukan. Vietnam punya banyak komunitas karena banyak pengungsi sewaktu perang di negara mereka yang cukup banyak dan bisa sukses di negara tempat mereka mengungsi, termasuk di Amerika.
"Kalau bikin terasi biasanya dari toko Thailand. Santan khas Indonesia saja belum banyak. Paling yang ada kecap manis, tapi dari Indonesia jumlahnya juga masih terbatas," tambahnya.
"Untuk itu, distribusi bahan makanan seperti rempah itu penting supaya kita bisa dapat bahannya. Kita berharap masalah ini jadi perhatian semua pihak termasuk pihak-pihak yang berkepentingan," pungkas Chef Degan.
Advertisement