Liputan6.com, Jakarta - Singapura berencana menaikkan biaya retribusi sebagai langkah mendukung penggunaaan bahan bakar pesawat ramah lingkungan. Dengan demikian, wisatawan yang terbang keluar dari Singapura akan membayar tarif penerbangan lebih tinggi.
Mengutip The Strait Times, Senin (19/2/2024), uang yang terkumpul dari retribusi penumpang akan digunakan untuk pembelian massal bahan bakar penerbangan berkelanjutan untuk maskapai penerbangan di Singapura. Bahan bakar ramah lingkungan yang sebagian besar terbuat dari bahan limbah, seperti minyak goreng bekas, berharga tiga hingga lima kali lebih mahal dibandingkan bahan bakar konvensional.
Baca Juga
Top 3 Berita Hari Ini: Emak-Emak Paksa Penumpang Tukar Kursi Pesawat dengan Anaknya, Niat Mempermalukan Berujung Dipermalukan
Emak-Emak Paksa Penumpang Tukar Kursi Pesawat dengan Anaknya, Niat Mempermalukan Berujung Dipermalukan
Beredar Video Pramugari Bicarakan Penumpang dengan Perkataan Tidak Pantas
Singapura tetap akan mengadopsi langkah tersebut sebagai cara penting bagi sektor penerbangan untuk melakukan dekarbonisasi. Meski rincian spesifiknya belum tuntas dibahas, perkiraan awal dari Otoritas Penerbangan Sipil Singapura (CAAS) menunjukkan bahwa penumpang pesawat kelas ekonomi mungkin dikenakan retribusi tambahan sebesar 3 dolar Singapura untuk penerbangan jarak pendek ke Bangkok, 6 dolar Singapura untuk penerbangan jarak menengah ke Tokyo, dan 16 dolar Singapura untuk penerbangan jarak jauh ke London.
Advertisement
Perkiraan tersebut didasarkan pada target nasional yang ditetapkan Negeri Singa untuk penggunaan bahan bakar penerbangan berkelanjutan sebesar satu persen dari seluruh bahan bakar jet yang digunakan di Bandara Changi dan Bandara Seletar pada 2026. Sasaran akhirnya mencapai penggunaan 3 persen hingga 5 persen bahan bakar berkelanjutan pada 2030.
Inisiatif ini merupakan bagian dari cetak biru hub udara berkelanjutan yang diluncurkan pada 19 Februari 2024 oleh Menteri Transportasi Chee Hong Tat saat Changi Aviation Summit II diadakan di Marina Bay Sands Expo and Convention Centre. Cetak biru tersebut menguraikan 12 inisiatif Singapura untuk mengatasi emisi penerbangan, dengan tujuan jangka menengah: mengurangi emisi karbon dari operasional bandara jadi 326 kiloton per tahun pada 2030, yakni 20 persen lebih rendah dari level 2019.
Diklaim Negara Pertama yang Terapkan Pungutan untuk Bahan Bakar Berkelanjutan
Pada 2050, Singapura menargetkan mencapai emisi domestik net-zero dari seluruh bandaranya dan emisi internasional net-zero dari maskapai penerbangannya. Target ini di luar pembangunan Changi East, termasuk Terminal 5, di masa depan. Target emisi untuk proyek-proyek ini akan ditentukan secara terpisah.
Menurut CAAS, Singapura adalah negara pertama di dunia yang menerapkan pungutan untuk memenuhi tujuan bahan bakar penerbangan berkelanjutan. Negara-negara lain telah menerapkan persyaratan bahan bakar penerbangan berkelanjutan, namun dalam bentuk mandat yang didasarkan pada volume tetap.
Prancis dan Swedia telah mewajibkan minimal satu persen penggunaan bahan bakar jet berkelanjutan. Uni Eropa telah menyetujui aturan yang mewajibkan penggunaan bahan bakar jet sebesar enam persen pada 2030, dan secara bertahap akan meningkat jadi 70 persen pada 2050.
