Mukena Masjid Semestinya Jangan Dilipat, Begini Alasannya Menurut Ahli Kesehatan Masyarakat

Seorang ahli kesehatan masyarakat mendorong agar mukena masjid digantung saja, bukan dilipat seperti banyak dilakukan oleh jemaah.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 17 Mar 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2024, 06:00 WIB
Mukena Masjid Semestinya Jangan Dilipat, Begini Alasannya Menurut Ahli Kesehatan Masyarakat
Ilustrasi mukena masjid. (dok. Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta Mukena adalah satu perlengkapan shalat yang disediakan di masjid atau musala umum. Fasilitas itu memudahkan orang yang tidak membawa perlengkapan shalat sendiri dengan berbagai alasan untuk tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Namun, karena penggunanya beragam, tingkat kebersihannya seringkali tak terjamin. Ahli kesehatan masyarakat sekaligus Ketua Pengurus Daerah DKI Jakarta Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Narila Mutia Nasir menyebut salah satu risiko menggunakan mukena umum berkaitan dengan penyakit kulit.

"Paling rentan kalau mukena habis basah, langsung dipakai. Setelah itu, enggak langsung digantung, tapi diuwel-uwel," kata Narila saat ditemui di sela Gerakan Masjid Bersih di Jakarta, Rabu, 6 Maret 2024.

Mukena yang basah, sambung dia, merupakan tempat yang tepat untuk bakteri dan jamur berkembang biak. Hal itu akan berdampak pada pengguna dengan kulit sensitif.

"Bayangkan (bakteri dan jamur) menempel di situ... Mungkin tiap orang berbeda reaksinya, pas kebetulan ada yang sensitif, langsung terkena penyakit kulit," ujarnya.

Sebagai langkah pencegahan, Narila meminta agar pengguna mukena umum di masjid menggantungnya setelah digunakan, bukan melipatnya dan taruh di lantai. Cara itu akan mengangin-anginkan mukena yang lembab sehingga lebih cepat kering. Tapi, solusi terbaik adalah membawa mukena sendiri.

"Saya pribadi paling enggak bawa mukena, kan sekarang banyak yang kecil-kecil, ditambah sajadah untuk muka ya. Itu untuk memastikan saja," sambung dia.

Risiko Kesehatan di Masjid

Mukena
Ilustrasi Mukena / Freepik by rawpixel.com

Selain mukena, area lain yang patut diperhatikan adalah sajadah dan karpet. Selain debu, sajadah rentan menjadi media penularan bakteri dan virus antar-manusia.

Karena itu, Narila lebih menyarankan masjid tak memakai karpet kecuali petugas rutin membersihkannya. Di samping, ia juga menyarankan agar jemaah membawa sajadah untuk mencegah kontaminasi terjadi.

"Paling tidak, kalau enggak pakai karpet, setidaknya bisa hindarkan debu atau kuman karena biasanya orang malas bersihin," kata dia.

Sementara, kotoran di lantai masjid dianggap lebih mudah diidentifikasi dibandingkan di karpet. Orang yang alergi pun akan lebih nyaman karena tidak berdebu.

Berangkat dari kesadaran iitu, Unilever Indonesia berkolaborasi dengan Dewan Masjid Indonesia (DMI) meluncurkan Gerakan Bersih Masjid sejak 2017. Itu adalah inisiatif sosial untuk mendorong terciptanya masjid-masjid yang bersih dan nyaman bagi umat Muslim di seluruh Indonesia, khususnya pada bulan Ramadan. Hingga kini, program ini telah didukung oleh lebih dari 150.000 relawan dan memberi manfaat kepada 220.000 masjid di berbagai penjuru Tanah Air. 

Hal-Hal yang Batalkan Shalat

Ilustrasi shalat hajat
Ilustrasi shalat hajat (dok.pexels.com)

Sudah sepantasnya setiap muslimah dapat menjaga shalat pada waktunya dengan memenuhi syarat, rukun, dan wajib shalat. Allah SWT berfirman,

وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ“

(Hendaklah kalian para wanita) dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.” (QS. Al-Ahzab: 33). 

Mengutip dari laman NU Online Lampung, berikut adalah hal-hal yang membatalkan shalat menurut kaidah fiqih:

1. Berbicara secara sengaja

2. Tertawa terbahak-bahak dalam shalat

3. Makan atau minum secara sengaja

4. Melakukan terlalu banyak gerakan

5. Tidak menghadap kiblat secara sengaja

6. Batalnya wudhu

7. Mengingat shalat yang belum dikerjakan

8. Tidak tuma'ninah pada saat ruku', berdiri, sujud, maupun duduk. Hal itu didasarkan pada sabda Nabi SAW kepada seorang Arab Badui yang tidak tuma'ninah dalam shalatnya. Nabi pun memerintahkan orang Badui itu mengulangi shalatnya.

Lalu, apakah keluarnya kedua tangan dari balik mukena bisa membatalkan shalat? Jawabannya adalah tidak sebab ada batasan aurat ketika shalat. 

Hukum Telapak Tangan Saat Shalat bagi Muslimah

Ilustrasi doa shalat istikarah
Ilustrasi doa shalat istikarah (dok.pexels.com)

Mengutip kanal Islami, Jumat, 15 Maret 2024, wanita muslimah boleh membuka wajah dalam shalat tanpa ada perbedaan pendapat. Sedangkan mengenai kedua telapak tangan, ada dua pendapat.

1. Diperbolehkan membuka.

Ini merupakan pendapat imam Malik dan imam Syafi'i yang didasarkan pada riwayat Ibnu Abbas dan Aisyah mengenai maksud dari firman Allah SWT yang artinya, "Hendaklah mereka tidak menampakkan perhiasannya kecuali yang boleh tampak darinya, yaitu wajah dan kedua telapak tangan."

Selain itu, terdapat larangan untuk menutup telapak tangan dengan sarung tangan sebagaimana larangan untuk menutup wajah dengan cadar. Tetapi, terkadang menutup telapak tangan dan wajah itu dibutuhkan pada saat jual beli.

2. Mengenai telapak tangan dan wajah di mana keduanya dianggap sebagai aurat berdasarkan sabda Nabi SAW: "Wanita itu adalah aurat" (HR. At-Tirmidzi).

Yang dimaksudkan hadis ini mencakup seluruh anggota tubuh wanita, kecuali wajah. Sementara menurut kesepakatan, selain wajah, kedua telapak tangan dan kaki wanita dikategorikan sebagai aurat. Mengenai hal ini, kami tidak melihat adanya perbedaan pendapat.

Infografis: Masjid-Masjid Besar di Indonesia
Infografis: Masjid-Masjid Besar di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya