Liputan6.com, Jakarta - Pekan lalu, kualitas udara di New Delhi, India, mencapai tingkat yang parah. Kabut asap beracun dilaporkan menyelimuti kota tersebut, menandai dimulainya "musim polusi udara" yang telah jadi bencana tahunan di ibu kota negara itu.
Sekolah-sekolah ditutup dan pembangunan yang tidak penting dilarang di sekitar Delhi karena indeks kualitas udara di kota itu mencapai 500, 100 kali lipat dari batas yang dianggap sehat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kualitas udara di kota tersebut telah menurun selama seminggu terakhir.
Baca Juga
Hal ini disebabkan peningkatan tajam jumlah petani di negara bagian Haryana dan Punjab yang membakar ladang mereka selama musim tanam. Keadaan ini ditambah parah oleh angin yang membawa polutan ke Delhi dan penurunan suhu, menjebak partikel-partikel tersebut.
Advertisement
Minggu kemarin, kasus kebakaran lahan di negara bagian Punjab meningkat 740 persen, dengan lebih dari seribu kebakaran tercatat dalam satu hari. Penyebab lain polusi di kota ini adalah emisi mobil, konstruksi, dan pembakaran sampah di pabrik limbah.
Sistem peringatan dini polusi di Delhi dilaporkan gagal memprediksi kerusakan lebih lanjut yang terjadi pada Kamis malam, 2 November 2023. Delhi, yang berpenduduk sekitar 33 juta orang, secara rutin menduduki peringkat kota berudara paling tercemar di dunia.
Menurut indeks kualitas udara tahun ini, yang disusun lembaga kebijakan energi Universitas Chicago, masyarakat Delhi bisa mengalami penurunan umur 11,9 tahun karena buruknya udara yang mereka hirup.
Dampak Buruk Polusi
Para dokter di New Delhi mengatakan mereka sudah mulai melihat dampak buruk polusi terhadap penduduk kota. "Jumlah pasien yang mengalami gangguan pernapasan semakin meningkat, dengan semakin banyak orang yang mengalami batuk, pilek, mata berair dan iritasi, serta gangguan pernapasan," kata Nikhil Modi, seorang dokter di rumah sakit Apollo di Delhi
Ia menyambung, "Orang-orang dari segala usia terpengaruh oleh hal ini. Sudah waktunya bagi kita untuk memakai masker dan keluar rumah hanya jika diperlukan." Menurut dewan pengendalian polusi pusat, tingkat polusi di Delhi pada Oktober 2023 berada di titik terburuk sejak 2020.
Meski pemerintah Delhi, yang dipimpin Partai Aam Admi (AAP), bersikeras bahwa mereka mempunyai rencana aksi polusi, tampaknya hanya berpengaruh sedikit terhadap penurunan tajam kualitas udara yang mengganggu kehidupan penduduk Delhi setiap tahun, biasanya antara bulan November sampai Januari.
Metode yang diterapkan pemerintah AAP untuk mengatasi polusi, termasuk menyiram air ke jalan untuk mengurangi debu dan membangun dua "menara kabut asap" setinggi 24 meter, yang masing-masing menelan biaya lebih dari 2 juta dolar AS, yang seharusnya membersihkan udara. Tapi, ilmuwan tak menganggapnya efektif.
Advertisement
Masalah Pernapasan
Minggu lalu, pengadilan tinggi Delhi menyatakan bahwa departemen kehutanan bertanggung jawab atas kualitas udara ibu kota dan harus mengambil tindakan untuk meningkatkan Indeks Kualitas Udara (AQI) di wilayah tersebut, lapor Hindustan Times.
Hakim Jasmeet Singh mencatat bahwa anak-anak menderita asma karena menghirup udara yang tercemar. Pengadilan menyatakan keprihatinannya atas perambahan yang terjadi di kawasan punggung bukit, yang dianggap sebagai paru-paru ibu kota negara, tepat di bawah pengawasan pejabat pemerintah.
Pengadilan menginstruksikan sekretaris utama departemen kehutanan untuk mempercepat proses pengisian lowongan dan berkata, "Anda bertanggung jawab atas kualitas udara yang kita hirup. Ini merupakan kewajiban Anda untuk memastikan AQI turun."
"Setiap anak mengalami masalah pernapasan. (Pada) Desember-Januari, orang-orang harus bepergian keluar di waktu yang sebenarnya tepat untuk berada di sini," kata pengadilan. Pengadilan menekankan bahwa penduduk Delhi memiliki hak mendasar atas udara bersih untuk bernapas, dan penghijauan memainkan peran penting dalam mencapai hal ini.
Kembali Pakai Masker
Dokter sangat menyarankan penggunaan masker N95 atau N99 untuk menyaring partikel dan membatasi aktivitas luar ruangan selama jam-jam puncak polusi, lapor Times of India. "Gejala, seperti iritasi tenggorokan, masalah mata, pusing, sakit kepala, lemas, dan asma yang semakin parah dapat dikaitkan langsung dengan polusi udara, terutama ketika Indeks Kualitas Udara meningkat," kata Dr Satya Ranjan Sahu, konsultan senior pulmonologi di Rumah Sakit Narayana.
Karena itu, tambahnya, waktu di luar ruangan harus dibatasi saat tingkat polusi lebih rendah dan olahraga di dalam ruangan bisa jadi pilihan yang tepat pada hari-hari ketika AQI tinggi. Mengenai kapan jam-jam dengan polusi lebih rendah, Dr Harshal RSalep, profesor tambahan, kedokteran komunitas, AIIMS, mengatakan, "Sore hari adalah waktu yang relatif baik untuk keluar."
Setiap saat, masker N95 dan N99 yang terpasang dengan baik harus digunakan orang tua, anak-anak, dan orang dengan asma, COPD, serta penyakit jantung, kata Salve. Sementara, ahli paru senior Primus SuperSpecialty Hospital, Dr Ambarish Joshi, menyarankan berkonsultasi ke dokter jika gejala yang berhubungan dengan polusi muncul.
Advertisement