Jepang merencanakan mandat bahan bakar berkelanjutan sebesar 10 persen pada 2030. Sementara, India sedang mempertimbangkan satu persen pada 2027 untuk penerbangan internasional dan meningkat jadi lima persen pada 2030. Namun, CAAS menyatakan bahwa mandat tersebut memiliki kelemahan, mengingat pasar bahan bakar berkelanjutan masih baru dan pasokannya belum pasti.
Advertisement
Tantangan Produksi Bahan Bakar Jet Ramah Lingkungan
Pada 2024, produksi bahan bakar penerbangan berkelanjutan diperkirakan meningkat tiga kali lipat jadi 1,875 miliar liter, namun jumlah ini hanya memenuhi 0,53 persen kebutuhan bahan bakar penerbangan global. Karena keterbatasan pasokan dan tingginya permintaan, harga bahan bakar jet berkelanjutan jauh lebih tinggi dan lebih fluktuatif dibandingkan bahan bakar konvensional.
Beberapa maskapai penerbangan sudah mulai membebankan biaya tambahan ini pada penumpang. Air France dan KLM, misalnya, yang mengenakan biaya tambahan antara 1--4 euro (Rp17 ribu--Rp67 ribu) pada tiket untuk menutup biaya bahan bakar ramah lingkungan.
CAAS memutuskan mengenakan retribusi, bukan mandat, karena hal itu dinilai lebih memberi kepastian bagi para pelancong dan maskapai penerbangan. Pihaknya juga akan mengelola biaya dengan mengadakan bahan bakar berkelanjutan secara terpusat atas nama maskapai penerbangan, sehingga menghasilkan skala ekonomi.
Dikatakan bahwa besaran retribusi bahan bakar berkelanjutan akan ditentukan berdasarkan target penggunaan nasional yang berlaku dan proyeksi harga bahan bakar saat itu. Retribusi tersebut akan ditinjau secara berkala.
CAAS menambahkan, besaran retribusi tidak akan berubah jika harga aktual bahan bakar jet berkelanjutan berbeda dari perkiraan. Sebaliknya, jumlah bahan bakar yang dibeli akan disesuaikan.
Rincian Biaya Lebih Detail Akan Diumumkan pada 2025
Menteri Transportasi Singapura berkata, "Apakah kami mampu memenuhi, atau melampaui, target SAF (bahan bakar penerbangan berkelanjutan) kami akan didasarkan pada berapa banyak SAF yang dapat dibeli dengan retribusi SAF pada harga SAF yang berlaku."
"Jika pasokan meningkat dan harga turun, yang saya harapkan demikian, kita bisa melampaui target yang kita tetapkan. Sebaliknya, jika harga bahan bakar penerbangan berkelanjutan naik dan melampaui tingkat yang diproyeksikan, pembelian kita akan kurang dari target yang kita tetapkan. Namun dalam kedua skenario tersebut, dampak biaya terhadap wisatawan akan sama karena retribusi SAF tidak berubah," ia menerangkan.
CAAS mengatakan, besaran biaya retribusi penumpang bervariasi berdasarkan faktor-faktor, seperti jarak penerbangan dan kelas perjalanan, dengan penumpang kelas bisnis dan kelas satu membayar lebih. Mereka tidak dapat merinci lebih lanjut dan beralasan perlu berkonsultasi industri lebih lanjut. Rincian lebih lanjut baru akan diumumkan pada 2025, mendekati waktu penerapan.
Chee mengatakan, dampak biaya dari target bahan bakar penerbangan berkelanjutan sebesar satu persen di Singapura dinilai dapat dikelola, dan waktu tunggu yang cukup akan diberikan pada industri dan wisatawan sebelum retribusi tersebut berlaku pada 2026. Pada saat yang sama, target satu persen akan memberi sinyal permintaan yang penting bagi produsen bahan bakar dan memberi mereka insentif untuk berinvestasi pada fasilitas produksi baru, tambahnya.
Advertisement