Liputan6.com, Jakarta - Momen liburan di Hokkaido, Jepang, nyaris berubah jadi "mimpi buruk" bagi seorang turis asal Malaysia setelah diberitahu harus membayar tagihan rumah sakit senilai 15 ribu ringgit, atau sekitar Rp55 juta. Ia dirawat inap setelah terserang flu di tengah merebaknya wabah influenza di Jepang.
Menurut China Press, dikutip dari Says, Sabtu, 8 Februari 2025, pelancong bernama Qin itu pergi ke Negeri Sakura bersama keluarganya pada awal Januari 2025. Namun, ia dirawat setelah tertular influenza usai mengunjungi puncak gunung di Hokkaido.
Advertisement
"Setelah dirawat di rumah sakit, saya dipasangi ventilator karena kekurangan oksigen. Komunikasi sulit (dengan staf rumah sakit) bahkan dengan aplikasi penerjemahan, sampai kami menemukan penerjemah bahasa Mandarin," sebut dia.
Advertisement
Qin menyambung, "Saya ceritakan kondisi saya, tapi petugas rumah sakit hanya memberikan oksigen satu kali dan tetap memberikan cairan infus meski saya masih kesulitan bernapas." Meski memiliki asuransi perjalanan, ia memutuskan pulang dan berobat di Malaysia setelah mengetahui biaya pengobatan di sana.
Ia memberi tahu rumah sakit di Jepang bahwa ia tidak mampu membiayai perawatan lebih lanjut, dan ia diminta menandatangani pernyataan yang melepaskan rumah sakit dari tanggung jawab setelah ia dipulangkan. "Keluarga saya khawatir karena saya tidak makan apa pun," ujar Qin.
"Saya lebih banyak mengembuskan napas daripada menghirup napas. Setelah minum obat pereda nyeri, saya mulai muntah keesokan harinya," ia menambahkan. Ia kemudian dirawat di rumah sakit segera setelah tiba di Malaysia, dan diberi lebih dari 10 obat malam itu meski kebanyakan pasien hanya membutuhkan dua.
Pulang untuk Jalani Perawatan
Pelancong itu berkata, "Dokter mengatakan saya harus dirawat di unit perawatan intensif (ICU) karena kadar oksigen dalam darah saya tidak stabil. Saya dirawat di rumah sakit selama lima hari empat malam. Saya tidak langsung kembali bekerja setelah keluar dari rumah sakit, tapi menjalani masa isolasi. Sekarang saya sudah pulih sepenuhnya."
Pertanyaan seputar risiko liburan ke Jepang setelah Barbie Hsu meninggal dunia akibat pneumonia terkait influenza memang melonjak. Meski, menurut seorang karyawan di Agen Perjalanan Guangda yang berpusat di Beijing, China, jumlah turis yang merencanakan perjalanan ke Negeri Sakura tidak berubah secara signifikan sejak meninggalnya Hsu.
Topik seputar asuransi kesehatan dan pengobatan influenza yang direkomendasikan pun meningkat, lapor Global Times, seperti dilansir dari VN Express, Sabtu. Banyak pelancong juga membandingkan tingkat keparahan wabah flu di Jepang dengan gelombang flu sebelumnya di China.
"Meninggalnya Barbie Hsu" dengan cepat jadi salah satu pencarian paling tinggi di Weibo, sementara "Flu Jepang" juga mendapat perhatian. Hsu, yang dikenal luas sebagai pemeran San Chai di Meteor Garden, meninggal pada Minggu, 2 Februari 2025, saat liburan Imlek bersama keluarganya di Jepang.
Advertisement
Peringatan Ahli Kesehatan
Meninggalnya Hsu telah mendorong para ahli kesehatan di Thailand dan Hong Kong menyarankan warga negara mereka untuk mempertimbangkan kembali rencana perjalanan ke Jepang. Menurut AP, Jepang tengah dilanda wabah flu terbesar dalam 25 tahun.
Data dari Institut Penyakit Menular Nasional negara itu menunjukkan sekitar 9,52 juta kasus flu tercatat antara 2 September 2024 dan 26 Januari 2025. Dokter Jade Boonyawongwiroj, asisten direktur Rumah Sakit Maharat Nakhon Ratchasima di Thailand, menyarankan wisatawan membawa obat anti-influenza, seperti Oseltamivir, jika tidak dapat membatalkan kunjungan ke Jepang.
Jika Oseltamivir tidak efektif, kata dia, Anda mungkin perlu diobati dengan Favipiravir, yang juga digunakan untuk pasien COVID-19, lapor The National. Jade menggambarkan wabah influenza di Jepang sebagai wabah yang parah, dengan rata-rata 66.132 kasus baru per hari selama 144 hari terakhir.
Dokter Boonyawongwiroj menyoroti bahwa beberapa wilayah di Tokyo memiliki tingkat infeksi yang tinggi, dengan sejumlah rumah sakit menolak menerima pasien yang tidak dalam kondisi serius. Wabah di Osaka juga mengkhawatirkan, imbuhnya.
Wabah Influenza Terbesar dalam 25 Tahun
Antara 29 Januari dan 4 Februari 2025, terdapat rata-rata 29,64 kasus baru per distrik di Osaka. Enam distrik melaporkan lebih dari 30 kasus, yang dianggap serius. Sebagian besar kasus disebabkan virus influenza Tipe B, catat Boonyawongwiroj.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang melaporkan bahwa negara tersebut mengalami wabah influenza terbesar dalam 25 tahun terakhir selama minggu 23–29 Desember 2024. Kementerian tersebut mencatat 317.812 kasus influenza selama periode ini—lebih dari tiga kali lipat jumlah yang dilaporkan selama minggu yang sama pada 2023.
Ini juga merupakan jumlah kasus tertinggi yang tercatat sejak sistem pencatatan saat ini diperkenalkan pada April 1999. Sebelumnya, kreator konten China yang tinggal di Jepang, Kiki, mengunggah di akun Douyin miliknya dan mengingatkan semua orang untuk sebisa mungkin menghindari kunjungan ke Jepang karena wabah influenza yang sedang berlangsung, yang menurut KiKi "sangat mengerikan," rangkum World of Buzz.
Kiki menjelaskan bahwa ia kembali ke Jepang pada awal bulan lalu, dan tidak butuh waktu lama baginya untuk jatuh sakit dan mulai menunjukkan gejala flu. "Seluruh tubuh saya terasa sakit. Saya memeriksa suhu tubuh saya dan hasilnya 38,3 derajat Celcius. Sembilan dari 10 teman saya semuanya terkena flu. Ini benar-benar buruk, dan benar-benar menakutkan."
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)