Liputan6.com, Jakarta - Sampah plastik sekali pakai telah jadi masalah menahun di Indonesia. Sebagai bagian dari solusi, pemakaiannya telah berusaha ditekan berbagai pelaku bisnis, termasuk Toko Kopi Tuku.
Sementara praktik bisnis ramah lingkungan ini patut dicontoh, Tetangga Tuku, sebutan pelanggan kedai kopi lokal itu, telah mengeluhkan fungsionalitas kemasan baru yang merupakan gelas plastik daur ulang. Chief Experience Officer TUKU, Astrella Siahaya, mengatakan bahwa pihaknya sadar akan adanya komplain tersebut.
"Kami sendiri di internal berat banget melepas ilustrasi ikonis kami (di gelas plastik lama). Itu sudah melalui perdebatan cukup panjang. Tapi, kami mau fokus pada tujuan besar melalui langkah kecil: mengubah (kemasan gelas plastik) jadi polos supaya value-nya lebih tinggi saat didaur ulang," katanya usai jumpa pers ulang tahun ke-14 Tokopedia di bilangan Jakarta Selatan, 7 Agustus 2023.
Advertisement
"Susah banget ternyata bikin (gelas) dari 100 persen plastik daur ulang. Enggak cuma body gelas, tapi juga sealer dan sedotan. Pengalaman tetangga Tuku tetap jadi yang utama. Ada yang komplain nojosnya (sedotan) enggak enak. Ada yang bilang sealer-nya gampang kebuka."
"Tapi, kami sebenarnya tahu, by design, kami sudah pikirkan. Memang pasti ada yang dikorbanin, tapi kami mau fokus ke tujuan besarnya untuk 'bertanggung jawab' atas apa yang kami lakukan, karena terlalu banyak plastik dari grab-and-go Tuku. Jadi, kami mau fokus ke ramah lingkungan," imbuhnya.
Janji Berbenah
Sebagai tanggapan, Astrella berjanji pihaknya akan berbenah dan merespons komplain para pelanggan. Ia berbagi, "Saat ini kami masih (memperbaiki) sealer dan ketajaman sedotan. Jadi, kami juga enggak mau mengecewakan, sudah lah ilustrasinya hilang, terus secara kualitas kurang menyenangkan, kami mau fokus membenahi itu dulu, dan akan di-update."
Inisiasi ramah lingkungan pionir kopi susu kekinian tersebut tidak hanya sampai di situ. Dalam perpanjangan praktiknya, kantong creamer mereka juga dibuat dari kantong plastik daur ulang. "Kantong kopi juga," imbuh Astrella.
"Mereka kan silver, kami mau coba daur ulang, bagaimana caranya. Akhirnya kami kerja sama dengan UMKM di Gunung Sindur, dan itu yang ngerjain ibu-ibu PKK, ada beberapa kepala keluarga dan sekarang sudah bertambah," katanya lagi.
Alur daur ulangnya, Astrella menerangkan, pertama, kemasan pascakonsumsi itu dicuci lebih dulu, kemudian dijahit, sampai diberi label sedikit. "Ini memang belum sering kami komunikasikan, tapi sebenarnya sudah jalan tahun ke-4," sebut dia.
Sayangnya, karena keterbatasan ruang, mereka belum bisa memfasilitasi kirim sampah gelas plastik pascakonsumsi. "Tapi sekarang kami sedang memperhitungkan pengumpulannya," ucapnya.
Advertisement
Pilah Sampah di Internal
Secara internal, Astrella menambahkan, pihaknya sudah memilah sampah. "Kami ada beberapa vendor, seperti Waste4Change dan Duitin. Awareness di dalam toko (untuk memilah sampah) sudah ada sejak 2018. Kami mau mengurangi sampah yang dibuang ke TPA, karena itu sebisa mungkin kami olah," ujar dia.
"Ada beberapa gerakan juga sebenarnya dari barista TUKU," sambung Astrella. "Gelas-gelas (plastik pascakonsumsi) itu jadi ecobrick. Saat ini, kami mau terus membangun kesadaran di internal dan dilakukan secara konsisten, baru kami ajak Tetangga (pelanggan), termasuk ide-ide ke hulu."
Salah satu yang melibatkan konsumen, yakni layanan TUKU Curah. "Kami lakukan ini sudah lama, tapi belum banyak yang tahu. Ya, TUKU bisa dibeli secara curah. Kopi susu bisa dibeli per ml Rp90, minimal 200 ml, dan tetangga TUKU bisa bawa tumbler sendiri."
"Baru belakangan ini kami komunikasikan lagi, karena makin banyak orang yang beli pakai tumbler dan sudah mulai viral juga di TikTok," imbuhnya.
Darurat Sampah Plastik
Manusia tercatat memproduksi lebih dari 430 juta ton plastik setiap tahun. Dua pertiga penggunaan plastik berumur pendek dan dengan cepat jadi limbah, mencemari lingkungan, bahkan masuk ke dalam rantai makanan manusia dalam bentuk mikroplastik.
Di Indonesia, dari 19,45 juta ton timbulan sampah pada 2022, 18,4 persennya adalah limbah plastik. Hanya sembilan persen sampah plastik yang bisa didaur ulang, sisanya dibakar dan hampir 80 persen berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan mencemari lingkungan.Â
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat, Prima Mayaningtyas, mengingatkan bahwa masalah persampahan tengah terjadi di semua provinsi di Indonesia dan sangat mendesak untuk segera ditangani.
"Upaya pengurangan sampah harus dilakukan di hulu sebesar 30 persen, sementara 70 persen akan dilakukan penanganan sampah di hilir," ujarnya dalam dialog lintas sektor bertajuk "Dorong Ekonomi Sirkular Lewat Pengumpulan dan Pemrosesan Sampah Plastik" pada 5 Juni 2023.
Prima berargumen bahwa masalah pengelolaan sampah plastik masih belum teratasi dengan baik. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah melalui penerapan ekonomi sirkular. "Kurangi limbah dengan memilah sampah plastik sejak awal, memperpanjang umur produk, memperbaiki, dan mendaur ulang," sebutnya.
Advertisement