Liputan6.com, Jakarta - KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, murid kinasih Mbah Moen dikenal sebagai ulama yang memiliki cara unik dalam menyampaikan ilmu agama. Gaya ceramahnya yang santai, jenaka, dan penuh hikmah membuat banyak orang betah mendengarkan.
Dalam sebuah ceramah, Gus Baha menceritakan kisah tentang temannya yang dianggap paling kurang ajar sepanjang sejarah pergaulannya. Kisah ini memicu tawa sekaligus memberikan sudut pandang baru dalam memahami aturan fikih.
"Saya punya teman yang paling kurang ajar, yang paling saya kenang dalam sepanjang sejarah," ujar Gus Baha sambil tertawa, dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @ghazalianschool.
Advertisement
Dalam ceramah Gus Baha itu, ia menceritakan perdebatan menarik antara dirinya dan temannya soal desain masjid dan keutamaan shaf sholat.
Menurut fikih, saf yang paling utama dalam sholat berjamaah adalah saf pertama, kemudian saf kedua, dan seterusnya. Karena itu, banyak orang berlomba-lomba untuk mendapatkan posisi saf terdepan.
Namun, temannya memiliki ide nyeleneh yang membuat Gus Baha terheran-heran. Dengan nada bercanda, temannya mengusulkan agar masjid didesain memanjang dari utara ke selatan agar semua jamaah berada di shaf pertama.
"Ya kalau gitu gini aja, Gus. Desain masjid itu memanjang utara selatan biar semuanya saf depan semua," kata temannya dengan santai, yang ditirukan Gus Baha.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Ide Membuat Masjid dari Memanjang hingga Cekung
Mendengar usulan itu, Gus Baha tertawa. Ide tersebut memang terdengar logis, tetapi juga mengandung unsur kelucuan yang tidak terpikirkan sebelumnya.
Gus Baha menjelaskan bahwa shaf dalam sholat berjamaah memiliki aturan tersendiri yang tidak bisa diubah begitu saja hanya demi kenyamanan semua orang.
Namun, temannya tidak berhenti di situ. Ia melanjutkan dengan pertanyaan lain yang semakin membuat diskusi menjadi lebih seru.
"Kalau ada hukum ya diimplementasikan dalam desain bangunan, kan? Apa susahnya kita bikin mulai dari awal supaya masjid memanjang utara selatan supaya semuanya saf pertama?" lanjut temannya dengan penuh keyakinan.
Gus Baha kembali tertawa mengingat dan menceritakan ide tersebut. Ia pun mencoba menjelaskan bahwa selain shaf, ada hal lain yang harus dipertimbangkan dalam desain masjid, seperti arah kiblat dan tata letak bangunan.
Namun, temannya tetap tidak kehabisan akal. Ia kemudian bertanya, "Lalu setelah begitu, yang paling afdal siapa? Yang dekat imam, kan?"
Gus Baha mengiyakan, membenarkan bahwa posisi terbaik memang yang paling dekat dengan imam. Namun, jawaban temannya selanjutnya benar-benar di luar dugaan.
"Ya sudah, bikin cekung saja kalau gitu!" jawab temannya dengan santai.
Advertisement
Fikih Itu Bukan Sekadar Menghafal Aturan
Jawaban itu sontak membuat Gus Baha terpingkal-pingkal. Ide membangun masjid berbentuk cekung agar semua jamaah berada dekat dengan imam benar-benar tidak terpikirkan sebelumnya.
Meskipun terdengar jenaka, diskusi ini sebenarnya menggambarkan betapa luasnya cara orang berpikir dalam memahami ajaran Islam.
Gus Baha menekankan bahwa memahami fikih bukan hanya soal menghafal aturan, tetapi juga memahami konteks dan penerapannya dalam kehidupan nyata.
Ia juga mengingatkan bahwa tidak semua hal harus ditanggapi dengan serius. Ada kalanya humor bisa menjadi cara efektif untuk menyampaikan ilmu agama.
Melalui kisah ini, Gus Baha ingin menunjukkan bahwa dalam belajar agama, seseorang tidak perlu selalu kaku. Selama tetap dalam koridor syariat, diskusi ringan dengan sedikit humor justru bisa membuat pemahaman semakin mendalam.
Ia juga menegaskan bahwa Islam adalah agama yang penuh dengan kebijaksanaan. Setiap aturan memiliki tujuan dan hikmah di baliknya.
Dalam hal shaf sholat, misalnya, ada keutamaan bagi yang berada di barisan terdepan, tetapi bukan berarti harus memaksakan desain masjid yang aneh demi memenuhi aturan tersebut.
Di akhir ceramahnya, Gus Baha mengajak jamaah untuk selalu berpikir kritis, tetapi tetap dalam batas yang wajar. Beragama harus dengan ilmu, tetapi juga harus dengan hati yang lapang dan penuh kebahagiaan.
Kisah ini menjadi salah satu contoh bagaimana Gus Baha menyampaikan ilmu agama dengan cara yang ringan, tetapi tetap memiliki makna mendalam.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)