Liputan6.com, Jakarta - Bencana galodo alias banjir lumpur melanda Kecamatan Pua, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, Sabtu, 11 Mei 2024. Di media sosial X, dulunya Twitter, beredar foto dan video yang memperlihatkan dahsyatnya kejadian tersebut. Berdasarkan informasi dari akun @harimauminang, bencana terjadi pada malam hari dan menghanyutkan rumah warga.
Di tengah banyaknya rumah warga yang hancur akibat derasnya semburan lumpur, terdapat satu masjid yang tetap berdiri kokoh. Masjid tersebut diketahui bernama Surau Kasiak An-Nur di Simpang Bukik, Kabupaten Agam. Di video yang diunggah pada Minggu, 12 Mei 2024, terlihat masjid tersebut masih utuh ketika bangunan di sekelilingnya sudah luluh lantak.
Baca Juga
Warga pun banyak yang mengunjungi masjid tersebut. Melihat video yang dimaksud, warganet mengaku teringat dengan peristiwa tsunami Aceh pada 2004 silam. Sama seperti Surau Kasiak, beberapa masjid di Aceh terlihat tetap berdiri kokoh usai diterjang gelombang laut dahsyat itu.
Advertisement
Banyak pengguna juga berkomentar bahwa bencana ini adalah pertanda manusia sudah banyak bermaksiat dan karenanya, harus bertaubat, serta berserah diri pada Sang Pencipta. "Lekaslah bertaubat saudaraku semua..gunakan akal sehat logika serta hatimu untuk berbuat baik terhadap sesama. Mungkin ini adalah perintah Tuhan agar kita lebih memakmurkan masjid," tulis seorang warganet. "Mungkin ini sebagai pengingat bagi kita semua agar lebih mendekatkan diri pada Allah karena kita sering lalai dalam ibadah," sebut yang lain.
Komentar Kontra
Warganet juga menyebut bertahannya masjid dari banjir bandang tersebut merupakan sebuah keajaiban dan kuasa dari Tuhan. Namun, beberapa dari mereka justru tidak setuju.
"Mengapa masjid selalu kuat dari bencana itu bukan suatu keajaiban. Itu karena bahannya bagus dan kuat karena banyak dana dikeluarkan di sana dan orang yang mengerjakannya hati-hati juga, jangan dianggap ajaib mulu," ujar seorang pengguna.
"Ditambah juga area kosongnya banyak, ukurannya juga besar kalau rumah pribadi biasanya dana terbatas ruang kosongnya nyaris tidak ada. Miracle itu hanya sebagian kecil saja jangan terlalu mengaitkan sesuatu tentang keajaiban mulu," tambahnya.
"Ini bukan kuasa Allah, tapi kuasa teknik sipil dan rekayasa konstruksi. Punya Tuhan kok lebih melindungi bangungan daripada umat, itu Tuhan apa setan?" ujar yang lain. Tentunya terjadi bentrokan pendapat mengenai hal ini di antara warganet.
"Kalau pakai cara berpikirnya dia, banyak bangunan di Jepang aman dan tahan gempa. Itu karena Tuhan lebih sayang orang Jepang dong?! Ikut berduka untuk bencana ini," balas yang lain.
Advertisement
Pernah Terjadi pada 2005
Bencana galodo ini bukan yang pertama kali terjadi di Sumatra Barat. Mengutip kanal News Liputan6.com, peristiwa ini pernah terjadi pada 16 Juli 2005 di Empat Nagari, Kabupaten Agam. Bencana tersebut mencatat kerugian hingga ratusan miliar rupiah.
Sekitar 460 hektare sawah yang siap panen hancur tertimbun lumpur dan material kayu. Ratusan hektare sawah lainnya di Nagari Sitalang, Batu Kambing, Sitanang, dan Bawan terancam gagal panen karena lima irigasi teknis yang mengairi sawah itu bobol dihantam galodo. Sementara sekitar 17 ribu warga di Empat Nagari itu telah kehilangan pekerjaan.
Sarana pembangkit listrik dan perusahaan daerah air minum tidak berfungsi. Untuk perbaikan, Pemerintah Kabupaten Agam saat itu menghadapi kesulitan karena kedua instalasi tersebut rusak berat. Perbaikan sarana diperkirakan berlangsung satu bulan. Sementara itu, rencana membangun jembatan darurat yang menghubungkan nagari-nagari yang terisolasi tidak segera terlaksana saat itu.
Kembali Terjadi Selang Lima Tahun
Tidak berhenti di 2005, banjir lumpur kembali menerjang lima tahun kemudian, tepatnya pada April 2010. Sekitar 600 kepala keluarga di Kampung Pandan, Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, diungsikan pada 26 April 2010 karena desa mereka diterjang banjir lumpur. Warga dievakuasi menggunakan perahu melintasi Danau Maninjau karena jalan darat terisolir.
Ironinya, bantuan perahu dari pemerintah daerah setempat belum ada sehingga warga berinisiatif merakit sendiri perahu mereka. Material longsor berupa tanah, batu, serta kayu-kayu gelondongan yang menerjang Jorong Pandan pada 25 April 2010 memporak-porandakan sekitar 30 rumah.
Pencarian korban galodo terus dilakukan warga, meski dengan peralatan sederhana. Alat berat tidak bisa dibawa ke lokasi karena dari kedua sisi, pintu masuk jalan tertutup longsor. Hingga 26 April 2010, tercatat tujuh orang terluka dan dua lainnya masih hilang.
Galodo yang menghantam daerah ini terjadi akibat hujan lebat yang mengguyur sejak Minggu siang. Daerah ini jadi sangat rawan longsor, terutama sejak gempa yang mengguncang Sumatra Barat pada 30 September 2009 silam. Akibatnya, bukit-bukit di sekeliling danau ini jadi rapuh.
Advertisement